Keteladanan Kiai Zainuddin Djazuli: Mengawal NU dari Pesantren

Oleh: Imam Mudoffar* Alhamdulillah. Bisa turut hormat, nderekne kirim Doa dan Tahlil untuk Almagfurlah Romo KH. Zainudin Djazuli yang diadak…

Oleh: Imam Mudoffar*

Alhamdulillah. Bisa turut hormat, nderekne kirim Doa dan Tahlil untuk Almagfurlah Romo KH. Zainudin Djazuli yang diadakan secara virtual oleh PWNU Jawa Timur. Dipimpin langsung oleh Almukarom Romo KH. Marzuqi Musta’mar (Ketua Tanfidziah PWNU Jawa Timur, Pengasuh Ponpes Syabilurrosyad Gasek Malang), dengan Tausyiah dari Almukarom Romo KH. Anwar Iskandar (Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, Pengasuh Ponpes Al Amin Ngasinan Kediri).

Saat sambutan, Kiai Marzuqi mengenang Kiai Din sebagai sosok yang totalitas perjuangannya untuk NU sangat sangat luar biasa. Dari mulai keluarga, sampai dengan alumni diwajibkan untuk turut serta dalam ngurip-nguripi NU. Sampai-sampai Kiai Marzuqi mengenang satu dawuh dari Kiai Din: “Podo-podo ahlussunah waljamaah, tapi nek ora NU, ora. (Sama-sama ahlussunah wal jamaah, tapi kalau tidak NU, tidak).”

Cerita dari Romo Kiai Anwar Iskandar tentang Kiai Din lebih menarik lagi. Kiai Anwar sudah mengenal sosok Kiai Din sejak tahun 1969. Ketika itu Kiai Anwar pernah nderekne ngaji posoan di pondok Ploso. Sejak pertemuan pertamanya dengan Kiai Din, Kiai Anwar sudah dibuat kagum. Bahkan menjadikan Kiai Din sebagai salah satu sosok yang menginspirasi beliau. 

Kiai Anwar menyebutkan tiga alasan yang menjadikan beliau kagum pada sosok Kiai Din. Pertama, tentu kealiman dan kedalaman ilmu Kiai Din. Ke dua, Kiai Din sebagai pengusaha sukses pada saat itu. Dan ke tiga, Kiai Din sebagai seorang organisatoris. Soal kealiman dan kedalaman ilmu, Kiai Anwar menyaksikan langsung diusia Kiai Din saat itu, beliau sudah menguasai kitab-kitab kuning. Bahkan kitab Alfiah selesai dibacakan oleh Kiai Din saat ngaji posoan. 

Selain alim, Kiai Din juga sosok pengusaha kontaktor yang sukses. Menjelang akhir tahun 1960 an, Kiai Din memiliki sebuah CV yang diberi nama CV. Kiai Mojo. Di sekitaran Kediri pada saat itu, CV milik Kiai Din ini terbilang yang paling sukses. Dan dipercaya oleh pemerintah pada waktu itu untuk menggarap beberapa pengerjaan infrastruktur dari mulai jalan, sampai bendungan. 

Meski alim, putra kiai besar dan sudah sukses dibidang usaha kontraktor, Kiai Din adalah seorang organisatoris yang mengabdikan waktu dan tenaganya untuk Nahdlatul Ulama. Bahkan beliau ngurip-nguripi NU dari tingkat kecamatan dengan pernah menjabat sebagai Ketua MWC NU Kec. Mojo kala itu. Kegigihan dan komitmen Kiai Din dalam hal ngurip-nguripi NU tidak hanya dicurahkan dengan tenaga dan pikiran semata, tapi juga materi. Penghasilan yang beliau dapatkan dari usahanya, dialokasikan untuk ngurip-nguripi NU di Kec. Mojo. 

Sampai akhirnya Kiai Din memilih berhenti total dari akfitasnya sebagai pengusaha dan organisatoris NU saat ayahanda tercinta, Almukarom Almagfurlah Simbah KH. Ahmad Djazuli Utsman kapundut sowan keharibaan Allah SWT. Kiai Anwar mengenang saat itu Kiai Din sudah berniat tawakkaltu alallah untuk berhenti total dari dunia usaha. Termasuk dari aktifitasnya di NU. Kiai Din sadar, sepeninggal ayahanda tercinta, Pondok Al Falah Ploso membutuhkan penerus. Selain itu, ibunda Kiai Din, Simbah Nyai Rodliyah Djazuli juga memprotek putra-putranya dengan sangat ketat agar apa yang sudah dirintis oleh Sang Blawong bisa terjaga dan lestari. Dan alhamdulillah, terbukti di tangan putra-putra Kiai Djazuli, sampai saat ini kehadiran Pondok Ploso masih berkibar dengan sangat pesat sampai dengan hari ini. 

Kiai Anwar melihat itu sebagai sebuah pengorbanan yang luar biasa. Meski sejatinya saat Konferwil NU Jawa Timur diselenggarakan di Pondok Ploso, Kiai Din pernah didaulat untuk menjadi Rois Syuriah PWNU Jawa Timur. Namun beliau menolak dengan halus dan lebih memilih fokus di Pesantren. 

Meski tidak lagi aktif sebagai pengurus NU, Kiai Din tetap turut serta ngurip-nguripi NU dari pesantren. Hal itu dibuktikan Ploso berhasil mencetak santri-santri yang unggul. Bahkan tak sedikit alumni-alumninya yang menjadi Kiai dan turut serta aktif di Nahdlatul Ulama. 

Suatu ketika, Kiai Din pernah dawuh: “Tidak sulit untuk membubarkan NU. Ketika orang tua Nahdliyin tidak mau lagi mengirimkan anaknya ke pondok pesantren, ketika alumni-alumni pondok pesantren tidak lagi mengirimkan anaknya ke pondok pesantren, pondok pesantren akan sepi. Dan saat pondon pesantren sudah sepi dari santri, lambat laun NU akan bubar dengan sendirinya.”

Ya Allah. Semoga kita semua mampu meneladani beliau. Dan satu hal yang terpenting bagi kami, semoga kami senantiasa diakui menjadi santrinya beliau. Amin. 

______________

*Alumni Alfalah Ploso Kediri, PCNU Tasikmalaya.

Ila hadroti KH. Zainudin Djazuli, Alfatihah

https://www.halaqoh.net/2021/07/keteladanan-kiai-zainuddin-djazuli.html