Bagaimana Menyikapi ChatGPT-4 sebagai Aplikasi Belajar Agama?

Bagaimana suasana lebaran yang kamu alami tahun ini? Apakah masih jadi ajang pamer kesuksesan atau makin banyak drama karena pertanyaan tentang masa depan? Apa boleh buat membicarakan masa depan dengan bayangan kemenangan memang lebih menarik dari pada mengenang masa lalu yang getir karena memori kekalahan.

Baiklah, pada tulisan ini saya hendak menambahkan satu gambaran masa depan tentang kemungkinan cara generasi selanjutnya belajar agama. Namun sebelumnya, saya harap kita sudah sepakat tentang perbedaan mendasar antara: data, informasi, dan pengetahuan agar tidak miss persepsi dalam memperlakukan ketiganya. Apalagi ketika hendak menentukan sikap. Waspadalah, salah persepsi terhadap kode-kode dari gebetan bisa berakibat fatal dalam menentukan strategi lanjutan.

ChatGPT-4 dan Ngaji Posonan #5

Bermula dari tak sengaja mencuri dengar tema ngaji posonan #5 di Pondok Pesantren Budaya Kaliopak, yakni: “Aswaja dan Keterasingan Manusia Kontemporer”, saya akhirnya memutuskan untuk mendaftar dan mengikuti kajian selama 17 hari (6-21 Ramadan 1444 H/ 27 Maret-12 April 2023). Pada kegiatan inilah saya mulai mengenal ChatGPT, tepatnya setelah diskusi hari pertama Pak Taufik Rahzen memantik dengan narasi bahwa kemajuan teknologi AI dalam chatGPT menjadi penanda peperangan manusia yang sebenarnya adalah melawan masa depan.

Saat itu, saya tidak langsung mengambil kesimpulan karena kebetulan tahun lalu, saya sempat terlibat dalam proyek pengembangan AI untuk kesehatan sebagai tim branding. Thesis yang hendak dikembangkan proyek itu adalah bagaimana cara memanfaatkan data-data pasien yang melimpah menjadi informasi yang aplikatif untuk mendeteksi penyakit dan pencegahanya. Kepemilikan data menjadi unic selling point mereka yang kelak dapat diperjual-belikan.

Enam bulan berikutnya saya juga sempat mendapat tawaran workshop pembuatan chatbot pendidikan dengan coding atau bahasa pemograman untuk non-programer. Setelah membaca proposalnya dengan seksama, menurut saya wokshop tersebut cukup menarik, namun tidak cukup baik jika diterapkan dalam proses belajar karena persoalan keterbatasan data dan ketergantungan dalam mengolah informasi menjadi pengetahuan.

Berbekal dua pengalaman tersebut, maka saya tidak terlalu khawatir dengan narasi AI sebagai penanda peperangan manusia melawan masa depan. Karena pada dasarnya AI adalah teknologi buatan manusia yang pasti memiliki beberapa keterbatasan. Namun, ketika dalam diskusi kecil seorang teman ngaji posonan dari Purworejo memperlihatkan kecanggihan ChatGPT-3 yang sudah terinstal di gadgetnya, saya-pun terpukau dengan kemampuan parafrase dan kecepatan aplikasi ini dalam mengolah data. Saya kemudian menginstal ChatGPT-4 sebagai versi terbaru yang ternyata baru diluncurkan OpenAI pada tanggal 14 Maret 2023 lalu.

Baca juga:  Dibohongi oleh Mesin

Catatan Penting dari ChatGPT-4

Ada beberapa catatan penting yang perlu kita pahami sebelum mengunakan ChatGPT-4, setelah membaca petunjuk dari web resmi OpenAI dapat saya simpulkan sebagai berikut:

1.      Basis data pengetahuan ChatGPT-4 hanya sampai September 2021. Jadi update data atau informasi yang melebihi bulan dan tahun tersebut belum diketahui oleh ChatGPT-4.
2.      GhatGPT-4 adalah model bahasa AI yang dilatih menggunakan milyaran kalimat dari berbagai sumber sehingga model ini dapat menangkap berbagai gaya bahasa dan konteks percakapan. Maka kemampuan kita dalam merangkai pertanyaan sangat mempengaruhi respon jawaban yang akan diberikan ChatGPT-4.
3.      ChatGPT-4 merupakan sebuah mesin yang tidak mampu memahami emosi manusia. Sehingga jangan coba-coba memberikan pertanyaan yang emosial, contoh: Apakah kamu sedang jatuh cinta? Percayalah pertanyaan itu akan sia-sia.
4.      Kecanggihan ChatGPT-4 terletak pada kekayaan data yang dimilikinya, namun demikian kita juga perlu memeriksa kemungkinan silang informasi untuk memastikan akurasi dan relevansinya.

Menurut saya penting bagi kita sebagai pengguna untuk memahami kelebihan dan keterbatasan ChatGPT agar dapat menggunakanya dengan baik dan tepat guna. Jika tidak kita hanya akan menjadikan teknologi sebagai alat kepentingan yang dapat menyebabkan keterasingan.

Agama sebagai Rantai Ingatan

Kembali pada hari-hari berikutnya ketika saya mengikuti ngaji posonan #5 di Pondok Pesantren Budaya Kaliopak, saya mulai menggunakan ChatGPT-4 untuk mengkonfirmasi informasi-informasi yang baru saya dengar. Misalnya, ketika pada kajian hari ke-10, TG. Ahmad Rafiq, Ph. D menyebutkan satu buku referensi penting tentang agama sebagai rantai ingatan, saya-pun langsung bertanya pada ChatGPT-4 dan hasilnya sebagai berikut:

Buku “Religion as a Chain of Memory” (1993) karya Daniele Hervieu-Leger membahas tentang perubahan dan dinamika agama dalam masyarakat modern. Berikut beberapa poin penting yang dibahas dalam buku tersebut:

1.      Agama sebagai warisan budaya: Hervieu-Leger mengatakan bahwa agama adalah hasil dari warisan budaya yang terus-menerus dipertahankan dan dipindahkan dari generasi ke generasi. Dalam masyarakat modern, perubahan sosial dan teknologi mempengaruhi cara orang beragama dan mempertahankan warisan agama tersebut.
2.      Agama sebagai pengalaman pribadi: Hervieu-Leger mengatakan bahwa pengalaman keagamaan pada masa kini lebih banyak bersifat individual dan pilihan yang disadari. Orang-orang memilih untuk menjadi bagian dari agama tertentu berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi mereka, bukan hanya karena warisan budaya atau kebiasaan.
3.      Agama sebagai proses sosial: Hervieu-Leger menyatakan bahwa agama bukanlah entitas statis yang terpisah dari masyarakat, melainkan sebuah proses sosial yang terus berubah. Proses ini melibatkan interaksi antara individu dengan masyarakat dan kebudayaan mereka, serta perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.
4.      Agama sebagai identitas: Hervieu-Leger berpendapat bahwa agama adalah salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan identitas individu dan kelompok dalam masyarakat modern. Agama dapat menjadi faktor yang mempersatukan atau memecahbelahkan suatu kelompok, tergantung pada cara orang beragama dan memandang diri mereka sebagai bagian dari suatu komunitas.
5.      Agama dalam masyarakat multikultural: Hervieu-Leger menyoroti tantangan dalam menjaga keberlangsungan agama di masyarakat multikultural. Dia menyatakan bahwa dalam konteks ini, agama harus terus beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi serta mempertahankan identitas keagamaan yang khas.

Baca juga:  Idul Fitri, Islam, dan Sains (2): Kuntowijoyo dan Pengilmuan Islam

Dalam buku “Religion as a Chain of Memory” (1993), Hervieu-Leger menawarkan perspektif yang luas dan komprehensif tentang peran agama dalam masyarakat modern, dan mempertanyakan bagaimana agama dapat terus bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan sosial dan budaya yang terus-menerus terjadi.

Bagaimana menurut kamu?. Jawaban tersebut muncul hanya dalam beberapa detik. Seiring dengan penjelasan TG. Ahmad Rafiq, Ph. D sebagai pemateri saya kemudian mencoba mengkonfirmasi jawaban ChatGPT-4 sebagai perbandingan. Hasilnya ternyata cukup akurat dan relevan. Parafrase ChatGPT-4 ini setidaknya dapat menjadi pengantar pemahaman saya sebagai orang awam yang mengikuti kajian malam itu.

Serat Wirid Hidayat Jati

Tentu saya semakin tertarik untuk menguji kecanggihan ChatGPT-4 ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Hingga di malam refleksi ngaji posonan #5 Pondok Pesantren Kaliopak, K.H. Jadul Muala menjelaskan ajaran penting tentang hidup beragama yang telah kami lakoni sebagai peserta ngaji posonan dari salah satu karya sastra jawa kuno karya Ronggo Warsito. Saya-pun kembali bertanya pada ChatGPT-4 untuk mengkonfirmasi pengalaman dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Serat Wirid Hidayat Jati adalah salah satu karya sastra Jawa kuno yang ditulis oleh Ronggo Warsito pada abad ke-19. Serat ini berisi ajaran tentang hidup beragama yang ditujukan bagi umat Islam. Beberapa poin penting dalam Serat Wirid Hidayat Jati Ronggo Warsito adalah sebagai berikut:

Baca juga:  Dualisme Sains

1.      Iman dan Taqwa: Dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Ronggo Warsito menekankan pentingnya memiliki iman dan taqwa yang kuat. Iman yang kuat akan membawa keberkahan dalam hidup, sedangkan taqwa akan membuat seseorang senantiasa taat kepada Allah dan menjauhi perbuatan dosa.
2.      Pengendalian diri: Ronggo Warsito mengajarkan tentang pentingnya pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup pengendalian emosi, keinginan, dan perilaku agar seseorang dapat hidup dengan penuh kesabaran, kerendahan hati, dan kebijaksanaan.
3.      Kebaikan sosial: Ronggo Warsito juga menekankan pentingnya berbuat kebaikan kepada sesama, seperti memberikan sedekah, membantu orang yang membutuhkan, dan memperjuangkan keadilan.
4.      Kebenaran dan keselamatan: Serat Wirid Hidayat Jati juga menekankan pentingnya mencari kebenaran dan keselamatan. Seseorang harus senantiasa berusaha mencari kebenaran dalam segala hal dan menjauhi perbuatan yang dapat membahayakan keselamatannya.
5.      Zikir dan doa: Ronggo Warsito juga menekankan pentingnya zikir dan doa dalam kehidupan beragama. Zikir dan doa akan membantu seseorang untuk memperkuat iman, mendekatkan diri kepada Allah, dan meminta perlindungan dan bimbingan dari-Nya.

Serat Wirid Hidayat Jati Ronggo Warsito merupakan karya sastra yang penting dalam budaya Jawa dan merupakan salah satu sumber ajaran keagamaan yang berharga bagi umat Islam di Indonesia.

Kini saya memahami maksud di balik narasi yang dilontarkan pak Taufik Rahzen terkait kehadiran ChatGPT sebagai penanda bahwa peperangan manusia adalah melawan masa depan. Bahwa kita harus mampu memaknai kehidupan beragama sebagai cara membangun harapan dalam menghadapi masa depan dengan kesadaran. Sekurang-kurangnya kesadaranlah yang membedakan ilmu dan pengetahuan ketika kita hendak mengamalkan agama sebagai tertib dalam kehidupan sehari-hari dan di sanalah peran guru yang tak dapat tergantikan.

https://alif.id/read/vedy-santoso/bagaimana-menyikapi-chatgpt-4-sebagai-aplikasi-belajar-agama-b247640p/