Sekolah di Tengah Hutan: Lebih Banyak Mainnya daripada Duduk Sedekapnya

Oleh Prov. Among Kurnia Ebo, Traveler, YouTuber Travelebo

SMK yang diinisiasi Kiai Aguk Irawan ini memang unik sekaligus menarik. Sempat ditayangkan juga di kanal youtube Travelebo.

Pertama, berdiri di tengah hutan jati. Di pinggiran Bantul. Kanan kiri menuju sekolah sekaligus pesantren ini yang terlihat hanya pepohonan, kebun-kebun penduduk yang penuh tanaman produktif. Yang baru pertama kali ke sana pasti muncul rasa degdegan, bener nggak ini jalan menuju sekolah peradaban itu.

Di pikiran saya, ini mirip romo-romo dulu kalau mau bikin seminari. Cari lokasinya yang sejuk, penuh dengan pepohonan rindang, sepi dari bising suara kendaraan, sehingga sangat nyaman dan enak untuk suasana belajar. Ilmu mudah masuk di tempat yang tenang dan tidak terganggu fokusnya dengan hilir mudik manusia atau kendaraan.

Manusia-manusia kreatif memang sering muncul dari tempat yang sunyi. Video selengkapnya klik di sini.

Kedua, sistem pembelajarannya juga lucu. Lebih banyak praktik di lapangannya daripada di dalam kelasnya. Kesannya jadi kayak sekolah main-main. Meskipun yang diajarkan semuanya serius.

Misalnya belajar bahasa Inggris, paling di kelasnya hanya beberapa menit saja. Selanjutnya siswa diajak keluar kelas lalu masuk hutan (tanpa membawa gelas lalu membantingnya biar gaduh). Siswa diajak mengamati pohon, lalu diterangkanlah segala sesuatu tentang pohonnya itu dalam bahasa inggris. Mulai dari akar, ranting, daun, buah, pucuk, kulit, batang, tetesan embun, sarang burung, sinar matahari yang menerabas dedaunan. Semuanya dalam bahasa Inggris. Begitu juga saat tanya jawab, nggak peduli salah atau keliru yang penting ngomong dalam bahasa Inggris. Dari situlah pembetulannya dilakukan, saat praktik di lapangan.

Tidak sampai di situ. Begitu masuk kelas lagi, mereka diwajibkan untuk menuliskan kembali segala kesan dan ingatannya saat bermain ke hutan tadi. Dalam bentuk tulisan bebas. Ada yang menjadi puisi, ada yang berbentuk cerpen, ada yang dalam bentuk reportase, ada yang menulis artikel tentang lingkungan hidup, dan bermacam-macam bentuk goresan pena. Di akhir semester semua tulisan-tulisan siswa itu akan diterbitkan dalam bentuk buku. Tentu saja setelah melalui proses editing dan perbaikan sana sini.

Jadi, kalau di sekolah-sekoah lain, siswanya masih minta kiriman dari orang tuanya, di SMK Peradaban Desa ini justru banyak yang sudah mengirimi orang tuanya uang. Karena banyak dari mereka yang tulisannya dimuat di media massa atau buku mereka diterbitkan penerbit di Yogyakarta. Honorarium karya mereka itulah yang kemudian dikirim ke orang tuanya.

Setidak-tidaknya, rata-rata siswa sudah tidak minta kiriman duit dari orang tuanya. Mereka sudah tahu betapa mudahnya mencari uang dari kreativitas menulis, membuat konten krearif, membuat film animasi, menjual naskah novel, menerjemahkan karya-karya sastra dari luar. Semua itu menghasilkan uang yang lumayan besar buat ukuran anak SMK.

Memang belum sehebat SMK di Kudus yang karya-karya sudah sekelas Hollywood itu. Karena fasilitas di Bantul ini memang belum sesempurna di Kudus yang mendapatkan sokongan dari sebuah pabrik rokok. Tapi, secara gagasan, ide, kreativitas serta out put yang dihasilkan tidak kalah hebatnya. Setidaknya sudah 16 karya yang dikontrak PH dan siap diproduksi menjadi sinetron atau film layar lebar. Menunggu pandemi berlalu dari bumi nusantara ini.

Selamat buat SMK Peradaban Desa.
Semoga bisa membawa nama Bantul ke bentara internasional.