Perayaan Malam Nuzulul Qur’an: Jadikan sebagai Momentum Literasi Religius

Oleh A. Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sudah menjadi tradisi perayaan Nuzulul Qur’an digelar pada malam 17 Ramadan setiap tahunnya. Tahun ini, Nuzulul quran (17 Ramadan 1443 H) jatuh pada Senin malam, 18 April 2022 M. Menurut perhitungan Ru’yat Kementerian Agama RI. Lumrahnya di Indonesia, terdapat beragam acara yang dihelat untuk memperingati Nuzulul Quran seperti tumpengan, pengajian, istigasah, hingga khataman Al-Qur’an.

Ceramah-ceramah keagamaan hampir tiap acara di media televisi (TVRI secara khusus menggelar Nuzulul Qur’an. secara kenegaraan). Begitu pun yang selenggarakan memenuhi hampir semua masjid. Perayaan itu bertujuan untuk memperingati turunnya wahyu Al-Quran pertama kali pada Nabi Muhammad SAW. Terkadang pengisi ceramah malam Nuzulul Qur’an di suatu masjid menjadi daya tarik tersendiri agar jemaah dapat terus hadir berjamaah salah tarawih atau salat subuh di masjid tertentu. Semua itu menercerminkan betapa Ramadhan pada umumnya tidak hanya menjadi suatu momen perjalanan dan pendidikan spiritual (rihlah atau madrasah ruhiah) seorang Muslim, tetapi juga momen pencarian pengetahuan keagamaan (rihlah ‘ilmiyah).

Namun demikian, yang penting dicermati adalah; pertama; apakah akses pengetahuan keagamaan/religius tersebut dapat memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan keagamaan dan sosial mereka? Kedua; perlu dipertanyakan pula apakah akses pengetahuan keagamaan/religius ini dapat meningkatkan kepada sebuah kualitas literasi agama seseorang?. Pertanyaan seperti ini penting dikemukakan sebab puasa Ramadhan tahun ini (1443H/2022H) diawali dengan peritiswa yang justru mengusik makna dan rasa keagamaan kita. Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam dan manusia dibajak untuk kepentingan yang keji: membunuh. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam ajaran Islam seakan tertutup oleh perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai luhur tersebut. Pemahaman tentang agama justru menjadikan seseorang tidak literat dalam hal agama.

Pertama: Literasi agama bukan hanya dimaknai sebagai mengetahui sebuah ajaran agama tertentu. Bukan pula hanya mampu dapat membaca teks-teks keagamaan, baik sakral maupun profan tertentu. Sejatinya literasi agama bukan pula sekadar mengetahui atau memahami ritual-ritual dalam agama dan mengerti apa yang dikatakan kitab suci tentang agama atau kewajiban-kewajiban agama yang harus dijalankan.

Kedua: Literasi agama adalah suatu kemampuan untuk melihat dan mengalisis jalinan yang mendasar antara agama dengan kehidupan sosial, politik dan budaya melalui berbagai perspektif. Literasi agama mengandaikan beberapa hal: (1) pemahaman mendasar tentang teks-teks sentral yang menjadi inti ajaran keagamaan, sejarah, dan manifestasi kontemporer tradisi keagamaan yang terbentuk sesuai konteks sosial, politik dan budaya tertentu. (2) literasi agama mengandaikan adanya kemampuan untuk melihat dan mengeksplorasi berbagai dimensi ekspresi politik, sosial dan budaya dari sebuah agama dalam ruang dan waktu tertentu (Dinham, 2015).

Ketiga: Literasi agama juga menyarankan pada bentuk pembelajaran agama yang interaktif, dialogis dan argumentatif. Literasi agama mempelajari bagaimana seorang beragama mengajukan argumen dalam berbagai keragaman pemahaman agama yang ada, bukan untuk saling menyalahkan dan menghakimi, tetapi agar saling dapat memahami, ‘saling setuju dalam ketidaksetujuan.’ Hal itu dimungkinkan karena literasi agama adalah pembelajaran agama yang tidak semata doktriner, tetapi kontekstual.

Keempat: biasanya literasi agama ditandai keterpusatan pada pemahaman teks, baik teks suci maupun teks-teks keagamaan lainnya. Biasanya ini disampaikan oleh para kyai, ustaz, atau tokoh-tokoh agama yang mengajarkan atau memberikan ceramah keagamaan. Maka, dari itu seseorang dikatakan literat dalam hal agama pertama kali adalah dilihat pada penguasaannya terhadap teks-teks keagamaan. Teks-teks keagamaan yang utuh tentu saja tidak hanya bisa didapatkan ketika seseorang hanya mendengar terlebih-lebih hanya sekilas, melalui siaran-siaran televisi atau media sosial. Namun demikian, penguasaan terhadap teks-teks keagamaan tersebut tidak menjamin juga seseorang literat agama.

Kelima: Literasi agama bukan hanya tentang kemampuan membaca dalam arti keterampilan ‘mengeja’ teks-teks agama. Namun literasi agama adalah perpaduan kemampuan membaca teks agama, menyeleksi informasi dan pengetahuan dalam teks-teks agama tersebut, melihat dan menganalisis dalam jalinan konteks yang beragam, untuk selanjutnya digunakan dalam kehidupan beragama seseorang.

Sejatinya, literasi agama dapat menyumbang pada keharmonisan hidup beragama. Literasi agama yang baik juga dapat menyumbang pada pembentukan pemahaman keagamaan yang inklusif dan toleran. Oleh karena itu, momentum Nuzulul Qur’an Ramadhan tahun 1443 H., dengan spirit iqranya karena ayat Alquran pertama yang turun di dalamnya berisi tentang perintah peningkatan kualitas literasi, dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan literasi religius, sehingga menjadi seorang yang beragama dengan saleh, sekaligus menjadi warga negara yang baik. Semangat mencari pengetahuan agama yang semarak di bulan Ramadhan dapat terus dilakukan di bulan-bulan lainnya sebagai sebuah upaya peningkatan literasi agama secara terus menerus. Walahu A’lam Bishowab

Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti PerguruanTinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengem-bangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri/Ketua Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Provinsi Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search?+a.rusdiana+shopee & source (3) https://play.google.com/store/books/author?id.