Mengelola Rasa Cinta Dalam Sudut Pandang Islam

LADUNI.ID, Jakarta – Dalam kehidupan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan potensi bagi manusia. Potensi itu berupa hajatul udwiyah (kebutuhan jasmani), naluri, dan akal. Adapun kebutuhan jasmani, Allah memberi potensi ini berupa rasa lapar, haus, buang air kecil dan besar, dan sebagainya. Sedangkan naluri, Allah berikan bagi manusia naluri beragama, naluri berkasih sayang, dan naluri mempertahankan diri.

Di antara naluri berkasih sayang itu terwujud dalam rasa sayang dan disayangi. Naluri berkasih sayang ini tidak hanya kepada lawan jenis. Bisa pada orang tua, saudara, teman, atau kerabat. Jadi, naluri berkasih sayang tidak sekadar diekspresikan dalam aktivitas pacaran atau pernikahan. Sedangkan akal, diberi potensi berupa berpikir. Itulah mengapa Allah menghendaki kita agar berpikir dulu sebelum beramal.

Setiap insan pasti pernah merasakan jatuh cinta. Bagaimana rasanya mencintai seseorang dan bagaimana rasanya ditinggalkan orang tersayang. Dan bagaimana rasanya diduakan oleh sosok terkasih. Terutama kalangan milenial tentu sudah tak asing dengan sesuatu bernama ‘cinta’. Kebanyakan mereka mengekspresikan rasa cinta pada seseorang melalui aktivitas pacaran. Bahkan tak jarang yang merealisasikan rasa cinta itu dengan berzina. Alias berhubungan intim layaknya suami istri.

Bagaimana sebenarnya konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja yang sedang jatuh cinta ?

Allah SWT berfirman dalam Al Quran :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ (١٤)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS.Ali Imran 3:14).

Dalam  ayat diatas dijelaskan bahwa dalam diri manusia memang telah ditanam benih-benih cinta yang suatu waktu bisa tumbuh seketika saat menemukan kecocokan jiwa.

Cinta adalah fitrah.
Allah SWT memberikan rasa cinta agar manusia memiliki kasih sayang dengan manusia lainnya.
Sebagaimana firman Allah SWT (QS. Ar Rum 30: 21)

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ (٢١)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Cinta adalah kemurnian. Putih, bersih dan suci.
 Allah SWT berfiman (QS. MARIYAM 19:96)

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا (٩٦)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah [911] akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” [911]. Dalam surat Maryam ini nama Allah AR RAHMAAN banyak disebut, untuk memberi pengertian bahwa,Allah memberi ampun tanpa perantara.

Maka Tak layak dieskpresikan dalam kemaksiatan. Sebab, hal itu akan menodai kesucian cinta yang Allah berikan pada manusia. Allah memberi potensi berupa naluri berkasih sayang bukan untuk dibelokkan pada cara dan jalan yang salah.

Menyalurkan rasa cinta semestinya sesuai tuntunan Allah. Bukan menyesuaikan kehendak hati manusia. Sebab, hati itu relatif. Karena di dalamnya terdapat nafsu. Jika hati dituntun nafsu, ia selalu meminta pemuasan tak berujung. Jika hati dibimbing wahyu, ia akan dikendalikan oleh pedoman dan aturan Tuhan. Maka dari itu, manusia tak boleh mengekspresikan cinta ke sembarang orang.

Ada dua hal yang menjadi sebab mengapa banyak manusia gagal mengelola rasa pada waktu dan tempat yang tepat.
1. Pertama, faktor internal. Faktor internal ini bisa berupa kurangnya iman dan minimnya ilmu. Tak dapat dipungkiri, iman adalah benteng pertama bagi setiap manusia. Iman dan ilmu adalah dua hal yang saling terkait.

Baca juga : Kitab terjemahan fathul muin juz 3- bab nikah

Beriman tanpa ilmu itu buta. Artinya, merealisasikan iman harus didasari dengan ilmu agar tak salah jalan. Berilmu tanpa iman itu rapuh. Maksudnya adalah orang berilmu tapi jika ia tak menyandingkan ilmunya dengan keimanan hanya akan menjadi manusia yang tak memiliki ruh. Ruh yang dimaksud adalah idrak shillah billah, gaitu kesadaran hubungan dia dengan Allah. Kecerdasannya harus bermanfaat dan bermaslahat bagi manusia.

2. Kedua, faktor eksternal, yaitu lingkungan. Lingkungan memiliki pengaruh yang besar. Salah teman bisa salah pergaulan. Salah tontonan bisa menyesatkan. Inilah pentingnya bagi kita agar meningkatkan iman dan menambah ilmu sebelum mengamalkan.
Mencintai dan dicintai itu bukanlah sebuah kesalahan. Tanpa cinta, manusia bagai robot. Dingin dan tak bernurani. Sebab, cintalah yang memberi nurani. Hanya saja, mengelola rasa cinta haruslah benar sesuai tuntunan syariat Islam. Bukan diumbar tanpa batasan.

Islam sudah memberi petunjuk dalam mengelola rasa cinta. Bila tak mampu menahan, menikahlah. Bila belum mampu menikah, maka berpuasalah. Dalam Islam, rasa cinta pada lawan jenis hanya diridhoi dalam ikatan pernikahan. Bukan zina atau pacaran. Isilah amal dengan kebaikan menular. Bukan kemaksiatan menjalar. Mengisi waktu dengan berbagai kegiatan yang positif akan mengalihkanmu  kebaperan yang terus menderu.

___________________

Sumber : Dari Berbagai Sumber Buku Islam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal  27 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan

Editor : Lisandipo

https://www.laduni.id/post/read/55003/mengelola-rasa-cinta-dalam-sudut-pandang-islam.html