Kisah Karomah Gus Miek dan Semut Hitam

Laduni.ID, Jakarta – Di desa Ploso, Mojo Kediri, Jawa Timur, ada seorang faqir, biasa dipanggil Pak Adnan. Dialah yang membuat makanan yang dititipkan di kantin Pondok Al-Falah Ploso, Kediri. 

Ceritanya, Pak Adnan mempunyai keponakan yang sampai berusia 9 tahun belum bisa jalan. Semua upaya sudah dilakukan, entah berkonsultasi ke dokter, tabib, atau kyai. Tetapi, Pak Adnan belum bertemu dengan Kyai Hamin Tohari Djazuli atau Gus Miek, meminta doanya beliau untuk kesembuhan keponakannya. Karena memang susah mencari Gus Miek. 

Suatu ketika, setelah selesai jemaah di Masjid Pondok Ploso, Pak Adnan, melihat Gus Miek tengah duduk santai tanpa baju atasan di teras madrasah di pelataran masjid. Nalurinya bergerak cepat untuk mendekati Gus Miek dan menceritakan perihal keponakannya. 

Setelah Pak Adnan bercerita, Gus Miek lalu berdawuh: “lah opo mbok kiro aku dukun?”

“Nggeh mboten Gus, nyuwun barokah doa njenengan,” timpal Pak Adnan yang tidak gentar dengan pernyataan Gus Miek seraya mengharapkan dan menantikan doa untuk kesembuhan keponakannya. 

Setelah terdiam sejenak, Gus Miek kembali berdawuh: “Yo wes aku gelem njalukne nyang pengeran tombo ponakanmu tapi syarate 1, ojo mbok critokne sopo-sopo. Lek mbok critokne, ponakanmu waras, awakmu sing mati. Kecuali aku wes mati gpp bok critakne,” tegas Gus Miek yang akhirnya bersedia membantu niat Pak Adnan. 

Pak Adnan menyanggupi syarat yang disampaikan Gus Miek. Putra dari pasangan Kyai Haji Ahmad Djazuli Usman dan Nyai Hajjah Rodliyah itu lalu berpesan kepada Pak Adnan untuk mencari semut hitam. 

“Saiki muliho golek o semut sing rupane ireng trus dulang no nyang ponakanmu,” kata Gus Miek. 

Dengan mantap, Pak Adnan pulang dan mencari semut hitam untuk disuapkan ke keponakannya yang selama sembilan tahun lamanya berada di kasur saja. Setelah disuapkan, Pak Adnan keluar, dan kembali 1 jam kemudian.

Setelah ditengok, rupanya keponakannya tidak ada di kasurnya, dan setelah dicari-cari ternyata ada di sumur tengah menimba air. Melihat peristiwa itu, Pak Adnan, menangis sebagai ekspresi syukurnya atas kesembuhan keponakannya. Setelahnya, Pak Adnan tetap berkomitmen memegang teguh janjinya kepada Gus Miek untuk tidak menceritakannya kepada siapa-siapa, terkecuali selepas Gus Miek wafat. 

Sampai Gus Miek wafat, 5 Juni 1993, Pak Adnan baru berani di membagikan ceritanya secara terbatas. Ketika ada seseorang yang mempunyai masalah yang sama, Pak Adnan lalu berinisiatif meniru jejak Gus Miek yaitu dengan mencari semut hitam yang diyakini sebagai ‘obat’  kesembuhan seorang anak yang tidak bisa berjalan. Setelah beberapa kali semut hitam disuapkan kepada anak yang mengidap penyakit sulit berjalan, ternyata kesembuhan tidak juga datang. Dari peristiwa itu, jelas bukan lantaran semut semata, tetapi faktor munajat seorang Waliyullah bernama Gus Miek. Wallohu a’lam bishowab. (Dilansir dari: IG omahsantri.id)
 

https://www.laduni.id/post/read/72065/kisah-karomah-gus-miek-dan-semut-hitam.html