Biografi Syaikh Datuk Kahfi

1.1   Lahir
1.2   Riwayat Keluarga Syaikh Datuk Kahfi
1.3   Nasab Syaikh Datuk Kahfi
1.4   Wafat    

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
2.2   Guru-guru Syaikh Datuk Kahfi

3.1   Anak-anak Beliau
3.2   Murid-murid Syaikh Datuk Kahfi

5.1   Puser Bumi Gunung Jati

6.1   Wejangan Syaikh Datuk Kahfi

7.1   Gapura Bersayap di Pintu Makam Syekh Datuk Kahfi
7.2   Sumur Jalatunda dan Sumur Tegangpati

1  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir

Syekh Nurjati ketika lahir di Malaka sekitar pertengahan Abad 14 dan di kenal dengan nama Syekh Datuk Kahfi, putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama besar. Syekh Datuk Ahmad putra dari Maulana Isa, yang juga seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Syekh Datuk Ahmad mempunyai adik yang bernama Syekh Datuk Sholeh, ayahanda dari Syekh Siti Jenar (Abdul Jalil). Jadi Syekh Datul Kahfi adalah saudara sepupu dari Syekh Siti Jenar.
Syekh Datuk Kahfi memiliki tiga orang adik, yaitu :

  1. Syekh Bayanullah yang mempunyai pondok di Mekah, yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di wilayah Cirebon.
  2. Datuk Musa yang menjadi Saudagar di Bandar Malaka
  3. Serta seorang adik wanita yang menikah dengan Raja Upih Malaka. Buah dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putri  yang kelak  menikah dengan Dipati Unus dari Demak.

Syekh Datuk Kahfi memiliki beberapa nama lain, seperti:

  1. Syekh Dzatul Kahfi.
  2. Syekh Maulana Idholfi Kahfi.
  3. Syekh Nurul Jati.

1.2    Riwayat Keluarga Syaikh Datuk Kahfi

Syaikh Datuk Kahfi menikah dengan Syarifah Halimah/ Nyi Ratna Jatiningsih/ Nyi Rara Api sewaktu menuntut Ilmu di Baghdad. Syarifah Halimah putri dari Ali Nurul Alim/ Ali Nurul Alam.  Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit
Mereka dikaruniai empat orang anak, yakni : 

  1. Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan).
  2. Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan).
  3. Syarifah Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad).
  4. Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan). 

.
Syaikh Datuk Kahfi Juga Mempunya Istri Bernama Nyai Rara Anjung akan tetapi tidak dikaruniai keturunan.

Syaikh Datuk Kahfi Juga Menikah dengan Hadijah, Cucu dari Haji Purwa Galuh (Raden Bratalegawa, orang pertama yang pergi berhaji dari Jawa Barat, yang saat itu masih bernama Kerajaan Galuh). Dan dikaruniai satu orang putri:

  1. Nyai Ageng Muara

1.3       Nasab Syaikh Datuk Kahfi

Syekh Datuk Kahfi, putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama besar. Syekh Datuk Ahmad putra dari Maulana Isa, yang juga seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya.Berikut ini Silsilah Nasab Syaikh Datuk Kahfi:

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti
  3. Al-Imam Al-Husain bin
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq bin
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
  11. As-Sayyid Ubaidillah bin
  12. As-Sayyid Alwi bin
  13. As-Sayyid Muhammad bin
  14. As-Sayyid Alwi bin
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
  19. As-Sayyid Abdullah bin
  20. As-Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin
  21. As-Sayyid ‘Isa ‘Alawi bin
  22. As-Sayyid Ahmad/ Syaikh Datuk Ahmad
  23. As-Sayyid Maulana Idhofi Mahdi/ Syaikh Datuk Kahfi

1.4    Wafat

Syekh Nurjati meninggal dan dimakamkan di Gunung Jati. Sedangkan Syarif Hidayatullah meninggal di Gunung Jati sehingga disebut Sunan Gunung Jati, namun dimakamkan di Gunung Sembung, sebelah barat Gunung Jati. 

Gapura bersayap di pintu makam Syekh Nurjati adalah sebagai penanda masuknya agama  Islam di Cirebon. Model gapura ini merupakan salah satu karya adi luhung orang Cirebon, pada awal abad ke 15-17 Masehi. Karya adi luhung ini merupakan karya dekoratif yang sebenarnya lumrah di pesisir pantai utara Jawa.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Syaikh Datuk Kahfi

2.1  Mengembara Menuntut Ilmu

Sejak kecil Syaikh Datuk Kahfi dibimbing oleh ayahanda beliau Syaikh Datuk Ahmad. Setelah beranjak dewasa Syekh Datuk Kahfi melanjutkan perjalanannya menuntut ilmu di kota Mekah, Sampai akhirnya Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad.

2.2  Guru-guru Syaikh Datuk Kahfi

  1. Syaikh Datuk Ahmad

3   Penerus Beliau

3.1   Anak-anak Syaikh Datuk Kahfi

1.    Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan).
2.    Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan).
3.    Syarifah Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad).
4.    Syekh Datul Khafid
5.    Nyai Ageng Muara

3.2       Murid-murid Syaikh Datuk Kahfi

1.    Ki Danu Sela. 
2.    Ki Samadullah atau Pangeran Walangsungsang.
3.    Nyi Indang Geulis.
4.    Nyi Mas Ratu Rarasantang.(Ibunda Syarif Hidayatullah/ Sunan Gunung Jati). 
5.    Syaikh Siti Jenar.
6.    Sunan Gunung Jati.
7.    Maulana Magribi. 
8.    Pangeran Makdum.
9.    Sunan Kalijaga.
10.    Maulana Syekh Bantah. 
11.    Syekh Majagung.
12.    Mbah Kuwu Cirebon (Pangeran Cakrabuana).

4         Metode Dakwah Syaikh Datuk Kahfi

Di kampung Pesambangan, Syekh Nurjati melakukan dakwah Islam. Karena menggunakan cara yang bijaksana dan penuh khidmat dalam mengajarkan agama Islam, maka dalam waktu relatif singkat pengikutnya semakin banyak, hingga akhirnya pengguron kedatangan Pangeran Walangsungsang beserta istrinya Nyi Indang Geulis/ Endang Ayu dan adiknya, Nyi Mas Ratu Rarasantang yang bermaksud ingin mempelajari agama Islam.

Mereka adalah cucu dari syahbandar pelabuhan Muara Jati dari jalur ibunya. Kedatangan mereka ke Gunung Jati di samping melaksanakan perintah ibundanya sebelum meninggal, juga bermaksud sungkem kepada eyangnya Ki Gedeng Tapa. Kepergian mereka ke Pangguron Gunung Jati tanpa seizin ayah mereka, Prabu Siliwangi. Karena Prabu Siliwangi kembali memeluk agama Budha setelah Nyi Subang Larang meninggal dunia. 

Tetapi kedua putra-putrinya itu sudah dididik dan diberi petunjuk oleh almarhum ibunya agar memperdalam agama Islam di Pangguron Gunung Jati. Akhirnya mereka pun menuntut ilmu dan memperdalam agama Islam, menjadi santri Syekh Nurjati di Pesambangan Jati. Pada saat mereka bertiga diterima menjadi santri baru, Syekh Nurjati berdoa,  “ Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami orang-orang yang menghidupkan agama Islam mulai hari ini hingga hari kemudian dengan selamat. Amin.”
Di antara murid-muridnya, murid yang tercatat sangat cerdas adalah Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang. Walaupun keduanya telah menjadi muslim sejak kecil, dan belajar ke Syekh Quro, tetapi ketika datang ke pesantren Syekh Nurjati keduanya dan Nyi Indang Geulis (istri Pangeran Walangsungsang), tetap diminta kembali mengucapkan kedua kalimah syahadat. Syekh Nurjati memberi pelajaran kepada mereka mulai dari yang sangat dasar (rukun Islam), tentang pelajaran tauhid sebagai dasar pondasi keimanan. 

Mengapa Syekh Nurjati melakukan metode pengajaran seperti kepada orang yang baru mengenal ajaran dasar Islam? Menururt Besta Basuki Kertawibawa, kemungkinan ada keraguan pada Syekh Nurjati terhadap kadar keimanan dan pengetahuan ketiganya tentang agama Islam. Hal ini dikarenakan Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rara Santang adalah putra-putri dari Raja Pajajaran yang beragama Hindu-Budha. Selain itu, pengalaman mereka tentang agama Islam masih dalam tahapan pemula.
Dalam naskan lainnya diterangkan, Syekh Nurjati mengajarkan membaca syahadat dengan arti dan maksud secara mendalam. Selain itu ada sebuah pesan yang berbunyi:

“Apabila engkau berhajat akan menghadapi seorang kikir, atau orang yang congkak, atau orang yang mempunyai utang yang dikhawatirkan akan berbuat jahat, bacalah sebuah doa yang artinya:

Wahai Tuhan, Engkau yang Maha Mulia dan Maha Besar dan saya adalah hamba-Mu yang rendah dan lemah yang tidak berkekuatan apa-apa melainkan dengan pertolongan-Mu. Wahai Tuhan tundukkanlah kepada saya (si fulan) seperti engkau menundukkan Firaun terhadap Nabi Musa as. Lunakkanlah hatinya seperti engkau telah melunakkan besi terhadap Nabi Daud as. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu melainkan dengan seizin-Mu. Nyawanya ada dalam genggaman-Mu. 

Syekh Nurjati memberi wejangan tentang agama Islam yang diawali oleh firman Allah yang berbunyi:  Yaa ayyuhalladzina aamanu udkhulu fissilmi kaffah (hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam agama Islam secara keseluruhan). Kemudian, ia menjelaskan kandungan pokok ajaran Islam, yakni salat lima waktu, zakat, shaum (puasa), ibadah haji,umrah, perang sabil, ajakan ke arah kebajikan, serta menolak kemunkaran. Selain itu, ia memberikan berbagai macam ilmu, antara lain, ilmu ushuluddin (pokok-pokok agama), ilmu fiqih (aturan hukum keagamaan), dan ilmu tasawuf(penyucian diri)”

Setelah ajaran tentang keimanan diberikan, maka pelajaran secara bertahap terus diberikan. Misalnya pelajaran ilmu fikih sebagai sarana untuk melaksanakan syariat agama Islam. Pelajaran ini mesih dalam taraf yang mendasar sebelum ajaran tentang tarikat, hakikat, dan makrifat. Syekh Nurjati adalah seorang ulama yang menganut mazhab fikiih Imam Syafi’i ( Mazhab Syafi’i). Menurut Rama Guru Pangeran Nurbuat,  tarekat Syattariah masuk ke wilayah Cirebon dibawa oleh Syekh Nurjati.

. 5         Karomah Syaikh Datuk Kahfi

1.3    Puser Bumi Gunung Jati

Konon karena Karomah dan kesaktian yang dimiliki Syekh Datuk Kahfi.Syekh Datuk Kahfi menjadikan puser bumi yang berada di Gunung Jati sebagai tempat duduknya.Dari tempat duduknya itulah terpancar sinar dari dalam bumi yang menghadap ke permukaan tanah pulau Jawa.Sinar itu menyoroti dan mengelilingi tempat beliau duduk yang memancar ke seantero jagat. Dari situlah Syekh Datuk Kahfi dikenal dengan sebutan Syekh Nurjati. Sedangkan tempatnya duduk kemudian dikenal sebagai Puser Bumi Gunung Jati.

Asal Muasal Puser Bumi Konon, menurut cerita dari Cirebon, Pulau Jawa sebelum ajaran Islam berkembang, adalah merupakan hutan rimba yang sangat angker. Penuh dengan rawa yang membanjir. Ditumbuhi banyak pepohonan besar dan semak belukar yang lebat. Pada suatu masa di zaman Nabi Isa, di salah satu puncak gunung, hiduplah seorang pertapa bernama Pendeta Bageral Banjir. Di Gunung Ciremai lah Sang Pendeta diyakini melakukan tapa demi meminta kepada Sanghyang Maha Tunggal supaya diberikan ilmu Wijihing Srandil dan kesempurnaan hidup. Lima belas tahun sudah Pendeta Bageral Banjir bertapa di puncak Gunung Ciremai. 

Tak sia-sia, keinginannya dikabulkan oleh Sanghyang Maha Tunggal. Bersamaan dengan Raga Sukma, ilmu Wijihing Srandil merasuk ke tubuh Pendeta Bageral Banjir. Sang Pendeta langsung merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Bersamaan dengan itu, tanpa disadari oleh Pendeta Bageral Banjir, 
Gunung Ciremai mendadak meletus dahsyat. Puncak Gunung Ciremai itu ambrol, terlepas, terpental melesat jauh ke angkasa dan akhirnya jatuh ke laut. Puncak Gunung Ciremai itu terombang-ambing di perairan laksana perahu dihantam ombak badai. Sementara itu, tubuh Pendeta Bageral Banjir telah raib. Hilang tanpa bekas, bak pindah ke dimensi lain. 

Sekian ratus tahun berlalu, Puncak Gunung Ciremai masih terombang-ambing di laut. Saat itu, datanglah seseorang yang diyakini sebagai Syekh Datuk Kahfi ke puncak gunung yang terombang-ambing itu. Memperhatikan dengan seksama, kemudian meyakini bahwa tempat inilah yang dicarinya. Itulah petilasan tempat bertapa Pendeta Bageral Banjir. Segera sang Syekh tersebut menuntaskan tapa yang pernah dilakukan Sang Pendeta. 

Dari tempat duduk tersebut lalu terpancar sinar dari dalam bumi, menghadap permukaan tanah Pulau Jawa. Sinar itu menyoroti tempatnya duduk, dan berpendar ke seantero jagat. Puncak gunung yang semula terombang-ambing di tengah laut, mendadak diam dan berubah menjadi tanah (daratan) biasa.

6          Keteladanan Syaikh Datuk Kahfi

Semasa hidupnya Syekh Nurjati senantiasa mengamanati setiap santri yang akan meninggalkan Pangguron, dengan perkataan’’settana’’ artinya pegang teguhlah semua pelajaran yang diperoleh dari pengguron Islam Gunung Jati, jangan sampai lepas. Sejak saat itu orang menamakan Kampung Pesambangan dengan nama Settana Gunung Jati. Namun karena pada akhirnya Gunung Jati itu digunakan untuk pemakaman, terutama makam Syekh Nurjati sendiri, maka penduduk Jawa Barat yang sebagian besar  berbahasa Sunda, sebutansettana diganti menjadi astana yang artinya kuburan. Walaupun demikian, penduduk yang berbahasa Jawa Cirebon masih banyak yang menyebutnya settana. Dengan demikian Kampung Pesambangan yang mencakup Gunung Jati sampai sekarang dinamakan Kampung atauDesa Astana. 

6.1       Wejangan Syaikh Datuk Kahfi

Sunan Gunung Jati menemui Syekh Nurjati selama tiga hari tiga malam. Di tempat Syekh Nurjati mereka menerima wejangan-wejangan yang berharga. Antara lain, Syekh Nurjati berkata:

”Ketahuilah bahwa nanti di zaman akhir, banyak orang yang terkena penyakit. Tiada seorangpun yang dapat mengobati penyakit itu, kecuali dirinya sendiri karena penyakit itu terjadi akibat perbuatannya sendiri. Ia sembuh dari penyakit itu, kalau ia melepaskan perbuatannya itu. Dan ketahuilah bahwa nanti di akhir zaman, banyak orang yang kehilangan pangkat keturunannya, kehilangan harga diri, tidak mempunyai sifat malu, karena dalam cara mereka mencari penghidupan sehari-hari tidak baik dan kurang berhati-hati. 
Oleh karena itu sekarang engkau jangan tergesa-gesa mendatangi orang-orang yang beragama Budha. Baiklah engkau sekarang menemui Sunan Ampel di Surabaya terlebih dahulu dan mintalah fatwa dan petunjuk dari beliau untuk bekal usahamu itu. Ikutilah petunjuk beliau, karena pada saat ini di tanah Jawa baru ada dua orang tokoh dalam soal keislaman, ialah Sunan Ampel di Surabaya dan Syekh Quro di Karawang. 
Mereka berdua masing-masing menghadapi Ratu Budha, yakni Pajajaran Siliwangi dan Majapahit. Maka sudah sepatutnyalah sebelum engkau bertindak, datanglah kepada beliau terlebih dahulu. Begitulah adat kita orang Jawa harus saling menghargai, menghormati antara golongan tua dan muda. Selain itu, dalam usahamu nanti janganlah kamu meninggalkan dua macam sembahyang sunah, yaitu sunah duha dan sunah tahajud. Di samping itu, engkau tetap berpegang teguh pada empat perkara, yakni syare’at hakekat, tarekat, dan ma’rifat”.
Demikian wejangan dari Syekh Nurjati kepada Syarif Hidayatullah. 

Syekh Nurjati adalah tokoh utama penyebar agama Islam yang pertama di Cirebon. Tokoh yang lain adalah Maulana Magribi, Pangeran Makdum, Maulana Pangeran Panjunan, Maulana Pangeran Kejaksan, Maulana Syekh Bantah, Syekh Majagung, Maulana Syekh Lemah Abang, Mbah Kuwu Cirebon (Pangeran Cakrabuana), dan Syarif Hidayatullah. Pada suatu ketika mereka berkumpul di Pasanggrahan Amparan Jati, di bawah pimpinan Syekh Nurjati. Mereka semua murid-murid Syekh Nurjati. Dalam sidang tersebut Syekh Nurjati berfatwa kepada murid-muridnya:

”Wahai murid-muridku, sesungguhnya masih ada suatu rencana yang sesegera mungkin kita laksanakan, ialah mewujudkan atau membentuk masyarakat Islamiyah. Bagaimanakah pendapat para murid semuanya dan bagaimana pula caranya kita membentuk masyarakat Islamiyah itu?” .

Para murid dalam anggota sidang mufakat atas rencana baik tersebut. Syarif Hidayatullah berpendapat bahwa untuk membentuk masyarakat Islam sebaiknya diadakan usaha memperbanyak tabligh di pelosok dengan cara yang baik dan teratur. Pendapat ini mendapat dukungan penuh dari sidang, dan disepakati segera dilaksanakan.  Sidang inilah yang menjadi dasar dibentuknya organisasi dakwah dewan Wali Songo. 

7    Peninggalan Syaikh Datuk Kahfi

7.1 Gapura Bersayap di Pintu Makam Syekh Nurjati

Gapura bersayap di pintu makam Syekh Nurjati adalah sebagai penanda masuknya agama  Islam di Cirebon. Model gapura ini merupakan salah satu karya adi luhung orang Cirebon, pada awal abad ke 15-17 Masehi. Karya adi luhung ini merupakan karya dekoratif yang sebenarnya lumrah di pesisir pantai utara Jawa.

Pintu yang ada di gapura bersayap Syekh Nurjati ini dapat melambangkan kematian. Artinya maut adalah gerbang yang akan dilalui oleh setiap manusia (ruh) untuk mencapai kehidupan berikutnya yang abadi. Pemaknaan pintu sebagi lambang kematian merupakan gambaran yang sangat tepat dan sesui dengan peribahasa Arab yang berbunyi : “ al mautu babun wa kullunaasi dakhiluhu”, maut adalah pintu dan setiap orang akan memasukinya.

Jika pintu bermakna kematian, maka gapura bersayap bisa menjadi makna perlambang bagi Malaikat Izrail. Artinya, kematian bisa disebut kematian yang sesungguhnya jika ruh seseorang sudah dibawa malaikat Izrail dan menurut Al Quran bahwa para malaikat itu bersayap.

7.2 Sumur Jalatunda dan Sumur Tegangpati

Di Pesambangan terdapat dua sumur tua peninggalan Syekh Nurjati, yakni sumur Jalatunda dan sumur Tegangpati. Sumur diartikan sebagai kirata basa : seumur atau sepanjang kehidupan. Sedangkan kata ”Jala” dari bahasa Arab ”jalla” yang berarti luhur atau agung, dan kata ”tundha” artinya titipan. Sedangkan ”tegangpati” mempunyai makna Serah Jiwa.

8          Referensi

1.    Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
2.    Suluk Abdul Jalil Jilid 1- 7, KH. Agus Sunyoto.
3.    https://info.syekhnurjati.ac.id/profil/biografi-syekh-nurjati/
 

https://www.laduni.id/post/read/80820/biografi-syaikh-datuk-kahfi.html