Biografi KH. Muntaha al-Hafizh

Daftar Isi Profil KH. Muntaha al-Hafizh

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Mendirikan Lembaga Pendidikan
  5. Sosok Ahli Qur’an
  6. Karomah
  7. Karya-Karya
  8. Chart Silsilah Sanad

 

Kelahiran

KH. Muntaha al-Hafizh atau yang kerap disapa dengan panggilan Mbah Muntaha lahir di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo

Wafat

KH. Muntaha al-Hafizh wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun.

Pendidikan

Lahir dalam keluarga Pesantren, Kiai Muntaha banyak memperoleh didikan berharga dari Ayah dan Ibundanya seperti membaca Alquran dan ilmu-ilmu ke-Islaman. Kedua orang tuanya memang dikenal sangat telaten dan sabar dalam mendidikan putra-putrinya.

Selanjutnya dari Kalibeber, Kiai Muntaha memulai perjalanan menuntut ilmunya ke berbagai pesantren di tanah air. Kiai Muntaha sebagaimana umumnya santri di zaman itu, berkenala untuk mencari ilmu dari pesantren ke pesantren berikutnya.

Ada satu hal sangat menarik berkait dan dengan proses pencarian ilmu Kiai Muntaha saat berusia belia. Ketika Kiai Muntaha berangkat menuntut ilmu ke Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Tremas, selalu menempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah demi mencari ilmu semacam itu dilakukan Kiai Muntaha dengan niatan ikhlas demi memperoleh keberkahan ilmu.

Di setiap melakukan perjalanan menuju Pesantren, Kiai Mutaha selalu memanfaatkan waktu sambil mengkhatamkan (menamatkan membaca) Alquran saat beristirahat untuk melepas lelah. Kisah ini menunjukkan kemauan keras dan motivasi spiritual yang tinggi yang dimiliki Kiai Muntaha dalam mencari ilmu.

Setelah berkenalan dari berbagai pesantren, Kiai Muntaha kembali ke Kalibeber pada tahun 1950. Ia kemudian meneruskan kepemimpinan ayahnya dalam mengembangkan Pesantren Al-Asy’ariyyah di desa kelahirannya, Kalibeber, Wonosobo. Di bawah kepemimpinan Mbah Muntaha inilah, Al-Asy’ariyyah berkembang pesat. Berbagai kemajuan signifikan terjadi masa ini.

Mendirikan Lembaga Pendidikan

KH. Muntaha al-Hafizh berhasil mengembangkan ide di dunia pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Asy’ariyah. Yayasan tersebut menaungi beberapa jenjang pendidikan, yakni: Taman Kanak-kanak (TK) Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho (Pendidikan Islam tingkat menengah), ‘Ulya (Tingkat atas) dan Madrasah Salafiyah (Pendidikan Islam yang mengkaji kitab klasik) Al-Asy`ariyyah, SMP dan SMU Takhassus (khusus) Al-Qur’an, SMK Takhassus Al-Qur`an, serta Universitas Sains Al-Qur`an (UNSIQ).

Khusus Perguruan Tinggi UNSIQ berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (YPIIQ). Sebelumnya, YPIIQ telah membangun Institut Islam Al-Qur’an (IIQ) pada tahun 1988 yang dipimpin langsung oleh Kiai Muntaha sebagai rektor, sebelum akhirnya berubah menjadi Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor: 87/D/0/2001 pada bulan Juni 2001.

Selain menerapkan idenya dalam mengembangkan Yayasan Al-Asy’ariyah dari luar (pembangunan), Kiai Muntaha juga telah mengembangkan Yayasan tersebut dari dalam (kurikulum). Ia menekankan perlunya penguasaan bahasa untuk bisa menjelaskan isi dan kandungan al-Qur’an kepada masyarakat luas (internasional).

Tidak hanya bahasa Indonesia dan bahasa Arab saja yang saat ini lazim digunakan dalam dunia pendidikan Islam, melainkan juga mencakup bahasa Inggris, Tiongkok, Jepang, dan lain-lain, yang saat ini telah dipraktikkan oleh para santri, siswa, dan mahasiswa di Yayasan Al-Asy’ariyah, mulai dari Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah hingga Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ).

Sosok Ahli Qur’an

Kecintaan Mbah Muntaha terhadap Al-Qur’an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH. Asy’ari Wonosobo terhadap Al-Qur’an. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, Mbah Muntaha telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) al-Qur’an. Sebenarnya gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hamil tapi entah sejak kapan di Indonesia gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hafidz.

Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai al-Quran kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya. Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan Al-Qur’an. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada KH Muntaha Al Hafidz.

Sepanjang hidup Mbah Muntaha, Al-Qur’an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah SWT. Mbah Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al-Qur’an. Sering Kiai Muntaha membaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur’an di pagi hari seraya berjemur di serambi rumahnya. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Itulah sebabnya, KH Muntaha Al Hafidz selalu menasehati para santrinya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an paling tidak seminggu sekali.

Kecintaan KH Muntaha Al Hafidz terhadap Al-Qur’an juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Al-Qur’an, dengan menulis tafsir maudhu’i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tim yang diberi nama Tim Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustadz di Pondok Pesantren al-Asy’ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu al-Quran (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan KH Muntaha Al Hafidz tentang penulisan tafsir ini mengandung maksud untuk menyebarkan nilai-nilai al-Qur’an kepada masyarakat luas.

Karomah

Banyak tokoh pemimpin Negeri ini yang menyempatkan datang ke desa Kalibeber yang terletak di pegunungan Dieng untuk sowan Mbah Muntaha. Di Antara mereka misalnya, KH. Abdurrahman Wahid, Wiranto, dan Akbar Tnjung. Mbah Muntaha adalah pendiri Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) Wonosobo yang pada waktu berdirinya memiliki 3 Fakultas, yaitu Tarbiyah, Dakwah, dan Syari’ah. Atas prakarsa Mbah Muntaha, IIQ sekarang telah berubah nama menjadi Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Wonosobo yang memiliki Fakultas- Fakultas umum.

Sejak IIQ di dirikan (1988) sampai tahun 2001, KH Muntaha Al Hafidz menjabat sebagai rektor IIQ Wonosobo. Begitulah KH Muntaha Al Hafidz adalah seorang kyai pesantren yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan Al qur’an. Dan di sisi lain, masyarakat percaya bahwa beliau memiliki beberapa Karomah, termasuk kisah kisah yang Khoariqul ‘adat.

Kisah aneh ini berikut dituturkan oleh KH. Habibullah Idris yang menemani KH. Muntaha al-Hafizh ketika dia berkunjung ke beberapa negara di Timur Tengah , yakni Arab Saudi, Iraq, Iran, Syiria, Turki, Mesir, dan Abu dha-bi Malam hari setelah sholat isya. Di madinah, selepas melepas lelah dan istirahat di pemondokan, KH. Muntaha al-Hafizh tertidur. Selepas tidur ia bangun malam. Jam dinding menunjukkan sekitar pukul 23.00 waktu setempat.

KH. Habibullah Idris menuturkan sehabis bangun tidur malam itu, KH. Muntaha al-Hafizh mengambil air wudlu dan bergegas pergi menuju keluar. Tentu saja Pak Habib mengikuti kemana Mbah Muntaha akan pergi. Apalagi dia pergi malam hari. “Mau pergi kemana Mbah ?”, “menuju makam Rasulullah,” jawab Mbah Mun singkat.Mengetahui Mbah Muntaha akan pergi ke makam Nabi Muhammad Saw. Pak Habib bermaksud mencegah.

Setiap orang tahu bahwa makam Nabi Muhammad yang terletak di masjid Nabawi itu jika malam hari senantiasa dikunci dan dijaga oleh petugas keamanan yang selalu menjaga dengan tegas.Mbah Muntaha tetap saja pergi malam itu menuju Makam. Bahkan, seperti duko (jawa halus marah) terhadap Pak Habib yang mencegahnya.

Akhirnya, Pak Habib pun mengikuti di belakang Mbah Muntaha.“Bagaimana akan menuju makam Nabi malam malam seperti ini? Pintunya pasti trekunci dan di jaga petugas yang tidak sega aegan memukul dengan pentungan di tangannya,”pikir Pak Habib dalam hati.Akan tetapi ditepiskannya keinginan untuk mencegah Mbah Mun. Dan Pak Habib terus mengikuti dari belakang Mbah Mun. Ternyata, Mbah menuju ke salah satu mkam Nabi. Yang mengherankan, pintu Makam Nabi tersebut ternyata kini terbuka lebar tidak ada yang menjaganya.

Padahal sungguh sesuatu hal yang mustahil apabila pintu itu terbuka lebar, apalagi tidak terjaga oleh petugas. Dalam ketakjuban Pak Habib mengikuti Mbah Muntaha menuju makam Nabi. Lama Mbah Mun terdiam. Kemudian, Pak Habib menyaksika Mbah Muntaha menangis di hadapan makam Nabi. Barangkali Mbah Muntaha sedang berhadapan dengan Nabi yang sebenarnya? Dan di situ Mbah Mun menjalankan sholat malam hingga waktu Shubuh menjelang. Ya, mengapa pintu makam Nabi yang biasanya selalu terkunci dan di jaga pada malam hari, bisa terbuka lebar untuk Mbah Muntaha?

Karya-Karya

KH. Muntaha al-Hafizh ikut memberi sumbangan dalam pemikiran Islam dengan membentuk “Tim Sembilan” yang terdiri dari Kiai-kiai muda dari Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, yang bertujuan untuk menyusun Tafsir Al-Maudhu’i (tematik) dalam bahasa Indonesia. Kitab tafsir ini terdiri dari sembilan jilid, dengan tema-tema sebagai berikut: Agama-agama (Adyan), Akidah (Al-Aqidah), Akhlak (Al-Akhlaq), Ibadah (Al-Ibadah), Sistem Kemasyarakatan (An-Nizam al-Ijtima’i), Jinayah (Al-Jinayah), Politik dan Tata Negara (As-Siyasah wa an-Nizham ad-Dauli), Ekonomi (Al-Iqtishadi), Kisah-kisah (Al-Qashash).

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Muntaha al-Hafizh dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 30 November 2021, dan terakhir diedit tanggal 01 September 2022.

https://www.laduni.id/post/read/66461/biografi-kh-muntaha-al-hafizh.html