Biografi KH. Chamzah Ismail, Muasis Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah Sidoarjo

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Anak-anak
3.2 Murid Beliau

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mengasuh Pesantren
4.2  Karier Beliau
4.3  Jasa Beliau

5.   Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Chamzah Ismail lahir sekitar tahun 1875, beliau adalah putra dari Marhani Binti Halima Binti Raden Sairoh Binti Jailani Bin Mbah Albiyah dengan keturunan Mbah Qodik Binti Mbah Ahmad Mutamakkin (Kajen) Bin Sungo Haji Negoro Bin Pangeran Benowo Bin Sultan Demak (Syahid Abdurrahman) atau Kang Mas Karebet Joko Tingkir.

1.2 Wafat
KH. Chamzah Ismail berpulang ke Rahmatullah pada tahun 1992

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Chamzah Ismail menikah dengan wanita sholehah bernama Nyai Muchsinah

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

KH. Chamzah Ismail bermula ketika beliau menempuh pendidikan di beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Awalnya KH. Chamzah Ismail belajar agama di Pondok Pesantren Pager Wojo Sidoarjo Jawa Timur, yang diasuh oleh KH. Syahid, yaitu ayah dari KH. Ali Mashud yang lebih dikenal dengan
panggilan Mbah Ud. Selanjutnya KH. Chamzah Ismail bersama KH. Hasyim Asy’ari mondok di Demangan, Bangkalan, Madura, Jawa Timur yang diasuh oleh Syaikhonah Kholil bin Abd Latif.

2.2 Guru-Guru:

  1. KH. Syahid
  2. Syaikhonah Kholil bin Abd Latif Bangkalan

3. Penerus Perjuangan

3.1  Anak-anak

  1. KH. Imron Chamzah
  2. Nyai Chuzaimah
  3. Nyai Nur Abidah
  4. Nyai Khudzaifah

3.2 Murid
KH. Sholeh Qosim

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

KH. Chamzah Ismail yang memiliki tujuan mendirikan Pondok Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah adalah untuk memajukan umat muslim di seantero dunia agar dapat mengetahui agama lebih dalam dan “menciptakan” para ulama dari kalangan muda baik laki-laki maupun perempuan yang dimulai dari daerah sekitar Ngelom Sepanjang Sidoarjo.

Selain itu juga ia menggunakan pembelajaran, dengan kitab-kitab yang dikaji pada masa awal adalah menekankan pada pengajaran Alquran dan kitab-kitab yang mengandung ilmu tauhid. Sedangkan yang dimaksud ilmu tauhid adalah ilmu tentang keesaan Allah karena pada saat itu masyarakat masih sangat awam dengan ilmu ketauhidan.

Kitab-kitab tauhid yang digunakan dalam Pondok Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah antara lain Nurudholam, Fathul Madjid dan Al- Jawahirul Kalamiyah.

Semasa hidup beliau, pernah ikut atau terlibat langsung dalam Partai Masyumi dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Isma‟iliyah yang berada di Ngelom, Sepanjang berikut adalah karir Politik dan beliau bertindak sebagai tokoh pesantren.

Dalam Partai Masyumi Mbah Chamzah sendiri bertindak sebagai dewan penasehat bersama Kyai Hasyim Asy‟ri. Beliau juga ikut merumuskan fatwa jihad fisabilillah untuk melawan penjajah di Surabaya pada 10 November 1945, setelah atau pasca perempuran di Surabaya pada 10 November 1945 KH. Chamzah Isma‟il memutuskan keluar dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) disebabkan adanya suatu permasalahan yang di anggap oleh Mbah Chamzah Ismail sebagai sesuatu yang bertentangan dengan pendapat beliau.

4.1 Mendirikan Pesantren
Pondok pesantren Al- Ismailiyah terletak tepat di jantung kecamatan taman Sepanjang, wi1layah perbatasan kabupaten Sidoarjo dan Kotamadya Surabaya. Berdiri di tengan keramain Kota, Pesantren Ismailiyah Menjadi Fenomena menarik. Pesantren ini didirikan pada pada hari Sabtu pahing 18 Shofar 1379 H atau 21 November 1958, oleh KH. Chamzah Ismail, seorang ulama dan tokoh NU Jawa Timur.

Tidak seperti lazimnya pesantren – pesantren tua lainya, pesantren Al-Ismailiyah tidak mempunyai sejarah babat (merintis) dengan tantangan masyarakat abangan (jahiliyah). Karena sejak dahulu masyarakat sekitar sudah taat dan patuh memegang teguh ajaran agama islam. Nama Al-Ismailiyah diberikan sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan dakwa nenek moyang keluarga pengasuh pesantren. Sejak berdirinya tahun 1958, kepemimpinan pesantren Al-Ismailiyyah secara turun temurun berganti tiga kali.

4.2 Karier Beliau

  1. Pengasuh Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah, Sidoarjo
  2. Dewan penasehat Masyumi

4.3 Jasa Beliau
Peran serta dalam Pertempuran 10 Nopember 1945
Beliau juga ikut merumuskan fatwa jihad fisabilillah untuk melawan penjajah di Surabaya pada 10 November 1945, setelah atau pasca perempuran di Surabaya pada 10 November 1945.

Kyai Chamzah Ismail bersama para Kyai-kyai berusaha memiliki atau mengambil senjata – senjata yang dimiliki oleh Sekutu, untuk kepentingan para pejuangan Islam antara lain yang ada pada saat itu adalah Laskar Hizbullah. Kyai Chamzah Ismail dan para Kyai memasuki gudang senjata milik Sekutu dengan membaca ayat Al-Qur‟an surat Yasiin ayat 9.

Artinya: “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”.

Dengan membawa segemgam pasir Kyai Chamzah Ismail dan para Kyai sepuh lainya membaca surat yasin tersebut seraya melemberkan atau menaburkan butiran-butiran pasir tersebut kepada tentara penjaga gudang persenjataan tersebut. Hal ini di lakukan karena pada waktu itu para pejuang tidak memiliki persenjataanyang memadahi.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:
https://digilib.uinsa.ac.id

https://www.laduni.id/post/read/525710/biografi-kh-chamzah-ismail-muasis-pesantren-bahauddin-al-ismailiyah-sidoarjo.html