Beragama di Tengah Pandemi Menuntut Kesabaran dan Kearifan

ARRAHMAH.CO.ID  – Kondisi pandemi saat ini mengaharuskan kita untuk menjauhi kegiatan sosial, mengingat laju peningkatan korban Covid-19 m…

ARRAHMAH.CO.ID –

Kondisi pandemi saat ini mengaharuskan
kita untuk menjauhi kegiatan sosial, mengingat laju peningkatan korban Covid-19
makin melonjak. Dulu kita takut kesepian. Sekarang kita takut akan keramaian; keramaian
dilarang demi memutus rantai penularan virus corona. Menjauhi dunia hiruk pikuk
tiba-tiba saja mungkin itu hal terbaik saat ini. Gelombang virus Corona ini
memaksa kita untuk diam menyendiri menjauh dari bersosialisai.

Tetapi, bagaimana cara menyikapi
situasi dimana kita haru berjarak tapi tetap saling menjaga ikatan
“kekeluargaan”? Corona bukan alasan untuk kita mejauh, memutus hubungan sosial,
tapi virus Corona mengajarkan kita bagaimana berevolusi ketingkat lanjut,
membangun solidaritas sosial baru.

Tradisi budaya orang Indonesia yang
biasa berkumpul, beramai-ramai, terutama saat perayaan hari-hari agama. Seperti
shalat jum’at, shalat ied, berqurban,
berkunjung silaturahim ke tetangga dan sanak keluarga, dll adalah merupakan sebagian
tradisi umat muslim yang kini sulit dilaksanakan. Karena Corona kita tidak bisa
melaksanakan semua itu. Namun, banyak orang yang masih keras kepala akan itu.
“Tuhan gak bakal salah cabut nyawa”, dalihnya. Padahal jelas jutaan jiwa telah
menghilang akibat gelombang kematian yang disebakan Covid-19.

Social distancing salah satu cara menghindari virus Corona, masih
perlu dikalukan. Maka dalam melakukan ibadah juga perlu diterapkan: Shalat di
masjid tetap jaga jarak dan pakai masker. “Shaf
rapat adalah salah satu keutamaan Shalat
!”, katanya. Itu tidak berlakukan
lagi di tengah pandemi Covid-19. Islam tentu mempermudah umatnya. Salat
berjamaah di masjid tak perlu dipaksakan, agama memperbolehkan umat untuk salat
di rumah jika kondisi memaksa. Agama itu mengikuti qorinah-qorinah “Zaman wal Makan”. Jika pemerintah menghimbau
salat di rumah #PFH, ya laksanakan saja. Mereka lebih tahu kemaslahatan bersama
daripada mereka yang ngotot salat di masjid di tengah pandemi corona.

Stay at Home juga sementara masih jadi cara efektif mencegah
penularan. Kalau gabut bagaimana? Ya,
ciptakanlah kreativitas di rumah, buat suasana nyaman dan riang bersama. Karena
mengurangi keluar rumah tanpa alasan yang jelas itu harus diterapkan,
kongkow-kongkow gak jelas bisa jadi jalan dosa bila menimbulkan mudlarat kepada
sesama. Lambatnya penurunan tingkat korban virus corona bisa jadi karena dosa
sosial kita yang keras-kepala untuk tetap di rumah dan jaga jarak dan
mengurangi bepergian.

Bijak bersikap dalam situasi
pandemi harus jadi kesadaran bersama. Semangat beribadah misalnya sholat
berjamaan di masjid, kudu mengikuti aturan ketat. Jika masjid berada di zona
merah atau hitam pandemi, maka kita mawas diri untuk menahan langkah ke masjid.
Sholat berjamaan di rumah bisa dilakukan. Masjid ditutup itu wajar, demi
pemutusan mata rantai penularan Covid-19. Mana dalil agamanya? Banyak. Silakan
bertanya ke ulama yang mengerti urusan agama dan dunia sekaligus.

Obat di masa pandemi ini, adalah
sabar menahan diri, obat batinnya adalah perbanyak dzikir dan berdo’a, juga positive thinking terhadap situasi.
Obat-obatan yang lainnya, seperti vitamin, herbal, madu dan lain-lain itu hanya
obat untuk mendukung imun tubuh yang bisa dilakukan individu-individu.
Sementara Covid-19 ini sudah menjadi “penyakit bersama” karena itu obatnya
adalah sabar menahan diri, patuh pada prokes, taat pada nasehat agama dari
sumber yang benar.

Jadi buat pembaca, tak ada alasan
buat melanggar PROKES. Virus Corona bukan mitos tetapi penyakit yang berbahaya yang
merajalela. Situasi pandemi ini sudah membawa dampak buruk bagi bangsa, bahkan
manusia sedunia. Yang tak percaya masih berfoya foya, yang lain susah payah mengais
rejeki, jutaan jiwa meninggal tapi masih banyak yang meremehkan. Berdoa adalah
salah satu usaha, menjalankan Prokes adalah ikhtiar melengkapinya. Kuatkan imun
dan teguhkan iman kepadaNya insyaallah
selamat dunia dan akhirat. Menjaga ikatan dan saling menolong terhadap sesama
merupakan salah satu solidaritas tali persaudaraan di tengah pandemi ini. Hindari
menyebar info yang beredar viral jika sumbernya tidak benar. Mari patuhi
pemerintah, tetap berpegang teguh dalam kebersamaan percaya kepada Yang Maha
Kuasa, maka insyaallah negeri
tercinta ini bakal sehat sejahtera.

 

*) Kolom Gaits Garodea
Almustofa
(siswa MTs-AL FALAK, kelas VIII)

 

https://www.arrahmah.co.id/2021/07/beragama-di-tengah-pandemi-menuntut.html