Sisi Lain dari Bermusyawarah

Laduni.ID, Jakarta – Perbedaan itu fitrah dan niscaya, jika menjadi konflik, baiknya islah bermusyawarah. Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalang. Rambut sama hitamnya tapi pikiran beda isinya, dalamnya lautan dapat diduga hati orang siapa yang tahu. Menunjukkan beda itu bukan kesalahan dan bukan pula perpecahan, melainkan rahmat alam semesta, rahmat bagi bangsa Indonesia.

Indahnya bermusyawarah. Selain bernilai ibadah, juga mengandung nilai kemanusiaan, moralitas dan kemaslahatan bersama dalam hidup berbangsa, beragama maupun bernegara.

وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

Artinya: “Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۚ

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159)

اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ

Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. At-Talaq: 6)

Musyawarah berasal dari kata (شورى) Syura terambil dari kata (شاورة- مشاورة- إستشاورة) menjadi (شورى) Syura. Kata Syura bermakna mengambil/mengeluarkan pendapat yang terbaik diantara pendapat yang lain.

Dalam Lisanul ‘Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (شرت العسل) saya mengeluarkan madu dari wadahnya. Atau dapat dimaknai pula, musyawarah berarti mengeluarkan madu dari sarang/lebah.

Bermusyawarah adalah upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain, pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya. Atau dalam pribahasa, “Jika yang keluar dari dubur ayam adalah telur, maka ambillah!”

Musyawarah, mengandung banyak sekali manfaat, di antaranya:

1. Melalui musyawarah, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan, dan keikhlasan terhadap kemaslahatan umum.

2. Kemampuan akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan berfikirnya pun berbeda-beda. Sebab, kemungkinan ada di antara mereka mempunyai suatu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, para tokoh sekalipun.

3. Semua pendapat di dalam musyawarah diuji kemampuannya. Setelah itu, dipilihlah pendapat yang lebih baik

4. Di dalam musyawarah, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu kemaslahatan. Dalam hal itu, memang, sangat diperlukan untuk suksesnya masalah yang sedang dihadapi.

Hal itu diajarkan melalui syariat shalat berjamaah di dalam shalat-shalat fardhu. Shalat berjamaah lebih afdhal daripada shalat sendiri, dengan perbedaan 27 derajat.

Telah diriwayatkan dalam Al-Hasan r.a., bahwa Allah SAW sebenarnya telah mengetahui bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak membutuhkan para sahabat, dalam menyelesaikan masalah. Tetapi, beliau bermaksud membuat suatu sunnah untuk orang-orang sesudah beliau.

Diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau pernah bersabda:

ما تشاور قوم قط الا هد و الارشد امرهم

“Tidak satu kaum pun yang selalu melakukan musyawarah melainkan akan ditunjukkan jalan paling benar dalam perkara mereka.”

Semoga bermanfaat
Oleh: Rakimin Al-Jawiy, Dosen Psikologi Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/74166/sisi-lain-dari-bermusyawarah.html