Seberapa Pentingkah Ecological Literacy?

Oleh Ahmad Rusdiana*)

RumahBaca.id – Problema lingkungan, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan, polusi asap, dan lain sebagainya sering kali menjadi berita dalam berbagai media massa. Secara global, dunia juga sudah mengalami perubahan peningkatan suhu global (Rosianty, 2020).

Hal itu, telah menjadi perhatian serta kekhawatiran masyarakat dunia. Saat Dewan Ekonomi & Sosial PBB mengadakan tinjauan terhadap hasil-hasil gerakan Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970), guna merumuskan strategi Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980) (p3ejawa.menlhk.go.i.d) kondisi lingkungan pada masa 1960-an hingga 1970-an sangat memprihatinkan dan menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia.

Hal tersebut di atas akhirnya mendorong negara-negara di dunia melalui, Persatuan Bangsa-Bangsa melaksanakan konferensi terkait lingkungan hidup yang pertama kali pada tahun 1972. Dari situlah tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA atau dikenal dengan istilah dengan World Environment Day.

Pentingnya pelestarian lingkungan terkadang sering dilupakan oleh sebagian manusia, yang mengakibatkan kurang terpeliharanya lingkungan tersebut. Jika keadaan ini terus dibiarkan dikhawarirkan keadaan tersebut akan semakin parah.

Pemahaman yang rendah akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar dapat berakibat pada kerusakan lingkungan, sebagaimana yang digambarkan oleh Capra (2002) bahwa seiring dengan berakhirnya abad ke-20, masalah Iingkungan menjadi hal yang utama.

Kita dihadapkan pada serangkaian masalah-masalah global yang membahayakan biosfer dan kehidupan manusia dalam bentuk-bentuk yang sangat mengejutkan yang dalam waktu dekat akan segera menjadi tak dapat dikembangkan lagi (irreversible).

Mengingat bahwa masalah lingkungan perlu disikapi secara serius dan secepatnya, gagasan mengenai pendidikan Ecological Literacy perlu diwujudkan dalam program-program peduli lingkungan. Kuncinya, dilakukan sekarang, dibiasakan sejak dini, dan dilakukan secara bersama-sama dalam situasi pendidikan. Lingkungan pun dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium pendidikan Ecological Literacy.

Di sinilah letak pentingnya suatu kecerdasan ekoliterasi untuk disampaikan dalam pembelajaran di sekolah. Jika kecerdasan ekoliterasi ini dipupuk sejak SD, diharapkan kecerdasan ini akan menjadi solusi atas beragam masalah ekologi yang ditimbulkan oleh peradaban yang kurang memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan.

Selain itu, kecerdasan ekoliterasi merupakan tanggung jawab kolektif, sehingga membutuhkan suatu keterampilan sosial yang dapat memperkuat kecerdasan ekoliterasi ini menjadi lebih konkrit dalam tindakan nyata di dalam kehidupan sehari-hari.

Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup dalam kelompoknya, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas (Sunarto, 1994).

Meski demikian, pentingnya siswa menguasai keterampilan sosial kurang begitu diikuti dengan penyusunan program pembiasaan yang dapat mengembangkan hal tersebut. Program pendidikan hendaknya tidak hanya berbasis hanya pada penguasaan akademik. Siswa menjadi tidak memperoleh keterampilan mental yang diperlukan pada taraf pengetahuan yang lebih tinggi (Semiawan, 1999).

Ecological Literacy adalah kemampuan yang didukung oleh kognitif dan dilengkapi perilaku empati kepada semua bentuk kehidupan. Selain itu, Ecological Literacy bersifat kolektif, perlu tindakan bersama untuk menghasilkan dampak positif bagi kelangsungan ekologi.

Keterampilan sosial ini dibutuhkan untuk menjadi perekat keharmonisan kehidupan manusia dengan sesamanya dan dengan alam sebagai tempat hidup dan penyedia potensi sumber daya.

Untuk hal itu, Maryani, (2011), menegaskan bahwa untuk mewujudkan Ecological Literacy perlu didukung oleh beberapa faktor, di antaranya:

Pertama: Kecerdasan intelektual (IQ)

Indikator IQ yang mempunyai kaitan terhadap wilayah kognitif. Ketiganya adalah sebagai berikut: (1) kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk; (2) kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa; (3) pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan angka biasa disebut dengan kemampuan numerik.

Kedua: Kecerdasan Emosi

Kecerdasan ekomsi berari kemampuan mengontrol diri, mengenal potensi dan kelemahan diri. Kecerdasan emosional dikelompokkan ke dalam beberapa kategori utama seperti kemampuan menganalisa sentimen diri, pengelolaan emosi, keinginan diri, pengenalan terhadap emosi pada individu lainnya, serta kehandalan dalam hal pembinaan relasi terhadap orang lain (Goleman, 2003).

Ketiga: Kecerdasan Sosial

Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi, menyelesaikan persoalan, serta bekerja sama.

Keempat: Kecerdasan spiritual

Kecerdasan ini sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain. Kecerdasan spiritual yang mereka mengambil bagian penting dalam menempatkan perilaku pro-lingkungan.

Kelima: Empati pada semua makhluk hidup/bentuk kehidupan dalam sistem ekologi. Perilaku pro-lingkungan adalah perilaku yang berusaha untuk meminimalisir dampak negatif dari tindakan seseorang terhadap lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Walahu A’alam Bishowab.

*) Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti PerguruanTinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengem-bangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri/Ketua Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana+ shopee& source (3) https://play.google.com/ store/books/author?id.