Penjelasan Tentang Syarat dan Urutan Wali Nikah

LADUNI.ID, Jakarta – Kata “Wali” berasal dari bahasa Arab, yaitu al-waliy muannatsnya adalah al-waliyah dan bentuk jamaknya adalah alawliya’ berasal dari kata walayali- walyan dan walayatan yang berarti mencintai, teman dekat, sahabat, sekutu, pengikut, pengasuh dan orang yang mengurus perkara. Adapun yang dimaksud perwalian dalam terminologi para fuqaha sebagaimana dirumuskan oleh Wahbah AzZuhaili ialah kekuasaan atas otoritas (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas seizin orang lain.

Dalam perkawinan, wali adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya menjadi wali bagi kepentingan anak ialah ayah. Hal ini karena ayah adalah orang terdekat yang selama ini mengasuh dan membiayai anak-anaknya.
Jika ayah tidak ada, maka hak perwalian digantikan oleh keluarga dekat lainnya dari pihak ayah.

Keberadaan wali nikah merupakan salah satu rukun nikah, oleh karena itu bila akad nikah tidak dihadiri oleh wali nikah maka pernikahnnya dianggap tidak sah. hal ini berdasarkan nash-nash berikut ini :

1. QS. An-Nur ayat 32 :
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”

2. QS. Albaqarah ayat 221 :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Definisi tersebut senada dengan pernyataan Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, hal. 60:

الولاية في اللغة: تأتي بمعنى المحبة والنصرة. …والولاية في الشرع: هي تنفيذ القول على الغير، والإشراف على شؤونه

“Perwalian secara bahasa bermakna cinta atau pertolongan…perwalian secara syariat ialah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaannya”

Baca juga: Hukum Anak Laki-laki yang Menjadi Wali Nikah Ibunya

Mengenai siapa saja yang diprioritaskan menjadi wali, Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), hal. 31, menjelaskannya sebagai berikut:

وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات ف…الحاكم

“Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris ‘ashabah, maka…hakim.”

Baca juga: Tentang Wali Nikah Anak dari Hasil Perbuatan Zina

Dari penjelasan  di atas, bisa kita pahami bahwa yang berhak menjadi wali adalah para pewaris ‘ashabah dari calon mempelai wanita.
Dengan demikian urutan wali itu sebagai berikut:
1. Bapak, kakek dan seterusnya keatas.
2. Saudara laki-laki sekandung, atau seayah.
3. Saudara bapak laki-laki sekandung atau seayah
4. Anak dari saudara bapak laki-laki sekandung atau seayah

Urutan Wali Nikah adalah sebagai berikut :
1.    Ayah
2.    Kakek
3.    Ayahnya Kakek (buyut)
4.    Saudara laki-laki seayah seibu (Kakak/Adik)
5.    Saudara laki-laki seayah
6.    Anak saudara laki-laki seayah seibu (Keponakan)
7.    Anak saudara laki-laki seayah
8.    Paman seayah seibu
9.    Paman seayah
10.    Anak paman seayah seibu (sepupu)
11.    Anak paman seayah
12.    Cucu paman seayah seibu
13.    Cucu paman seayah
14.    Paman ayah seayah seibu (kakak/adik kakek)
15.    Paman ayah seayah
16.    Anak paman ayah seayah seibu
17.    Anak paman ayah seayah
18.    Paman kakek seayah seibu (kakak/adik buyut)
19.    Paman kakek seayah
20.    Anak paman kakek seayah seibu
21.    Anak paman kakek seayah
22.    Wali hakim

Tertibnya wali nikah dimulai dari urut 1, bila tidak ada bisa beralih ke urutan selanjutnya.

Baca juga: Konsultasi Siap Nikah: Ingin Menikah tapi Modal Belum Cukup, Apa yang Harus Dilakukan?

Syarat Wali dan Saksi

Tidak sembarang orang bisa menjadi wali dan saksi dalam pernikahan. Ada beberapa persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Dikutip pula dari Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb:

ويفتقر الولي والشاهدان إلى ستة شرائط: الإسلام والبلوغ والعقل والحرية والذكورة والعدالة

“Wali dan dua saksi membutuhkan enam persyaratan: islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil”.

Dari pemaparan di atas, bisa kita pahami bahwa wali dan dua orang saksi dalam pernikahan harus memiliki 6 persyaratan sebagai berikut:

Pertama, Islam. Seorang wali ataupun saksi nikah harus beragama islam. Dengan demikian apabila wali tersebut kafir, maka pernikahan tidak akan sah, kecuali dalam beberapa kasus yang akan diterangkan di tempat terpisah.

Baca juga: Sahkah Akad Nikahnya Pengantin Laki-Laki yang Belum Sunat?

Kedua, baligh. Arti mendasar wali ialah seseorang yang dipasrahi urusan orang lain, yang dalam hal ini adalah perempuan yang akan menikah. Adalah tidak mungkin menyerahkan urusan tersebut pada anak yang masih kecil dan belum baligh. Oleh karena itu syariat mewajibkan wali dan dua orang saksi dalam pernikahan haruslah orang yang sudah baligh

Ketiga, berakal. Berakal di sini pengertiannya sama seperti kriteria “berakal” dalam bab lainnya semisal bab shalat.

Keempat, lelaki. Dengan persyaratan ini, maka pernikahan dianggap tidak sah apabila wali atau saksi adalah perempuan atau seorang waria yang berkelamin ganda.

Kelima, adil. Adil yang dimaksud di sini ialah sifat seorang muslim yang menjaga diri dan martabatnya. Kebalikan dari adil ialah fasiq.

Baca juga: Ini Hukum Melamar Kekasih Orang Lain

Setidaknya, itulah syarat dan urutan wali nikah yang harus diketahui sebelum melaksanakan akad nikah. Semoga dengan adanya artikel ini bisa bermanfaat bagi orang banyak. Aamiin ya Allah.
 

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 10 September 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Sumber:

  • Imam Abu Suja’. Matan al-Ghâyah wa Taqrîb. Surabaya: Al-Hidayah. 2000
  • Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i. Surabaya: Al-Fithrah. 2000.

https://www.laduni.id/post/read/56169/penjelasan-tentang-syarat-dan-urutan-wali-nikah.html