Para Akademisi, Perlukah Melitersi Human Capital?

3 0

Read Time:4 Minute, 46 Second

Oleh Ahmad Rusdiana

RUMAHBACA.ID – Fenomena menujukan Indeks human capital Indonesia yang masih rendah diidentifikasi berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi bangsa. Faktanya hasil riset Global Competitiveness Report tahun 2019 menunjukkan peringkat daya saing Indonesia berada pada tingkat 50 dari 141 negara, di bawah Malaysia dan Thailand.

Secara harfiah, pengertian human capital atau (HC) dapat diartikan sebagai modal manusia. Beberapa ahli juga menjelaskan pengertian human capital artinya modal manusia yang akan terlibat secara langsung dan berguna dalam proses produksi. HC ini berguna untuk meningkatkan produktivitas pekerja dalam tugas, organisasi, dan berbagai situasi di dalam proses produksi (Gary S. Becker).

Howard Gardner menyebutkan bukan hanya sebagai “keterampilan” yang berasal dari kemampuan mental dan fisik saja. Namun menurutnya HC ini bersifat individu dan masuk dalam ranah kecerdasan ganda, di mana seorang yang terampil di satu bidang belum tentu memiliki kemampuan di bidang atau dimensi pekerjaan yang lain.

Theodore W. Schultz menyatakan human capital sebagai kapasitas juga kemampuan manusia untuk beradaptasi dalam situasi dan kondisi yang tidak seimbang. Bisa dibilang juga kalau ini adalah kemampuan seorang pekerja untuk menghadapi permasalahan, blokcker atau hambatan dan kemudian menjari solusi atas permasalahan tersebut untuk menunjang kualitas produksi.

Terakhir, Samuel Bowles&Herbert Gintis menyebutkan human capital merupakan sebuah kemampuan individu manusia untuk bekerja dalam organisasi dan mematuhi aturan atau perintah dalam sebuah organisasi.

Kemampuan individu tersebut, dibaratkan sari makanan dan zat-zat energi potensial yang melekat pada diri manusia dan itulah saya sebut human capital. Namun jika dideskripsikan lebih lanjut, modal manusia HC ini, merupakan sekumpulan aspek pengetahuan, keahlian, kemampuan, hingga keterampilan yang mana menjadikan seorang manusia sebagai aset di dalam perusahaan/organisasi.

Ia menjadi nilai tambah bagi perusahaan/organisasi dalam menjalankan operasionalnya setiap hari melalui motivasi, kompetensi, serta kerja sama antar tim. Kontribusi yang diberikan oleh karyawan dapat berupa pengembangan skill karyawan untuk meningkatkan produktivitas organisasi atau perusahaan, pemindahan pengetahuan yang dimiliki karyawan ke organisasi/perusahaan, serta perubahan budaya yang ada di organisasi/perusahaan.

Human capital dalam perspektif Islam adalah sebagai khalitullah fill ard eksistensinya untuk memakmurkan kehidupan bumi (QS Al Baqarah 30 dan Al An‘am 165). Hal ini menekankan kewajiban manusia terhadap pekerjaannya sebagai bagian dari tugas khalifatullah di muka bumi dan manusia bukan semata mata sebagai pekerja organisasi.

Muhammad Abduh menekankan pentingnya lembaga pendidikan memiliki SDM unggul. Menurutnya akademisi memiliki berbagai tugas antara lain: (1) sebagai pendidik untuk memfasilitasi proses belajar mengajar; (2) tugas research yakni penelitian yang berkontribusi bagi kehidupan nyata, kriteria akademik internasional salah satunya adalah publikasi minimal sekali setahun di Jurnal bereputasi lebih baik; dan (3) tugas pengabdian community service sebagai bagian pelayanan kepada komunitas sesuai kepakarannya.

Di sinilah pentingnya pengembangan human capital dalam Islam lebih kompleks bukan hanya pada aspek knowledge, skill creativity, innovation, energy, kesehatan, tetapi juga harus mencakup aspek moral dan dan penguatan akidah.

Dalam Konteks Manajem Sumberdaya Pendidikan, human capital dapat diklasifikasi dalam dua dimensi, yaitu dimensi kuantitatif (tangible) yakni jumlah manusia (termasuk jumlah penduduk usia produktif yang melimpah atau bonus demografi, yang terlibat dalam proses penciptaan nilai; dan dimensi kualitatif (intangible) yakni kemampuan, sikap, dan bakat serta komitmen personil/manusia. Secara matematis merupakan perkalian antara kompetensi dengan komitmen atau HC = C+C= CC= 2C. bila di pecahkan (dalam bahasa Matematika) menurut dimensinya:

Pertama kompetensi seseorang tergambar dari kemampuan yang bersangkutan untuk menjalankan semua tugas dan fungsi yang diemban dengan baik. Orang dengan kecerdasan dan keahlian memadai selalu berusaha memperluas, menambah dan memperdalam pengetahuan, mengasah kemampuan, dan menciptakan hasil melebihi atau minimal sesuai dengan yang diharapkan.

Kedua Komitmen; merujuk pada tingkat keinginan seseorang untuk tetap menjadi bagian dari dan memberikan yang terbaik untuk organisasi atau komunitas dalam segala situasi dan kondisi. Seseorang dengan komitmen tinggi akan berpegang teguh pada adagium: right or wrong is my country, dan tidak hanya berada dan menjadi bagian organisasi bila menguntungkan secara pribadi serta segera meninggalkan atau bahkan memusuhi organisasi bila dirasa organisasi mempunyai masalah, merugi atau tidak menguntungkan lagi.

Kedua aspek human capital terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak mungkin dipilah apalagi dipisah. Kompetensi tanpa komitmen tidak akan memberikan manfaat apapun bagi organisasi/perusahaan, maupun negara, karena kepentingan yang diusung hanya kepentingan pribadi.

Seseorang dengan kompetensi tinggi tetapi komitmen (nasionalisme) rendah akan berusaha untuk menggunakan kompetensinya hanya memaksimalkan pencapaian kepentingan pribadi meskipun merugikan organisasi.

Sebaliknya, komitmen tinggi tanpa kompetensi juga tidak akan memberikan nilai dan kontribusi maupun keuntungan apapun bagi organisasi. Mereka biasanya hanya nunut urip (atas nama rakyat dan pemilik negeri ini) dan tidak melakukan apapun karena mereka tidak mempunyai kemampuan.

Akhirnya, bagi organisasi maupun negara, kompetensi tanpa komitmen adalah musuh, komitmen tanpa kompetensi adalah lumpuh. Banyak orang berpengetahuan tinggi dan sangat cerdas di negeri ini, tetapi karena tidak mempunyai komitmen yang cukup, mereka justru mengeruk sumberdaya dan kekayaan negara dan membawanya pergi untuk kepentingan pribadi. Demikian juga sebaliknya, banyak orang yang berkomitmen serta mempunyai nasionalisme tinggi tetapi karena tidak mempunyai kemampuan, keahlian, keterampilan maupun kebiasaan dan perilaku yang baik,  mereka justru menjadi beban bagi bangsa dan negara. Waalahu A’lam Bishowab.

*) Tulisan ini disarikan dari naskah orasi Pengukuhan Guru Besar 8 Desember 2022.

Penulis:

Ahmad Rusdiana, Penulis Buku “Manajemen Pengembangan Human Capital” Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Pegiat Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat.

About Post Author

Masyhari

Founder rumahbaca.id, pembina UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon

Happy

Happy

0 0 %

Sad

Sad

0 0 %

Excited

Excited

0 0 %

Sleepy

Sleepy

0 0 %

Angry

Angry

0 0 %

Surprise

Surprise

0 0 %