Mengenang M. Said Hudaini; Sang Mbombits dari Grati Pasuran

Ket: M. Said Hudaini, M. Baihaqi, Ayunda  Oleh: Ahmad Najib, AR Ceria, hangat, dan kocak. Kesan itu yang selalu melekat. Jarang sekali, mala…

Ket: M. Said Hudaini, M. Baihaqi, Ayunda 

Oleh: Ahmad Najib, AR

Ceria, hangat, dan kocak. Kesan itu yang selalu melekat. Jarang sekali, malah tidak pernah melihatnya murung. Meski sebagai seorang alone-dad tentu beban batinnya cukup berat.

Setiap perjumpaan selalu diawali dan dipenuhi dengan joke segar teranyar. Sering dia menjadikan dirinya sebagai obyek tertawaan. Tapi mungkin lebih sering Pakcik  yang jadi korban kenakalannya.

Dalam diskusi yang paling serius, dia masih lihai menyelipkan dagelan. Dalam perdebatan yang paling sengitpun, seringnya dengan Mas Chafid, jurus lucunya membuat tema yang berat jadi ger-geran.

Sosok yang jago bikin singkatan jenaka ini juga melahirkan ragam istilah atau nama program yang keren, baik di TV9 maupun LTN melalui kegenitan pikirnya.

Cerdas dan kaya ide. Mengolah ide rumit jadi asik, dia juaranya. Lulusan terbaik S2 filsafat UGM ini seolah tak pernah kehabisan ide, bahkan sering hal-hal yang tak terpikirkan. Sebagai jurnalis senior, data dan informasi up to date yang dia miliki memang di atas rata2.

Meski demikian, dia bukan tipe keras kepala, idealis totok. Tak jarang dia memakmumi ide lain dengan tetap enjoy.

Mbombits. Istilah yang jadi trade mark yang sering dia syiarkan. Yang lain pun ramai bertaqlid, meski sebenarnya tidak paham betul apa maksudnya.

Mbombits mungkin itulah kata personifikasi paling mendekati dirinya. Dialah sang mbombits yang sesungguhnya; keren, berbobot, humble, cakap teknologi, cerdas dan gaul. Setidaknya itu tafsir asal-asalan saya terhadap istilah aneh itu.

Belakangan dia menuturkan bahwa mbombits itu memang tidak jauh dari penafsiran tersebut.

Cinta Keluarga

Cintanya pada keluarga, kiranya patut diacungi jempol lima. Ayah, ibu, saudara, istri dan anak-anaknya menjadi narasi utama dalam setiap perbincangan dengannya. 

Seperti  juga kakak-adiknya, kekagumannya pada sang ayah tak kalah dengan Agil dan Rara pada sang Abah di keluarga cemara. Begitupun doa dan harapan utk ketiga anaknya sulit dilukiskan dalam kanvas yang paling nyata.

Backgroundnya filsafat. Tapi cara berpikirnya sangat simpel dan cair. Disiplin ilmu yg dia geluti linier selama S1 dan S2 itu baru akan tampak hanya saat diskusi serius soal buku dan teori filsafat, itu pun dengan orang-orang khusus nan bijak bestari pilihannya.

Di luar itu, dia bisa menjadi siapa saja dan mengimbangi obrolan tema apa saja. Malah di UINSA dia mengajar Jurnalistik. Di ITS NU Pasuruan ngampu DKV. Tak jarang juga jadi khotib di masjid desanya, yang tentunya materi khutbah mustahil berbicara seputar filsafat.

Tafa’ulan

Dia jurnalis sejati. Sebagian besar episode hayatnya dia habiskan di sana. Dia cerita bahwa nama lahirnya sebenarnya Said Budairi, bertafa’ul (ngalap barokah) pada tokoh pers NU pendiri PMII idola sang ayah.

Tinggal selangkah pernah dia masuk dalam jajaran redaktur Tempo di masa jayanya, tapi mungkin jiwa membuminya lebih kuat menariknya berkhidmat ke media-media daerah dan berbaur dengan masyarakat bawah.

“Dia rela meninggalkan zona nyaman”, kata Mas Hakim jayli ketika dia menerima tawaran untuk bergabung ke TV9. Semata2 untuk bisa mendarmabaktikan apa yang dia  bisa ke organisasi tercinta, NU. Lagi-lagi sang ayah yang menjadi cermin keputusannya. 

Masuk LTN, dia sangat bangga dan bahagia. Setidaknya untuk menyelamatkannya dari olok-olok selama ini, karena dianggap paling tidak NU di antara saudaranya. Dia langsung tancap gas, meski harus mencuri-curi waktu di tengah kepadataannya sebagai Pemred TV9.

Sebagai pengurus divisi IT, bersama Cak Syukron Dosi, ia menggawangi Cangkir9. Bersama Gus Miftahul Haq melahirkan Ngaji Medsos. Bersama Ra Tsanin membidani program Indonesia Berakhlak dan Moslem Wisdom yang menjadi embrio Nine Vision. Dan yang paling fenomenal, menjadi frontliner perhelatan Muktamar Sastra 2018. 

Dia pernah usul menuliskan memoar khidmah di LTN dengan segala pahit-manisnya, lengkap kelucuan-kelucuannya dalam sebuah buku. Sebagai kenangan penuh warna, setidaknya kelak bisa dibaca untuk mengisi kesunyian masa tua.

Tapi takdir tak selamanya segaris dengan rencana. Belum menginjak masa tua, pecinta brand Apple besutan Steve Job ini sudah berkemas dan berpindah ke “ruang” sebelah pada tanggal 7 Ramadhan 1443 H/8 April 2022 tepat hari Jumat. Sampai jumpa Sahabat, we love you.

https://www.halaqoh.net/2022/04/mengenang-m-said-hudaini-sang-mbombits.html