Mengapa Harus Berliterasi? Ini Rahasianya

Oleh A. Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Industri digital telah menjadi suatu paradigma dan acuan dalam tatanan kehidupan era revolusi industri 4.0 saat ini. Pada era ini diperlukan kemampuan literasi, baik literasi lama maupun literasi baru. Terkait dengan kemampuan literasi lama mencakup kompetensi calistung (baca-tulis-hitung), literasi baru mencakup literasi data, teknologi, dan literasi manusia. Hal ini diperkuat oleh pandangan Ibda (2019) yang menyatakan bahwa literasi baru merupakan semua usaha untuk mendapatkan pengetahuan dan menjawab tantangan zaman dengan aspek kompetensi literasi data, teknologi, dan SDM/humanisme.

Literasi baru menjadi penguat dari literasi lama yaitu membaca, menulis, dan berhitung.
Literasi data terkait dengan kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) diperoleh. Literasi teknologi terkait dengan kemampuan memahami cara kerja mesin. Aplikasi teknologi dan bekerja berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal. Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif, dan inovatif (Noermanzah&Friantary,2019). Oleh karena itu, literasi dalam pembelajaran harus menyesuaikan dengan era revolusi industri 4.0 ini.

Pertanyaan kemudian ”Mengapa Harus Berliterasi?”

Kern (2000) memandang bahwa, pertama, literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, historis, dan kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Kedua, dalam realisasinya literasi harus memenuhi 7 (tujuh) prinsip yaitu (1) literasi melibatkan interpretasi penulis/pembicara dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi; (2) literasi melibatkan kolaborasi terdapat kerja sama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan membaca/pendengar; (3) literasi melibatkan konvensi, orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara; (4) literasi melibatkan pengetahuan kultural. Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu; (5) literasi melibatkan pemecahan masalah; (6) literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri; dan (7) literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Dalam konteks Gerakan Literas Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, dan menyimak (Hendrawan, dkk.: 2017).

Sejalan dengan perkembangan konsep literasi, tujuan pembelajaran literasi juga mengalami perubahan, tujuan awal pembelajaran literasi agar siswa terampil menguasai dimensi linguistik literasi, dalam perkembangannya pembelajaran literasi ditujukan siswa mampu menguasai dimensi bahasa dan dimensi kognitif literasi. Memasuki tahun 2000 pembelajaran literasi bertujuan melibatkan siswa dengan berbagai teks dan teknologi untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan siswa sebagai komunikator aktif, kritis, bertanggung jawab, dan kreatif. Memasuki abad ke-21 pembelajaran literasi memiliki tujuan utama mengembangkan kompetensi siswa sebagai komunikator yang kompeten dalam konteks multiliterasi, multikultural, dan multimedia melalui pemberdayaan multiintelegensi (Abidin, dkk.: 2018).

Berbicara tentang pembelajaran literasi, Axford (2009) menyatakan bahwa salah satu tujuan berliterarasi adalah membantu siswa memahami dan menemukan strategi yang efektif dalam hal kemampuan membaca dan menulis, termasuk di dalamnya kemampuan menginterpretasi makna teks yang kompleks dalam struktur tata bahasa dan sintaksis.

Lebih lanjut, Abidin, dkk. (2018) merinci tujuan pembelajaran literasi pada abad ke-21, yaitu pertama, membentuk siswa menjadi pembaca, penulis, dan komunikator yang strategis; kedua, meningkatkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kebiasaan berpikir siswa; ketiga, meningkatkan dan memperdalam motivasi belajar siswa; dan keempat, mengembangkan kemandirian siswa sebagai seorang pemelajar yang kreatif, inovatif, produktif, dan berkarakter.

Kempat tujuan ini saling berhubungan dan saling memperkuat dan diperuntukkan bukan dalam bidang bahasa saja, melainkan untuk bidang ilmu yang lain.
Wallahu A’lam Bishawab.

Penulis

Ahmad Rusdiana, Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti PerguruanTinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengem-bangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri/Ketua Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis. Karya Lengkap s.d. tahun 2022 dapat diakses melalui:
(1) Digilib UIN SGD, (2) Shopee Book, dan (3) Google Play.