Melacak Tahun Kesahidan Sayyid Iskandar Basyaiban di Taman Bungkul Surabaya

Mungkin gambar dalam ruangan
Makam Mbah Sayyid Kendar Basaiban (Jepretan Penulis)

Oleh Mashuri, Peneliti Sastra di Balai Bahasa Jawa Timur

: ngablak pagi

Mashuri, Penulis

RumahBaca.id – Sayyid Iskandar Basyaiban, yang karib di lidah orang Surabaya dan Sidoarjo dengan sapaan Mbah Sayyid Kendar Basaiban, memang fenomenal! Sayangnya, hampir semua data tentang dirinya lebih didominasi dengan kisah-kisah cangkeman. Tak heran, begitu sulit untuk menentukan kesejarahannya dengan tepat. Namun, bila dirunut dari ayah dan kakeknya, yaitu Sayyid Ali Akbar dan Sayyid Sulaiman, dimungkinkan bahwa masa hidupnya tidak jauh dari masa Untung Suropati, yang meninggal dunia di Bangil, Pasuruan, pada 5 Desember 1706. Sumber lain menyebut, tanggal 17 Oktober 1706.

Oleh karena itu, untuk menelisik kesejarahan Sayyid Kendar, mari kita mulai perunutan dari sepak terjang Untung Suropati lebih dulu.

Yeah, dalam sejarah, Untung Surapati selalu digambarkan sebagai budak belian dari Bali. Selain itu, ia digambarkan sebagai pembunuh Kapten Tack. Bahkan, De Graaf memberi perhatian tersendiri untuk mengenang episode tersebut, berupa buku diterbitkan Grafiti (1989). Yang tak kalah dahsyatnya, peristiwa itu abadi dalam sebuah lukisan tradisional Jawa karya Tirto dari Grisek menggambarkan terbunuhnya Kapten François Tack oleh Untung Surapati di Kartasura (1684), di bawah pemerintahan Susuhunan Amangkurat II. Dari fakta mutakhir ini sebenarnya tidak kalah asololenya. Pasalnya, di Grisek alias Grissee, alias Gresik sekarang, sejak dulu dikenal dengan pelukisnya. Kini, yang tenar adalah Damar Kurung dan ilustrasi Serat Sindujoyo.

Kembali ke Untung Surapati. Karena Amangkurat II takut pengkhianatannya terbongkar dari peristiwa terbunuhnya Kapten Tack, ia merestui Surapati dan Nerangkusuma merebut Pasuruan. Di kota itu, Surapati mengalahkan bupati Pasuran, yaitu Anggajaya, yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati Jangrana/Jayengrana tidak melakukan pembalasan karena ia sudah mengenal Untung Surapati di Kartasura. Untung Surapati pun mengangkat diri menjadi bupati Pasuruan dan bergelar Tumenggung Wiranegara.

Setelah Amangkurat II mangkat tahun 1703, terjadi perebutan tahta Kartasura antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger. Pada 1704 Pangeran Puger mengangkat diri menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah gabungan perusahaan dan perdagangan Belanda di Hindia Timur. Naas, pada 1705 Amangkurat III terusir dari Kartasura, lalu berlindung ke Pasuruan.

Pada bulan September 1706 gabungan pasukan VOC, Kartasura, Madura, dan Surabaya dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran sengit di Benteng Bangil membuat Untung Surapati menghembuskan nafas terakhir. Versi resmi mencatat peristiwa itu bertepatan dengan tanggal 17 Oktober 1706. Namun, kematiannya dirahasiakan. Perjuangan Untung Suropati dilanjutkan putera-puteranya dengan membawa tandu berisi Untung Surapati palsu.

Putera-putera Untung Surapati memimpin pengikut ayah mereka (campuran orang Jawa dan Bali). Sebagian dari mereka tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan dibuang ke Srilangka. Sebagian pengikut Untung Surapati yang lain bergabung dalam pemberontakan bupati Surabaya, yaitu Arya Jayapuspita, di Surabaya pada 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum matinya Adipati Jangrana/Jayengrana di Kartasura, yang terbukti diam-diam memihak Untung Surapati pada perang tahun 1706.

Setelah adipati Jayapuspita kalah perang pada tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Untung Surapati masih setia mengikuti. Mereka lalu bergabung dalam pemberontakan Pangeran Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC pada 1719. Pemberontakan itu berhasil dipadamkan pada 1723. Putera-putera Untung Surapati dan para pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka.

Dari kronik seputar Untung Suropati tersebut dapat dilacak keterkaitan antara Sayyid Sulaiman dan anak turunnya, termasuk puteranya yaitu Sayyid Ali Akbar yang ditangkap VOC-Belanda, yang hingga kini makamnya masih simpang siur. Ada versi yang menyebut di Groningen Belanda, ada versi yang menyebut Tarim, Hadramaut, Yaman, ada pula versi yang menyebut lainnya, yaitu Srilangka. Perlu diketahui, Syekh Yusuf juga pernah dibuang di Srilangka, sebelum diasingkan ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan!

“Sampai kini belum ditemukan dengan pasti, Mas. Pernah dilacak ke Belanda, tetapi tidak ketemu,” tutur Mas Ismail, seorang dzurriyah Deresmo, Surabaya.
Dimungkinkan, peristiwa pemberontakan Untung Surapati dan Adipati Surabaya itu juga terkait dengan sepak-terjang Sayyid Subakir atau Sayyid Bakir, putera Sayyid Sulaiman, yang makamnya di Geluran, Taman, Sidoarjo. Tentu saja, juga terkait dengan perjuangan Sayyid Kendar, yang dimakamkan di Taman Bungkul, Surabaya. Hal itu karena paman-keponakan itu dikisahkan bahu-membahu dalam melawan VOC-Belanda. Namun, selama ini, banyak pihak yang menganggap perjuanganya terkait dengan masa-masa awal abad ke-20. Ada juga yang menyatakan terkait dengan Perang Diponegoro (1825—1830). Namun, ngablak ini akan menelusurinya dan dimungkinkan bahwa sepak terjang Sayyid Kendar itu lebih lama, bahkan bermula dari tahun 1700-an.

Fakta pertama, Sayyid Sulaiman mendirikan desa/pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan pada 1715. Sebuah sumber menyebut bahwa pendirian pesantren itu terjadi ketika Sayyid Sulaiman sudah tua.

Fakta kedua, Nderesmo atau Sidosermo/Sidoresmo didirikan oleh Sayyid Ali Akbar, setelah Sidogiri berdiri dan mulai berkembang, karena Sayyid Ali Akbar ditemani dengan lima santri dari Sidogiri. Dimungkinkan, pendirian itu tidak jauh dari 1720-an. Catatan sejarah menyebut, pemberontakan adipati Surabaya, Jayapuspita, meledak tahun 1717, berhasil dipadamkan tahun 1718, tetapi sisa-sisanya masih melawan hingga 1723, setelah semuanya diringkus Belanda dan dihukum buang ke Srilangka.

Fakta ketiga, Sayyid Sulaiman dan Sayyid Ali Akbar adalah penasehat perang Untung Suropati dan putera-putera Untung Suropati. (1) Sebuah sumber cangkeman menyebut bahwa suatu ketika sebagai penasehat Untung Suropati, Mbah Sayyid Sulaiman diundang raja Solo. Ia ditemani tiga orang santrinya, Mbah Djailani (Tulangan Sidoarjo), Ahmad Surahim bin Untung Suropati, dan Sayyid Hazam, putera Sayyid Sulaiman sendiri. (2) Sayyid Ali Akbar merupakan penasehat perang pengikut Untung Surapati. Salah satu tinggalannya berupa sumur kekebalan atau keramat di Kampung Nderesmo adalah salah satu buktinya untuk membuat para pejuang lebih berani menghadapi musuh.

Fakta keempat, Sayyid Subakir dan Sayyid Iskandar getol melawan VOC-Belanda di daerah Surabaya dan Sidoarjo. Dimungkinkan ini terjadi antara 1717—1723, ketika putera dan pengikut Untung Surapati bergabung dengan Adipati Jayapuspita pada saat melawan Belanda di Surabaya. Sumber cangkeman menyebut, Nderesmo merupakan incaran VOC-Belanda di Surabaya, sehingga banyak keluarga Nderesmo, termasuk isteri Sayyid Ali Akbar dan Sayyid Ali Asghar kecil meninggalkan Nderesmo dan mengungsi ke Sidoarjo.

Fakta kelima. Hmmm. Kita langsung saja ke Sayyid Kendar. Ia merupakan anak ketiga dari Sayyid Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban. Sebuah sumber menyebut, ia memiliki 5 saudara. Berikut ini urutan putera Sayyid Ali Akbar: (1) Sayyid Imam Ghazali (makamnya di Tawunan Pasuruan), (2) Sayyid Ibrahim (makamnya di Kota Pasuruan), (3) Sayyid Badruddin (makamnya di sebelah Tugu Pahlawan Surabaya, dikenal dengan kompleks Sunan Sedo Masjid), (4) Sayyid Iskandar (makamnya di Bungkul Surabaya), (5) Sayyid Abdullah (makamnya di Bangkalan Madura) dan (6) Sayyid Ali Ashghar (makamnya di Sidoresmo). Hanya saja, belakangan ini diketahui bahwa menurut catatan nasab keluarga Sidogiri dan Bangkalan, Sayyid Abdullah adalah putra Sayyid Sulaiman, bukan cucu Sayyid Sulaiman dari Sayyid Ali Akbar.

Setelah Sayyid Ali Akbar tertangkap, praktis yang melakukan perlawanan kepada VOC-Belanda dengan bergerilya adalah anaknya, yaitu Sayyid Kendar dan pamannya yaitu Sayyid Subakir. Selama ini, Sayyid Kendar dikatakan sebagai sosok fenomenal karena kesaktian, karomah dan kecintaannya pada sang ibu. Tentu saja, sumber kisah ini adalah cangkeman. Diyakini, selain bisa bergerak cepat, Sayyid Kendar mampu menghilang, juga dikaruniai sebuah ilmu yang khas Nusantara, yaitu ilmu Rawerontek. Selain itu, seabrek lainnya, karena versi cangkeman memang seringkali menambah-nambahi agar cerita lebih maknyus.

Dikisahkan, dengan kecepatan dan kemampuan menghilang, Sayyid Kendar selalu berhasil merampas persenjataan tentara VOC- Belanda untuk diserahkan pada pamannya, yaitu Syekh Subakir. Karena sepak terjangnya itu, VOC-Belanda pun blingsatan dan membuat sayembara: siapa saja yang berhasil meringkus Sayyid Kendar, akan memeroleh hadiah besar. Namun, sayembara itu pun tidak menemukan pemenangnya. Hal itu karena setiap kali usai ditembak, Sayyid Kendar bangkit lagi, meskipun sudah dinyatakan mati.

Akhirnya, ada seorang pengkhianat yang menunjukan beberapa kelemahan Sayyid Kendar. Pertama, kelemahan Sayyid Kendar ada pada ibunya. Kedua, Sayyid Kendar baru dapat mati dengan benar, bila tubuhnya dipotong dan dikuburkan di dua tempat berbeda.

Nah, stategi itu yang dipakai VOC-Belanda. Sang ibu yang berada di Sidoarjo bersama Sayyid Ali Ashgor diculik. Maksudnya, yang diculik hanya sang ibu saja. Lalu, VOC-Belanda membuat pengumuman, jika Sayyid Kendar tidak menyerahkan diri, ibunya akan dibunuh. Alhasil, Sayyid Kendar pun keluar dari persembunyian, lalu menyerahkan diri. Ia pun menegaskan bahwa ia rela mati dengan syarat (1) ibunya dibebaskan (2) keluarganya tidak diusik (3) Nderesmo diberi kebebasan. Akhirnya, Sayyid Kendar ditembak dan tubuhnya dicincang menjadi dua. Jasadnya dikuburkan di dua tempat berbeda.

Namun, entah kenapa, dalam jangka waktu lama, sang ibu tidak juga dibebaskan dari sekapan VOC-Belanda. Sahdan, Sayyid Kendar hidup lagi dan menagih janji yang belum terlunasi ke markas VOC-Belanda, dengan tidak lupa mengobrak-abrik para tentara. VOC-Belanda pun menepati janjinya. Akhirnya, Sayyid Kendar merelakan diri dibunuh untuk kedua kalinya. Sebelaum wafat, ia berpesan agar satu bagian jasadnya dimakamkan di Taman Bungkul Surabaya dan satu bagian lainnya dikubur di tepi pantai Kuanyar, Bangkalan Madura.

Dengan demikian, melihat dari perbandingan data sejarah dari sumber tercatat, dimungkinkan Sayyid Kendar wafat tidak jauh dari tahun 1723, setelah ayahnya, Sayyid Ali Akbar dihukum buang. Walahu a’lam.

On Sidoarjo, 2021