Literasi Digital, Tantangan dan Peluang dalam Pelayanan Publik

0 0

Read Time:5 Minute, 0 Second

Oleh Ahmad Rusdiana*)

Hari Korpri atau Korps Pegawai Republik Indonesia diperingati setiap tahunnya pada 29 November. Peringatan HUT ke-51 Korpri tahun ini jatuh pada hari Selasa (29/11/2022). Tema Hari Korpri pada 2022 kali ini adalah “KORPRI Melayani, Berkontribusi dan Berinovasi untuk Negeri”.  Harapannya Peringatan Hari Ulang Tahun ke-51 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) dijadikan momentum seluruh ASN semakin profesional dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Di usia yang sudah memasuki setengah abad ini, anggota Korpri sejatinya semakin matang dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya adalah semakin solutif ketika memberikan pelayanan atau penyelesaian sebuah masalah yang timbul di masyarakat. Sehingga bisa semakin solutif, semakin cepat memberikan sebuah pelayanan dan penyelesaian masalah tidak ada lagi yang tidak bisa terselesaikan.

Seiring perkembangan zaman, teknologi digital juga menjadi faktor penting untuk mendukung kecepatan pelayanan publik. Utamanya, dalam meningkatkan transparansi pelayanan kepada masyarakat. Maka anggota Korpri haruslah pandai memanfaatkan teknologi digital. “Salah satunya untuk meningkatkan transparan, solutif, itu semuanya melalui digital. Tampak semakin jelas tantangan bagi para anggota Korpri di era digital ini. Atas dasar itu, pula sudah barang tentu untuk mengukuhkan tema “KORPRI Melayani, Berkontribusi dan Berinovasi untuk Negeri”, anggota Korpri perlu dibekali dengan literasi digital dalam pelayanan publik.

Sebelum merapat lebih jauh pada literasi digital, anggota Korpri perlu memahami telebih dahulu hakikat kebijakan pelayanan publik (public service) dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 dinyatakan sebagai pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pelayanan publik adalah suatu usaha yang dijalankan kelompok atau suatu birokrasi dalam rangka pem berian bantuan pelayan an kepada masyarakat sebagai upaya pencapaian tujuan tertentu (Rukayat, 2017).

Dengan demikian, pelayanan publik hendaknya selalu memberikan kemanfaatan kepada masyarakat kapan pun dan di mana pun. Konsep E-Government dalam pelayanan publik telah sedikit banyak mengubah citra birokrasi penyelenggara pelayanan publik dari terkesan lamban dan berbelit-belit menjadi cepat dan mudah untuk mendapatkan pelayanan.

Pertanyaannya, mengapa literasi digital diperlukan dalam pelayanan publik?

Literasi digital dalam pelayanan publik akan menciptakan tatanan masyarakat yang cakap dalam memanfaatkan sejumlah website dan/atau aplikasi pelayanan publik yang diluncurkan oleh pemerintah, mulai dari proses untuk mendapatkan pelayanan maupun untuk melakukan pengajuan aduan atas kualitas pelayanan publik yang tidak sesuai harapan.

Pertama: Literasi digital merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan informasi, dengan kecakapan kognitif maupun teknikal (Nasrullah, 2018).

Kedua: Literasi menjadi jawaban untuk menjadikan seseorang beradaptasi dengan baik, mengeksplorasi pengetahuan kearah peningkatan kualitas hidup (Utami, 2020);

Ketiga: Kegiatan literasi digital saat ini banyak dilaksanakan di berbagai sektor kehidupan, misalnya di sektor pendidikan sebagaimana hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat yang menunjukkan bahwa sejumlah besar guru telah bisa menggunakan media sosial yang diakses melalui smartphone dan netbook pribadi. Tetapi, kemampuan ini belum gunakan untuk menerapkan proses pembelajaran berbasis digital di kelas (Abdullah et al., 2021);

Keempat: Di era pandemi Covid 19, di mana segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kemudian secara serentak seluruh kegiatannya dialihkan ke media online. Kondisi ini menyadarkan pemerintah untuk mengupayakan dilakukannya literasi digital secara besar-besaran pada dua aspek.

Pertama, pada aspek penyediaan sarana/aplikasi pelayanan publik yang berbasis digital disemua intransi sejak pandemi Covid 19 telah banyak yang diciptakan. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertugas sebagai penyelenggara pelayanan publik mulai menggerakkan diri dalam pemberian layanan online.

Kedua, pada aspek pengaduan, sebagaimana diketahui bahwa Sistem Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) yang dibentuk berdasarkan Perpres 76/2013 dan Permenpan-RB No. 24/2014 bertujuan agar penyelenggara pelayanan publik dapat mengelola pengaduan dari masyarakat secara sederhana, cepat, tuntas, terkoordinasi dengan baik. Pembentukan SP4N juga bertujuan agar penyelenggara memberikan akses untuk partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pengaduan dan tentu saja meningkatkan pelayanan publik.

Selain itu, ada pula LAPOR! (layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No.3 Tahun 2015, merupakan layanan penyampaian semua aspirasi dan pengaduan masyarakat secara online yang dikelola oleh Kantor Staf Kepresidenan.

Haerana & Riskasari (2022) dalam literasinya ada empat pilar Digital Culture yang perlu dipersipkan dalam melakukan Pegabdian dan pelayanan publik di antaranya:

Pertama: Digital Culture; merupakan kemampuan setiap orang dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari (Astuti et al., 2021).

Kedua: Digital Ethics adalah kompetensi seseorang dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari (Kusumastuti et al., 2021).

Ketiga: Digital Safety merupakan keahlian setiap orang dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupannya (Adikara et al., 2021).

Keempat: Digital Skills adalah kecakapan seseorang untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital (Monggilo, 2021).

Berdasarkan kajian literasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa digital culture atau budaya bermedia digital merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memperkuat karakter berbangsa manusia modern melalui sikap dan perilaku yang berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila Pancasila dan tetap mengedepankan prinsip-prinsip Bhineka Tunggal Ika.

Digital ethics atau etika bermedia digital merupakan rangkaian sikap dan perilaku di dunia digital dengan mengedepan kan simbol-simbol atau pedoman beretika yang baik yang sebagian besarnya harus diselaraskan dengan etika berperilaku yang dianut di dunia nyata sebab yang diajak berinteraksi di dunia digital juga adalah manusia.

Digital safety atau aman bermedia digital merupakan rangkaian upaya yang harus dilakukan oleh setiap warganet untuk mengamankan data pribadi dan akun pribadinya atas tindakan kriminal yang akan mungkin dilakukan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Digital skill atau cakap bermedia digital merupakan kompetensi individu dalam penguasaannya di setiap perangkat elektronik dan memanfaatkan perangkat tersebut untuk perkembangan pengetahuan dan keterampilannya menuju kehidupan yang lebih baik. Karena, mau tidak mau, hari ini yang namanya digital sudah menjadi keniscayaan yang harus sudah diambil. Apalagi, teknologi sekarang bukan lagi sebuah pilihan. Tapi sebuah kewajiban untuk bisa memangkas birokrasi agar lebih transparan.

Dirgahayu KORPRI. ASN Bersatu, KORPRI Tangguh, Indonesia Tumbuh!

*) Ahmad Rusdiana, Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti PerguruanTinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang.

About Post Author

Masyhari

Founder rumahbaca.id, pembina UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon

Happy

Happy

0 0 %

Sad

Sad

0 0 %

Excited

Excited

0 0 %

Sleepy

Sleepy

0 0 %

Angry

Angry

0 0 %

Surprise

Surprise

0 0 %