Literasi di Tengah Pandemi

Oleh Syaukah, S.Pd.I, Guru MIN 9 Jakarta Selatan

RumahBaca.id – Wabah pandemi covid-19 ini mengakibatkan keresahan di berbagai elemen kehidupan masyarakat. Berbagai kegiatan banyak yang tertunda, bahkan nyaris dihentikan. Akibatnya, perekonomian menjadi lumpuh, begitu juga dengan sektor pendidikan. Pemerintah berupaya menekan penyebaran virus covid-19 ini dengan menetapkan kebijakan dan aturan pembatasan aktifitas masyarakat. Sejak wabah covid-19 melanda bumi pertiwi ini, pemerintah sudah beberapa kali mengganti format dan nama kebijakan, mulai dari PSBB, PSBB Transisi, PPKM Darurat, hingga PPKM empat level.

Pembelajaran jarak jauh pun diberlakukan. Pembelajaran dilakukan secara online. Kondisi ini sangat meresahkan para orang tua, terutama sekolah yang berada tingkat usia dini (atau TK) dan tingkat dasar (SD), karena orang tua mempunyai peran aktif dan sangat penting pada saat pembelajaran online berlangsung, mengingat anak belum bisa mandiri, perlu pendampingan dalam belajar.

Sementara itu, anak SD kelas 1 belum semuanya bisa membaca dan menulis dengan baik dan lancar. Hal ini menjadi tantangan bagi guru sebagai pendidik, bagaimana menyiasati pembelajaran pada masa pandemi ini. Tak kalah penting juga bagaimana guru memberikan motivasi dan dukungan kepada orang tua dan siswa. Karena bagaimanapun keberhasilan dan kesuksesan pembelajaran adalah hasil kerjasama antara orang tua, siswa dan guru.

Ada satu kisah pengalaman seorang guru kelas 1 yang bernama Bu Masenun. Awal pandemi, Bu Masenun memberikan pembelajaran tambahan secara tatap muka (luring) kepada beberapa siswanya yang belum bisa calistung (membaca, menulis dan berhitung). Hanya saja, pembelajaran luring ini tidak berlangsung lama, karenakan wabah pandemi semakin meningkat. Saat pemberlakuan PPKM darurat, pembelajaran tatap muka untuk beberapa siswa belum bisa calistung dilakukan melalui video call. Alhamdulullah berkat kegigihan dan keuletan serta semangat orang tua dan siswa, problem calistung dapat teratasi dengan baik.

Lain dengan kelas 1 yang sedang memperlancar calistung, kendala yang dihadapi kelas 2 sampai kelas 6 SD, bahkan tingkat menengah yang sudah cukup lancar bahkan baik dalam hal baca tulis, adalah kurangnya minat membaca. Rendahnya minat membaca siswa saat pelaksanaan pembelajaran online dikarenakan minimnya pantauan guru dan orang tua terhadap tugas membaca yang diberikan guru kepada siswa. Ditambah lagi rasa jenuh yang melanda akibat tidak adanya interaksi langsung dengan guru dan sesama teman teman siswa.

Pandemi ini mengakibatkan pembelajaran menjadi terbatas, bahkan terganggu. Hal ini akhirnya berimbas pada menurunnya minat baca siswa. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat mendesain pembelajan yang kreatif, misalnya dengan menugaskan pembuatan mind mapping, membuat puisi, pantun maupun cerita, dan mempresentasikannya melalui video call ataupun YouTube. Walaupun penugasan semacam ini menjadi beban orang tua yang harus membimbing putra putrinya, namun hasil akhirnya akan sangat bermanfaat bagi anak. Tidak hanya sekadar mengasah kognitif, psikomotor dan afektif, namun juga dapat meningkatkan potensi minat baca. Otak kanan pun terlatih, sehingga anak menjadi cerdas akademik, intelegensi, emosional dan spiritual.

Berdasarkan data UNESCO, Indonesia menduduki peringkat ke dua dari bawah dalam bidang literasi. Minat baca masyarakat Indonesia diprediksi 0.001 persen, yang artinya hanya 1 orang yang minat baca dari 1.000 orang, sungguh sangat memprihatinkan. Selain siswa, guru pun dituntut meningkatkan literasi. Di masa pandemi ini tidaklah menjadi penghalang bagi guru untuk berkreasi dan berinovasi.

Masa pandemi ini diibaratkan api. Ia memanasi dan menyinari di tengah banyaknya korban yang terpapar virus covid 19, tak mengalahkan semangat untuk maju dan berkembang. Banyak hikmah yang diperoleh pada masa pandemik ini, menemukan hal hal baru yang tidak tersentuh di luar masa pandemik. Salah satu contoh, pada saat ini menjamur berbagai pelatihan dan webinar di berbagai media sosial, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun organisasi dan komunitas. Baik yang tanpa biaya sampai yang berbayar. Begitu juga dengan komunitas literasi yang anggotanya dari berbagai lintas profesi, mulai dari mahasiswa, guru, dosen, widyaiswara, dokter bahkan ibu rumah tangga. Salah satunya contohnya komunitas Sobat Literasi Nusantara yang mengelola Rumah Baca. Begitu pun dengan penerbit, mereka menyosialisasikan ke publik dan mengkordinir penyusunan buku antologi, sehingga menambah semaraknya pengiat literasi untuk ikut berpartisipasi menulis.

Rasanya kurang afdal, jka seorang guru menuntut siswanya meningkatkan minat baca, namun gurunya merasa nyaman dengan keterbatasan yang ada pada dirinya. Dengan bergabung di dalam komunitas literasi, berarti kita mau belajar, dan berlatih literasi. Dengan membaca karya yang dihadirkan dalam komunitas maupun dari media lainnya berarti kita telah membudayakan minat baca, karena untuk bisa menulis kita harus banyak membaca. Mencoba menulis dan terus mencoba, baik dalam bentuk naskah cerita pendek, puisi , pantun, syair maupun artikel.

Dilansir dari media hallo sehat, manfaat menulis sangat baik untuk kesehatan. Hal ini sangat tepat pada masa pandemik ini. Mari kita manfaatkan dan luangkan waktu untuk menulis. Setidaknya ada 6 manfaat menulis bagi kesehatan seseorang, yaitu:

Pertama, dapat memulihkan emosi. Mengekspresikan perasaan dalam bentuk untaian dan susunan kalimat dapat mempercepat proses penyembuhan.

Kedua, mendapatkan pemikiran yang positif terhadap pasien kanker. Hal ini karena pasien kanker mengabaikan pikiran pikiran negatif terhadap penyakit yang dideritanya.

Ketiga, dapat mengorganisir kegiatan rutinitas. Aktifitas sehari hari telah terjadwal, sehingga kegiatan terorganisir dengan efisein.

Keempat, dapat ketenangan saat tidur. Penulis yang menuliskan rasa syukurnya sebelum tidur, akan medapat kualitas tidur yang baik.

Kelima, melatih berbicara yang lancar. Hal ini karena kebiasaan mengolah kosa kata dan pengasahan bahasa melalui self editing.

Keenam, menjadikan pikiran dan tubuh lebih baik. Dengan menulis ekspresif akan menurunnya tingkat stres dan berdampak pada pikiran dan tubuh yang lebih fresh.

Mari kita jadikan bulan bahasa ini sebagai tonggak untuk membangkitkan Gerakkan Literasi Nasional, Gerakan Literasi Sekolah, Komunitas Pembaca, dan berbagai kegiatan yang mendorong minat baca. Tingginya minat baca dapat meningkatkan kemampuan berinovasi. Inovasi adalah kunci kemajuan bangsa. Begitu pun sebaliknya, rendahnya minat baca berakibat pada rendahnya kemampuan berinovasi.

Salam literasi.

Tangerang Selatan, 25 Nopember 2021

Bagikan tulisan ke: