Lebih Dekat dengan Pondok Pesantren Al-Anwar Pesawahan

0 0

Read Time:6 Minute, 56 Second

Penulis: Tria Endang Agustina | Editor: Masyhari

Profil dan Sejarah Pesantren
Setiap pesantren mempunyai latar belakang yang sama dalam pendiriannya, yaitu untuk menyebarkan ilmu-ilmu agama. Sama halnya dengan berdirinya Pondok pesantren di Desa Pasawahan ini.

Awalnya pesantren ini didirikan oleh Mbah Isma’il dengan tujuan mengajarkan agama Islam karena pada saat itu keadaan masyarakat masih sangat awam tentang pengetahuan agama.

Setelah kedatangan Mbah Muqoyyim, kakak Mbah Isma’il, ke Pasawahan, penyebaran agama di Desa Pasawahan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal itu, karena selain dalam rangka bersembunyi dari kejaran Belanda, Mbah Muqoyyim juga mengajarkan berbagai ilmu agama Islam di Pesantren tersebut.

Setelah masa Mbah Isma’il, pesantren ini mengalami kekosongan kepemiminan selama beberapa periode, hingga akhirnya dilanjutkan oleh Kyai Anwar yang merupakan keturunan kelima dari Mbah Isma’il.

Sekitar tahun 1980 pesantren ini dipimpin oleh putra Kyai Anwar yaitu Kyai Abdul Rosyid. Pada kepemimpinan Kyai Abdul Rosyid, pesantren ini kemudian diberi nama yang sesuai dengan nama ayahandanya, yaitu Al-Anwar yang dijadikan suatu penghormatan atas segala perjuangan beliau dalam membangun pesantren ini, sedangkan pada masa-masa sebelumnya pesantren ini belum diberikan nama.

Pesantren ini kemudian diserahkan seutuhnya kepada Mbah Isma’il, karena pada saaat itu Mbah Muqoyyim harus pergi dari Desa Pasawahan untuk melanjutkan dakwah Islamiyahnya ke wilayah lain seperti di antaranya ke daerah Beji maupun Kedung Malang.

Kepemimpinan Mbah Isma’il di Pondok Pesantren Pasawahan ini tidak diketahui berapa lamanya, maka pada perkembangan selanjutnyapun tidak terdapat penerus yang melanjutkan perjuangannya mensyiarkan Islam di Desa Pasawahan khususnya di Pondok Pesantren al-Anwar. Setelah melaui kekosongan selama dua generasi, kepemimpinan pesantren kembali di lanjutkan oleh Kyai Anwar yang merupakan keturunan kelima dari Mbah Isma’il.

Kyai Anwar adalah keturunan kelima yang merupakan seorang lurah pada saat itu. Kyai Anwar juga merupakan seorang yang kaya raya hingga kemudian beliau membeli banyak lahan tanah di Desa Pasawahan dan akhirnya membangun kembali pondok pesantren. Pada kepemimpinan Kyai Anwar pesantren ini belum diberi nama seperti nama saat ini, barulah pada kepemimpinan penerusnya pesantren ini diberi nama al-Anwar.

Kyai Anwar memiliki beberapa putra di antaranya yaitu Kyai Abdul Rosyid yang ditunjuk sebagai penerus kepemimpinannya. Ketika masih di pesantren, Kyai Abdul Rosyid diminta pulang oleh ayahnya untuk segera menikah dan kemudian melanjutkan perjuangan ayahandanya dalam mensyiarkan Islam di Desa Pasawahan, Kecamatan Susukanlebak, Kab. Cirebon.

Kyai Abdul Rosyid memenuhi permintahan ayahnya untuk segera menikah dengan putra kerabat ayahnya, dan kemudian Kyai Abdul Rosyid mendirikan sekolah-sekolah agama yaitu MI, MTs dan MA, namun setelah mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan ini Kyai Abdul Rosyid menyerahkannya kepada saudaranya yaitu Bpk. Syihabuddin. Setelah menyerahkan madrasah-madrasah yang didirikannya, akhirnya Kyai Abdul Rosyid memfokuskan diri untuk mendirikan kembali Pondok Pesantren yang sebelumnya sudah ada dan dipimpin oleh ayahnya, namun telah dihancurkan oleh kolonial.

Pondok Pesantren ini dinamakan Pondok Pesantren al-Anwar yang diambil dari nama ayahnya yaitu Kyai Anwar. Pada masa kepemimpinan Kyai Abdul Rosyid, pesantren ini semakin bersinar akan ajaran agama Islamnya, pengajaran pada pesantren ini juga tidak hanya agama secara umum, namun pesantren ini mengajarkan pula tentang tarekat.

Semasa mudanya Kyai Abdul Rosyid menuntut ilmu-ilmu agama di beberapa pesantren, hingga saat beliau belajar ilmu agama di Buntet Pesantren beliau dipilih menjadi kader sebuah tarekat.
Pada saat itu di Buntet telah tumbuh dua tarekat, yaitu Tarekat Sattariyah dan Tarekat Tijaniyah, namun ketika itu Kyai Abdul Rosyid dipilih menjadi kader Tarekat Tijaniyah oleh Kyai Anas dan dibai’at oleh Kyai Akyas sebagai muqoddam Tijaniyah.

Di Desa Pasawahan tepatnya di Pondok Pesantren al-Anwar, Kyai Abdul Rosyid meneruskan perjuangan ayahnya sebagai pemimpin Pondok Pesantren al-Anwar. Selain itu Kyai Abdul Rosyid juga mulai memperkenalkan Tarekat Tijaniyah pada masyarakat Desa Pasawahan khususnya pada santri asuhannya.
Kepemimpinan Kyai Abdul Rosyid ini berlangsung cukup lama, dakwahnya semakin ketat dan semakin dikenal ajarannya. Dalam mengajarkan ilmunya, Kyai Abdul Rosyid melakukan pengajian keliling, dari satu tempat ke tempat lain. Kyai Abdul Rosyid memilki tiga istri dari beberapa desa yang ada di sekitar Desa Pasawahan.

Dari semua istrinya menghasilkan beberapa putra, namun yang terpilih menjadi penerus perjuangannya adalah putra-putra dari istri keduanya. Dari istri kedua ini Kyai Abdul Rosyid dikaruniai beberapa putra, di antaranya yaitu Kyai Falah Failasuf yang kini dipercaya sebagai Muqoddam Tarekat Tijaniyah di Desa Pasawahan khususnya di Pesantren al-Anwar, dan juga salah satu Putri yaitu Ibu Hj. Fathmah sebagai pengurus pertama pada pondok pesantren al-Anwar Putri.

Pada masa kepemimpin Kyai Falah Failasuf, pondok Pesantren ini semakin harum namanya hingga tercium ke luar daerah Desa Pasawahan seperti Brebes dan Jakarta, begitupun dengan jumlah santrinya yang semakin hari semakin bertambah, sampai sekarang ini ±300 santri putra dan putri.

Awal mulanya, pondok pesantren al-Anwar ini konsep pendidikan yang digunakan adalah tradisional, masih menggunakan seni rumah panggung dari bambu dan masih menggunakan penerangan berupa lampu cempor dari minyak tanah.

Akan tetapi saat ini sudah beralih perkembangan zaman yang semakin pesat dan moderan, pondok pesantren al-Anwar telah banyak perubahan dari segi bangunan ataupun sarana-sarana lainnya sebagai penunjang kegiatan para santri, salah satu contohnya didirikan sebuah unit usaha yang dikelola oleh pesantren yaitu koperasi santri, ynag menyediakan berbagai kebutuhan santri.

Tujuan didirikannya koperasi ini agar para santri diberikan kemudahan untuk mencukupi segala kebutuhannya dan tak hanya itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dengan hal ini para santri tetap dalam lingkungan pondok dan terjaga pengawasannya.

Masyarakat menerima ajaran Tarekat Tijaniyah dengan menghadiri acara-acara rutinan yang diselenggarakan oleh pesantren. Berbeda dengan cara ayahnya mengajarkan Tarekat Tijaniyah, Kyai Rosyid mengajarkan dengan cara mengaji/ mengajarkan kitab Tijaniyah di beberapa tempat yang berada di Desa Pasawahan dan sekitarnya.

Meski tidak seluruh masyarakat Desa Pasawahan menjadi Ikhwan Tijaniyah, hubungan masyarakat Desa Pasawahan selalu tampak rukun dan terjaga kekerabatannya. Sedangkan Kyai Falah mengajarkannya hanya melalui pengajian rutinan yang dilaksanakan setiap hari Minggu.

Dalam pesantren terdapat beberapa elemen, di antaranya adalah Kyai dan Santri, namun Kyai merupakan elemen yang paling esensial bagi tubuh pesantren, karena Kyai biasanya merupakan pendiri pesantren tersebut, maka wajar jika pertumbuhan suatu pesantren bergantung pada Kyainya.

Sistem Pembelajaran di Pesantren Al-Anwar

Setiap pesantren memiliki berbagai kesamaan seperti dalam cara pengajarannya dalam pondok al-Anwar ini, yaitu mengajarkan berbagai kitab kepada santrinya, seperti kajian kitab Kuning, Aqidatul Awwam, Ushul Fiqih dan banyak kitab-kitab lainnya. Untuk menjadi seorang santri di sebuah Pondok Pesantren, terkadang calon santri tersebut diharuskan untuk hafal beberapa juz atau hafal Juz ‘Amma.

Berbeda dengan peraturan yang ada di Pesantren al-Anwar, setiap calon santri hanya diwajibkan untuk mengikut tes, dan tes ini juga merupakan penyeleksian menuju kelas-kelas yang akan menjadi tempat santri untuk belajar di pesantren.

Adapun kelas-kelas yang dimaksud adalah Kelas Awwaliyah (1), Kelas Wustho Awwal (2), Kelas Wustho Tsaani (3) dan Kelas Wustho Tsaalits (4):

  1. Kelas Awwaliyah yaitu kelas dasar untuk para santri baru yang terlihat masih sangat kurang dalam pengetahuan ilmu agamanya. Pada kelas ini, santri diajarkan dari hal yang dasar terlebih dahulu seperti ilmu tentang Sholat atu disebut Pasholatan.
  2. Wustho Awwaal yaitu kelas lanjutan setelah menjalani kelas Awwaliyah. Pada kelas ini para santri mulai diajarkan beberapa kitab, di antaranya yaitu: Safinah yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih, ‘Aqidatul Awam yang menjelaskan tentang Ilmu Tauhid, Jurmiyah yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu, Tafsir al-Istilahi yang menjelaskan tentang Ilmu Shorof dan Rasisul Kholaq yang menjelaskan tentang Ilmu Akhlak
  3. Wustho Tsaani yaitu tahap lanjutan dari Wustho Awwal. Pada kelas ini para santri mulai menginjak ke tahap lebih tinggi, kitab-kitab yang diajarkanpun mengalami peningkatan atau lebih tinggi tingkatannya. Kitab-kitab yang diajarkan pada kelas Wustho Tsaani ini di antaranya yaitu Kitab Muttamimmah yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu, Kitab Fathul Qorib yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih, Kitab Arba’in Nawawiyah menjelaskan tentang Imu Hadits dan Kitab Al-Khoridul Bahiyyah yang menjelaskan tentang Ilmu Tauhid.
  4. Wustho Tsaalits yaitu tahap akhir setelah menjalani beberapa tingkatan yaitu Awwaliyah, Wustho Awwal dan Wustho Tsaani. Pada Wustho Tsaalits ini para santri diajarkan beberapa kitab yang lebih tinggi, di antaranya yaitu Kitab Imriti yang menjelaskan tentang Ilmu Nahwu, Kitab Nadzom Maqsuf yang menjelaskan tentang Ilmu Shorof, kitab Fathul Qorib yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqh, Kitab Ta’limu Ta’lim yang menjelaskan tentang Ilmu Akhlaq, Kitab Kifayatul Awam yang menjelaskan tentang Ilmu Tauhid dan Kitab Bulughul Marom yang menjelaskan tentang Ilmu Hadits.

    Kelas-kelas yang telah dipaparkan di atas, memiliki waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh pesantren yaitu dilakukan pada pukul 14.00 sampai pukul 16:00 bagi kelas Awwaliyah sampai kelas Wustho Tsaani, sedangkan waktu untuk kelas Wustho Tsalits dilakukan ba’da Isya.[]

About Post Author

Masyhari

Founder rumahbaca.id, pembina UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon

Happy

Happy

0 0 %

Sad

Sad

0 0 %

Excited

Excited

0 0 %

Sleepy

Sleepy

0 0 %

Angry

Angry

0 0 %

Surprise

Surprise

0 0 %