Lebih Dekat dengan Hernowo, Sang Pengikat Makna

Mungkin gambar 3 orang, buku dan teks

Oleh M Iqbal Dawami, Direktur Penerbit Maghza Pustaka

“Saya merasakan sekali bahwa kegiatan menulis dapat membantu diri kita untuk membuat peta kehidupan kita. Saya juga merasakan sekali bahwa teks atau kalimat-kalimat tertulis itu dapat menampung kekayaan kehidupan kita—baik itu kekayaan hidup yang sudah kita jalani maupun yang belum sempat kita jalani”

Hernowo

Di mataku, sejauh ini Hernowo belum tergantikan sebagai orang yang konsen di dunia literasi. Dia tidak hanya berwacana, tetapi juga mengamalkan. Dia tidak hanya berbicara, tetapi juga mengambil tindakan. Konkretnya, dia tidak hanya mengajak orang untuk membaca dan menulis, tetapi dia mengamalkan kedua aktivitas itu.

Sudah puluhan buku telah ia tulis. Buku-bukunya berisi tentang motivasi, manfaat, dan bagaimana agar kita bergairah membaca dan menulis. Buku-bukunya seperti Mengikat Makna dan Andaikan Buku itu Sepotong Pizza telah mengalami cetak ulang. Ini artinya, buku-bukunya telah mendapat sambutan yang luar biasa di masyarakat.

Lantaran buku-bukunya, ia telah melalang buana ke berbagai kota untuk mengisi acara baik sebagai promotor buku-bukunya, undangan tentang baca-tulis, atau pun untuk mempresentasikan berbagai gagasan dan penemuannya mengenai membaca dan menulis.

Hernowo lahir di Magelang pada 12 Juli 1957. TK hingga SMU-nya ia habiskan di tanah kelahirannya. Kemudian ia kuliah di ITB jurusan Teknik Industri. Hingga kemudian melanjutkan “sekolahnya” di penerbit Mizan yang kesekian, katanya. Semenjak kecil ia sudah rajin membaca. Semua bacaan mengenai dunia anak-anak telah disantapnya dengan lahap sekali, seperti majalah anak-anak, komik, cerita silat, dan masih banyak lagi.

Namun ia merasa beku otaknya saat mempelajari mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, karena buku-bukunya monoton dan banyak yang “beracun”, ujarnya saat mengisi acara di Toko Buku Toga Mas Yogyakarta pada 26 Pebruari 2005.

Semenjak kuliah ada sebuah buku yang amat ia sukai yang sering sekali ia sebut di buku-bukunya dan amat berpengaruh yaitu Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam karya Muhammad Iqbal. Itulah buku pertama yang mengenalkan ia dengan filsafat. Sosok Iqbal begitu ia kagumi. Dan setelah ia bekerja di penerbit Mizan pada tahun 1984, ia mulai berkenalan dengan penulis-penulis lainnya seperti Ali Syariati dan Murtadha Muthahhari, serta Anemarie Schimmel. Itulah para penulis yang ia kagumi.

Bekerja di sebuah penerbitan maka secara otomatis kebiasaan membacanya meningkat pesat. Baginya, tiada hari tanpa membaca. Selama bekerja di Mizan itu, ia mempersepsi dirinya sedang menjalani proses pembelajaran. Haidar Bagir bercerita tentang Hernowo, “Hampir semua buku Mizan, terutama yang terbit pada 1983-1993, telah dilahapnya. Dia bukan membaca huruf, melainkan benar-benar memahaminya—dia bisa tahu secara cepat kelebihan-kelebihan sebuah buku yang dibacanya dan siapa yang tepat mengonsumsinya.”

Pekerjaan sekaligus hobi membuat kariernya melonjak naik secara cepat. Berawal dari karyawan di bagian produksi kemudian naik menjadi staf keredaksian, menjadi manajer Produksi, lalu General Manager Editorial. Setelah itu ia dipercaya memimpin penerbit Kaifa yang masih berada di bawah Mizan yang dikhususkan untuk menerbitkan buku-buku How to seperti Quantum Learning, dan Learning Revolution. kemudia ia memegang penerbit MLC (Mizan Learning Centre). Setelah memegang penerbit Kaifa ia sering menjadi trainer tentang pembelajaran seperti bagaimana agar bergairah membaca dan menulis, dan lain sebagainya. Kegemarannya membaca buku, dan kemudian menulis meningkat amat pesat.

Pada tahun 1998 ia dipercaya untuk mengajar matakuliah “Digesting” (mencerna buku) di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM), Bandung. Pada tahun berikutnya ia juga mengajar Bahasa Indonesia (bidang ketrampilan menulis), di SMU plus Mutahhari, Bandung.

Buku pertamanya muncul pada tahun 2001 yaitu Mengikat Makna. Buku ini adalah hasil pembelajarannya setelah ia “sekolah” di penerbit Mizan bertahun-tahun. Usahanya ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Setelah sukses dengan buku pertamanya ia susul buku keduanya berjudul Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, dan mengalami hal yang sama yaitu sambutan luar biasa. Mesin menulisnya seolah-olah tak mau berhenti sampai di situ. Ia kemudian menyusul buku ketiganya, keempatnya hingga sampai yang ketujuh belasnya.

Seiring dengan meningkat karya-karyanya, karakter serta kepribadiannya pun meningkat pesat. Wawasannya yang luas membuat ia kaya akan perspektif, atau dengan istilahnya sendiri, “mata baru”. Jika Haidar Bagir mengatakan kalau prestasi-prestasinya itu dihasilkan akibat dari aktivitas membacanya, maka saya akan menambahkan dengan aktivitas menulisnya juga ia menjadi seperti itu. Membaca akan memperkaya perspektif dan meluaskan wawasannya sedangkan menulis akan merekam serta mengekspresikan apa yang diungkapkannya. Perpaduan itu menjadikan hidupnya amat luar biasa.

Dia sendiri mengakui kalau pribadinya (dulu) introvert dan kaku dalam berbicara di depan umum. Tapi berkat membaca dan menulis (untuk dirinya sendiri) sifat itu pun hilang. Dengan dua aktivitas itu ia bisa menghadapi hidup dengan sehat, karena baginya, membaca—terutama menulis—bisa menyembuhkan dan mencerahkan. Setiap ada gejolak emosi atas pengalamannya ia selalu menuliskan ke dalam buku hariannya. Dan setiap membaca buku ia selalu menuliskan apa yang menurut ia penting dan manfaat untuk dirinya sendiri.

Melalui pengalamannya, ia sangat yakin kalau dengan membaca dan menulis maka hidup kita akan bahagia, lebih terarah, dan mampu meredam segala emosi baik disebabkan peristiwa masa lalu atau yang sedang dialaminya saat ini. Jadi, selain mengasah keterampilan menulis dan membaca ia juga sangat yakin keduanya itu bisa melejitkan potensi apa yang ada dalam diri kita. Bahkan bisa dikatakan, bagi dia, keduanya adalah kunci kebahagiaan.
Membaca buku, menurut Hernowo, sama halnya mencerna makanan. Dan makanan dari buku adalah gagasan. Jika kita memakan makanan yang banyak lemaknya otomatis itu tidak akan menyehatkan badan kita dan memberi ruang datangnya penyakit. Begitu pun dengan buku, jika kita membaca buku yang tak bermanfaat maka buku itu akan merusak otak kita. Oleh karena itu, bacalah buku bergizi yang memberikan asupan pada badan kita sehingga kita menjadi sehat baik jiwa maupun raga. Sebagaimana kita makan, membaca pun tak bisa dilakukan secara sekaligus. Bacalah buku secara ngemil dan perlahan-lahan seperti halnya memakan makanan.

Kekuatan menulis, menurutnya, terletak pada kemampuannya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang ditujukan pada diri kita sebagai orang yang menulis. Menulis, ia artikan sebagai merumuskan hal-hal yang kita simpan “di dalam” untuk kemudian dapat kita pahami “di luar”. “Dan syarat menulis yang dapat menghasilkan rumusan yang baik adalah adanya kongruensi, bahwa segala sesuatu yang ada di dalam (yang kita pikir dan rasakan) harus sama persis dengan segala yang sesuatu yang ada di luar (yang kita tulis dan lakukan),” ujar Hernowo.

Ia menyarankan, jika kita ingin tercerahkan dengan menulis kita harus mempunyai catatan harian. Dengan catatan harian itu kita akan mengekspresikan diri kita. Kita akan menuliskan segala apa yang kita pikirkan dan rasakan. Dan kita juga akan merekam segala aktivitas dan perubahan-perubahan yang ada dalam diri kita lantaran catatan harian tersebut. Sungguh, ia bukan hanya bicara tok mengenai penemuannya ini, tapi ia berdasarkan pengalaman dan penelitiannya.

Inilah yang membuat kita memercayai akan perkataannya. Maka tak heran kalau buku-bukunya sangat laris di pasaran. Ia sudah mempunyai “peta kehidupan”nya sendiri melalui teks-teks yang ia tuliskan di catatan hariannya. Selain tercerahkan lantaran menulis, ia juga memiliki keunggulan dalam menyelenggarakan kegiatan membaca dan menulis. Dan keunggulannya itu memang bersifat ‘ke dalam’. “Artinya, saya merasakan memiliki keunggulan dalam hal membaca dan menulis lebih dikarenakan saya merasakan sekali bahwa diri saya tumbuh dan berkembang setiap hari gara-gara saya melakukan, secara konsisten dan kontinu, kegiatan membaca dan menulis. Manfaat yang saya raih selama saya menekuni kegiatan membaca dan menulis dapat mewujud baik berkaitan dengan manfaat fisik maupun non fisik”.

Adapun karya-karyanya di antaranya Mengikat Makna, Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, Main-Main Dengan Teks, Quantum Reading, Quantum Writing, dan buku yang lainnya.

Selamat berakhir pekan.