Kritik dan Refleksi terhadap G30S PKI

30 September 2021 Memperingati Hari Apa? Berikut 15 Ucapan Peringatan G30S PKI untuk Bangkitkan Nasionalisme - Berita DIY - Halaman 3
Oleh Novandi Bayu, Sekretaris PAC IPNU Karangampel, Indramayu

RumahBaca.id – Mungkin saat ini sudah banyak kita ketahui dalam sejarah bagaimana bengis dan kejamnya PKI pada saat itu. Mungkin juga saat ini banyak simpatisan PKI yang baginya merasa tidak adil atas dasar kemanusiaan. Namun, semua itu adalah sebuah sejarah yang telah terjadi dari mana kita memandangnya. Maka dari situ, kita juga akan merasakanya.

Kala kata Gus Baha, yang terpenting dari sesuatu itu adalah ajarannya. Begitu pun dengan PKI. Dari sini kita dapat melihat kalau dalam bidang sosial, PKI memang menjunjung tinggi kelas sosial, hingga pada saat itu ketika PKI berhasil berkoalisi dengan Presiden Soekarno, dan terbentuknya peraturan “Setiap warga negara hanya dibatasi 5 Ha tanah” yang akhirnya pada saat itu terjadi pembantain di mana-mana.

Lalu, apakah itu tidak menimbulkan kontra dengan kondisi negara kita yang majemuk, dengan menyamaratakan kelas sosial, sama rata, sama rasa yang ujung-ujungnya tanpa agama. Karena yang terpenting dalam agama adalah tauhid, agama mengajarkan sosial, tapi tidak sosialis, karena di dalam agama pun kita berhak menentukan hidup kita lewat jalur mana pun yang utamanya lillahita’ala. Sebab, manusia mempunyai kreatifitas, inovasi dan kreasi, bukan robot yang hanya mengikuti tuannya.

Jadi, jangan keliru apalagi mendukung gerakan PKI di negara kita, karena sekarang banyak simpatisan yang merasa iba atas pembantaian PKI sampai menuntut negara meminta maaf. Lucu memang. Dan kini sepertinya sudah ditiadakan pelajaran sejarah mengenai PKI. Entah siapa yang menghilangkan.

Tapi di sini kita lihat bukan masalah siapa yang benar atau salah. “Kita harus saling memaafkan, bukan menuntut meminta maaf. Karena secara aturan, ya salah semua, tapi secara adat yang mulai duluan itu yang salah,” ujar Cak Nun dalam sebuah majelis Maiyah.

Memang begitu, karena kita hanya penikmat sejarah, tidak merasakan di antara kedua belah pihak, baik yang dirugikan ataupun yang merugikan. Akan tetapi, kalau terus saling gontokan, tidak akan ada selesainya. Toh saling memaafkan lebih baik. Lantas, apakah selama ini keturanan PKI tidak boleh menjadi warga negara Indonesia? Tidak juga kan, bahkan ada yang jadi Staf Presiden toh.

Dan ketika kita tidak pro dengan PKI, jangan pula diplintir pro dengan Soeharto, karena simpatisan biasanya mengaitkan dengan politiknya Soeharto. Mungkin memang terjadinya tragedi G30S PKI menjdi momen tepat untuk Soeharto saat itu, tapi bukan berarti lantas kita mendukung hal tersebut. Ketika Soeharto salah, ya salahkan. Jadi, jangan berkamuflase dalam pemerintahan Soeharto.

So, rakyat saat ini harus hidup tenang, tentram dan sejahtera. Biarkan sejarah menjadi pelajaran dengan tidak menghilangkan sejarah itu sendiri, baik PKI maupun Soeharto. Semuanya punya masa kejayaan, lalu tumbang, dan kita hadirkan kedamaian dengan tidak menuntut merasa paling benar.[]