“Kiai Nyeleneh” Dalam Pandangan Gus Ishom Hadziq Tebuireng

  Oleh: Ahmad Karomi* Kira-kira tahun 1994-1995 saat itu Ploso mengadakan pra-haflah. Kegiatan jelang haflah diisi aneka lomba khas santri. …

Oleh: Ahmad Karomi*

Kira-kira tahun 1994-1995 saat itu Ploso mengadakan pra-haflah. Kegiatan jelang haflah diisi aneka lomba khas santri. Misalnya sepakbola api, volly, catur, bahkan panco.

Kelas III tsanawiyah adalah kelas terberat bagi santri ploso, sebab harus berjibaku dengan Alfiyah yang harus dituntaskan dalam waktu setahun. Untuk itu, refreshing kelas Alfiyah haruslah berbobot pula. Akhirnya panitia pun mengadakan seminar yang digelar di madrasah depan Ploso.

Adalah Gus Ishom Haziq yang diundang sebagai narsum, karena memang pada saat itu beliau termasuk kiai muda multitalenta yang pakar di berbagai bidang, baik tulisan maupun lisan, santri cum akademisi. Tema seminar yang diangkat pun terbilang menarik karena berbicara tentang peran kiai pesantren. Makalah pun dibagikan kepada peserta, sayang milik saya hilang.

Tiba sesi tanya jawab, salah satu santri yang dikenal “ngefans” Gus Miek mengajukan sebuah pertanyaan yang diajukan kepada Gus Ishom: “Bagaimana sikap kita melihat kiai nyeleneh alias khariq al-adah?” dan bolehkah kita menirunya?”

Gus Ishom menjawab kurang lebih demikian: “Sikapi dengan bijak, dan tetap berpegang kepada jumhur ulama, tidak usah ikut-ikutan nyeleneh, karena memang disitulah tingkatan (maqam) kita”. 

Ulasan dari Gus Ishom ini cukup mengena, karena seperti diketahui bersama, ikon kiai “khariqul adah” di Ploso adalah Gus Miek, sehingga ini juga menjadi jawaban bagi santri  yang mencoba meniru sisi “nyeleneh” Gus Miek tanpa pernah menapaki “riyadoh”nya.

Bagi Gus Ishom, syariat adalah pondasi dalam beragama, dan itu tidak bisa diabaikan hanya karena ingin ikutan “nyeleneh”. Semua ada porsinya masing-masing. Khususnya bagi talabah, masyarakat awam oleh Gus Ishom dihimbau agar tidak asal ngikut “kenyelenehan” seorang kiai. 

Dari keterangan Gus Ishom itulah kemudian saya baru “klik” ternyata selama ini banyak yang salah kaprah dalam memandang “kenyelenehan” Gus Miek yang dianggap tidak sholat, tidak bisa mengaji kitab, dll. Padahal Gus Miek dalam banyak kesaksian sangat rajin mengaji kitab kuning, sholat, istiqomah silaturahmi, mendawamkan zikir yang hanya diketahui beberapa kolega saja._

__________

Tulisan ini (sebenarnya akan saya peruntukkan alm. Gus Zakki) sebagai kenangan akan sosok Gus Ishomuddin Hadziq. Lahumal fatihah.

*Alumni Alfalah Ploso, PW LTNNU Jatim

https://www.halaqoh.net/2021/07/kiai-nyeleneh-dalam-pandangan-gus-ishom.html