Kerlip Cahaya Kunang-kunang, di Manakah Sekarang?

Oleh Evy Aldiyah, Guru SMPN 202 Jakarta

SIANG itu surya redup terhalang mendung. Dalam boncengan motor temanku yang melaju santai di jalan kampung ini, kutengokkan kepala ke kiri kanan. Mataku sudah seperti elang terbang yang mengintai musuh untuk memastikan nomor rumah dan RT yang kami tuju. Siang itu aku bersama temanku seorang guru BK, mengagendakan homevisit terhadap seorang siswa yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Laju motor terhenti karena di depan ada mobil yang terperosok parit sehingga menyebabkan sedikit kemacetan. Di kiri motor kami tampak seorang abang penjual mainan anak dengan gerobaknya juga ikut berhenti. Warna-warni dan macam-macam mainan anak yang dipajang dalam gerobak sungguh menarik perhatian, memaksaku turun dari boncengan.

Bersyukur cuaca siang ini tidak terik, mengurangi rasa bosan menunggu situasi jalan kembali normal dari kemacetan. Mainan anak-anak dalam gerobak yang berhenti di sebelahku mampu menarik mataku untuk sekadar melihat apa saja isi dalam gerobak itu. Ada satu mainan yang menarik minatku. Menurutku unik. Sebuah botol beling berwarna, berukuran kecil berisi cairan. Di dalamnya terdapat cahaya berwarna-warni berpendar dan bergerak-gerak bila botol diguncangkan.

Menurut abang pedagang, nama mainan itu lampu kunang-kunang. Isinya tampak seperti potongan mika di dalam air dan ada campuran lain. Kreatif sekali ya pembuatnya. Bukan hanya anak-anak yang gemas dengan mainan itu, aku yang berumur pun tampak gemas. Pastilah pembuatnya terinspirasi dari hewan kunang-kunang. Padahal hewan kunang-kunang itu sendiri saat ini entah berada di mana, sudah hilang jejaknya tergusur oleh keberadaan manusia. Bahkan beberapa ilmuwan mengatakan bahwa kunang-kunang berada dalam status terancam punah.

Tentang kunang-kunang, aku memiliki kisah pada masa kecilku yang begitu memorable. Saat liburan sekolah  pernah aku diajak oleh orang tuaku mengunjungi saudara di pulau Punai di suatu perairan. Bila sudah main ke sana, aku berubah menjadi seorang bolang, bocah petualang bersama sepupu. Namanya juga anak-anak, pada masa liburan menghabiskan waktu dengan bermain. Suatu hari kami bermain agak jauh dari rumah, dan pulang menjelang petang. Pada saat hari mulai gelap tanpa menyadari  bila arah jalan pulang kami melewati areal kuburan kampung dan hutan semak kecil. Bersama sepupu dan tiga orang teman, kami bergegas melewati jalan itu. Salah satu temanku adalah seorang yang suka histeris dan panik.

Memasuki hutan semak kecil tampak sekumpulan cahaya kelap-kelip berwarna hijau-kuning, terbang bertebaran tidak tentu arah dalam jarak yang tidak terlalu tinggi. Sepupuku mengatakan bahwa itu adalah hewan kunang-kunang. Sejak itu, barulah aku tahu hewan tersebut. Selama ini aku hanya tahu dari buku. Betapa aku terpesona kepada cahaya kelap-kelip kunang-kunang saat itu hingga hilang rasa takut. Bahkan aku dibuatnya berlari ke sana ke mari, sekadar untuk menangkapnya.  Tapi suara teman yang histeris dan panik itu justru membuat suasana menjadi seram dan menakutkan. Apalagi saat dia mengatakan bahwa kunang-kunang itu adalah kukunya orang mati yang ada di kuburan tadi. Jadilah kami berlima bergegas pulang dengan berlari sekencang-kencangnya hingga kehabisan nafas. Tanpa menyadari kaki terluka kena sabetan ranting dan daun semak.

Rasa ingin tahu yang mendalam akan hewan kunang-kunang membuat kami berniat untuk menangkap kunang-kunang. Dua hari kemudian, menjelang hari gelap kami mendatangi hutan semak kecil yang pernah kami lewati kemarin dengan membawa stoples kaca bening. Tentu saja ada ayah dan paman yang menemani kami. Gelisah hati menanti kedatangan kunang-kunang sementara suasana makin bertambah gelap. Tak lama kemudian, hati gelisah menjadi suka cita karena menyaksikan sekumpulan kunang-kunang mendatangi tempat kami menunggu, tampak kelap-kelip cahaya indah lebih pekat daripada yang aku lihat pada hari sebelumnya.

Gembira menangkap kunang-kunang hingga mengalahkan rasa takut. Berlari ke sana ke mari menyabetkan jaring ke arah kunang-kunang yang terbang lincah. Kunang-kunang yang tertangkap dalam jaring dimasukkan ke dalam stoples. Jadilah stoples berisi kunang-kunang yang mengeluarkan cahaya kelap-kelip. Senangnya kami bocah petualang menyaksikan cahaya kelap-kelip kunang-kunang di dalam stoples, terlebih bila lampu rumah dimatikan. Hingga  beberapa hari kemudian kami menjadi bersedih mendapati kunang-kunang itu mati mengeras di dalam stoples.

Teriakan temanku dan derum suara motornya mengagetkanku. Ternyata jalan sudah normal kembali. Kuambil satu botol lampu kunang-kunang dari gerobak. Sebelum naik ke atas motor aku mengangsurkan beberapa lembar uang dua ribu rupiah ke abang pedagang. Sambil terus memegang dan mengguncang perlahan botol lampu kunang-kunang dengan gemas, kami melanjutkan agenda homevisit setelah menemukan rumah siswa yang dituju. Dan aku yang suka kepo ini mulai penasaran untuk mencari tahu mengapa kunang-kunang mampu mengeluarkan cahaya kelap-kelip pada suasana temaram dan gelap. Bagaimana dengan para pembaca yang budiman? Penasaran juga, kan?

Kunang-kunang merupakan serangga sebangsa kumbang yang aktif pada malam hari (nocturnal). Hewan kecil ini mampu terbang sambil menyala dalam kegelapan. Pada malam-malam tertentu kunang-kunang hadir begitu meriah mempertontonkan kerlipan cahaya dari tubuhnya tanpa lelah terbang ke sana ke mari, menjadikan malam terasa begitu indah.

Dalam buku Scientific American hasil penelitian Institut Hauptman-Woodward, kunang-kunang menghasilkan reaksi kimia dalam tubuhnya sehingga memproduksi cahaya. iItilah ini disebut bioluminescence. Cahaya yang dikeluarkan kunang-kunang berasal dari perut bagian bawah. Penghasil cahaya tersebut ada pada lapisan kecil sel reflektif yang disebut photocytes, yang mengeluarkan cahaya kuning kehijauan. Sel reflektif mengandung organel yang disebut peroxisome. Nah, pada saat oksigen yang dihirup dari pernapasan kunang-kunang bereaksi dengan ATP, protein luciferin dan enzim bioluminescene di dalam peroxisome, maka pada saat itulah bagian perut kunang-kunang menghasilkan cahaya yang spektakuler. Dengan warna bervariasi antara kuning, merah, hijau dan oranye. MasyaAllah. Seperti yang pernah kusaksikan dulu saat menjadi bocah petualang.

Cahaya yang dihasilkan tubuh kunang-kunang adalah cahaya paling efisien, 100% energi cahaya tanpa energi panas. Sehingga cahaya kunang-kunang adalah cahaya dingin, tidak mengandung ultraviolet maupun inframerah. Jadi, berbeda dengan bola lampu yang menghasilkan cahaya panas. Kunang-kunang juga hebat looh. Dia dapat mengatur kapan tubuhnya mengeluarkan cahaya dan kapan mematikannya, dengan cara mengendalikan transportasi oksigen yang masuk ke trakeol sebagai alat pernapasan. Bila kadar oksigen rendah maka cahaya tubuhnya mati.

Lantas, apa sebenarnya tujuan kunang-kunang mengeluarkan cahaya kelap-kelip di malam hari? Begini looh pembaca yang budiman. Cahaya kelap-kelip yang dikeluarkan tubuh kunang-kunang adalah bahasa komunikasi masa reproduksi. Jadi semacam bahasa cinta untuk ritual perkawinan. Kunang-kunang jantan menyalakan lampunya untuk menarik perhatian betina. Wah, ini menjadi semakin menarik ya!

Ketika melihat kerlipan cahaya kunang-kunang jantan, sang betina akan memberikan respon dengan kerlipan cahaya juga yang mengisyaratkan bahwa ia telah mengenali sinyal sang jantan. Kerlipan cahaya mereka memiliki warna, intensitas dan kekuatan yang khas, sehingga hanya kunang-kunang berjenis sama yang mampu mengartikan makna kerlipan cahaya tersebut. Setelah menemukan pasangannya maka kerlipan cahaya dimatikan untuk melakukan perkawinan.

Namun sungguh malang nasib kunang-kunang jantan. Setelah proses perkawinan selesai, segera sang betina langsung memakan sang jantan untuk mendapatkan tambahan protein pada saat membesarkan telur-telurnya nanti. Jadi, masa hidup kunang-kunang jantan dewasa itu hanya 2-3 minggu, hanya untuk melakukan perkawinan. Sedihnya, menjadi kunang-kunang jantan. Sementara telur kunang-kunang disimpan dan menetas di dalam tanah dan menjadi larva dalam waktu 3 bulan hingga 1 tahun sebelum menjadi kepompong. Lama sekali ya prosesnya.

Pernahkah pembaca mendengar ada pendapat bahwa kunang-kunang banyak tinggal di kuburan karena berasal dari kuku orang yang sudah mati? Itu hanya mitos. Faktanya, kunang-kunang menyukai tinggal di kuburan dan semak-semak gelap karena areal kuburan itu umumnya gelap, tanahnya lembab dan relatif steril, serta bebas dari bahan anorganik serta racun insektisida, herbisida, pestisida dan semacamnya. Namun seiring berkembangnya zaman, untuk membersihkan rerumputan dan semak di mana pun, bahkan di kuburan pun sekarang orang menggunakan herbisida. Akhirnya telur dan larva kunang-kunang pun mati terkubur dalam tanah.

Lamanya proses metamorfosis untuk menjadi seekor kunang-kunang menjadi salah satu faktor menurunnya populasi kunang-kunang. Selain itu penggunaan cahaya lampu di malam hari yang makin pesat saat ini merupakan ancaman tertinggi bagi kehidupan kunang-kunang sebagai hewan nokturnal, terutama sekali mengacaukan ritual kawin kunang-kunang. Selain itu hilangnya semak-semak sebagai salah satu habitat membuat kunang-kunang makin tersingkir. Padahal sejatinya peranan kunang-kunang dalam ekosistem sangat besar. Selain sebagai predator hama, kunang-kunang sering dijadikan indikator alami untuk lingkungan yang alami dan bersih, karena kunang-kunang merupakan serangga yang sangat rentan terhadap pencemaran lingkungan.

Masih kugenggam dan kugoyangkan perlahan mainan lampu kunang-kunang dengan gemas. Terpekur aku mengingat kenangan masa kecil akan kunang-kunang. Ada sejumput rindu mendekam dalam hati ingin menyaksikan lagi kerlip cahaya kunang-kunang. Namun hingga saat ini aku tak pernah menemukannya lagi. Sangat kupahami bahwa tidak ada hal yang sia-sia yang diciptakan oleh Allah di jagad raya ini. Semua yang diciptakan-Nya dengan maksud, tujuan dan manfaat bagi kita umat manusia, termasuk penciptaan hewan serangga kunang-kunang. Langkanya keberadaan sejumlah serangga di sekitar kita termasuk kunang-kunang menjadi semacam pengingat bahwa ada sesuatu yang salah dalam perilaku kita terhadap lingkungan selama ini. Semoga membuat kita tersadar.[]