Kebutuhan Bahasa dan Pengembaraan Bahasa

RumahBaca.id – Seorang sahabat yang tak saya kenal dengan kebaikan hatinya mengirimi saya PDF koran berbahasa Arab. “Saya kirim ini buat Antum. Semoga Antum atau mahasiswa Antum bisa ambil sesuatu yang bermanfaat darinya. Teriring salam,” begitu bunyi pesan WA-nya.

Saya baca. Dan benar, di kolom opini saya temukan sesuatu yang menurut saya bermanfaat: sebuah uslub bahasa Arab yang indah, yaitu “hal haqqan“(Apa benar atau Benarkah). Saya cek di kumpulan uslub yang sudah tayang, ternyata belum ada. Segera saya olah, dan jadilah postingan Nambah Uslub edisi ke-833 yang tayang Jumat, 17 September kemarin.

Sebelumnya, di sebuah acara pelatihan, teman-teman dari STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya menghadiahi saya kitab “Fiqh Al-Asma Al-Husna” yang di sampulnya ada kutipan kata-kata Ibn Al-Qoyyim Al-Jauziyah “Man Arafallaha Bi Asmaaihi Wa Shifaatihi Wa Af’aalihi Ahabbahu La Mahaalata.” Kata terakhir “La Mahaalata” yang berarti “pasti” ini saya olah jadi uslub dan tayang di Nambah Uslub edisi ke-300.

Mungkin gambar ‎1 orang dan ‎teks yang menyatakan '‎:أردوغان مصطلح "الإسلام "المعتدل اخترعه الغرب لإسلام واحد ولا يوجد شيء اسمه إسلام" معتدل أو غير معتدل ولا يحق لأحد أن يفسر ديننا على هواه‎'‎‎

Sebelumnya lagi, sebuah poster dengan gambar presiden Turki Erdogan beredar di grup-grup WA. Di situ ada kata-kata Erdogan, “La Yahiqqu Liahadin An Yufassira Diinana Ala Hawahu.” Kata terakhir “Ala Hawaahu” yang bermakna “Semaunya” ini saya olah jadi uslub dan tayang di Nambah Uslub edisi ke-595.

Seperti itulah, sering kali, asbaabul wurud uslub-uslub yang saya share di laman FB dan telegram saya. Saya merasa dan juga meyakini, kebutuhan bahasa Arab komunikatif kita sudah sedemikian besar dan mendesak, sehingga kadang-kadang tak terpenuhi oleh buku dan kamus. Maka, tak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan bahasa Arab komunikatif kita ini (terutama soal kata, istilah, ungkapan, dan gaya bahasa) kecuali dengan mencarinya dan mendulangnya sendiri dari tuturan dan tulisan orang Arab di berbagai media: koran, berita, poster, video, film, pesan dan postingan medsos, berita TV, berita radio, ceramah, pidato, dan lain-lain.

Ini tentu saja tidak mudah dan karenanya butuh usaha dan keseriusan. Ada dua syarat mutlak untuk ini, yaitu apa yang saya sebut “Kebutuhan Bahasa” dan “Pengembaraan Bahasa”. Kita harus merasa butuh untuk mengetahui apa bahasa Arab yang tepat untuk sesuatu yang ingin kita ungkapkan. Dan kebutuhan ini akan terasa oleh kita kalau kita terbiasa menggunakan bahasa Arab. Siapa pun yang menggunakan bahasa Arab, pasti akrab dengan pertanyaan “Bahasa Arabnya apa ya?” Pertanyaan ini sendiri adalah bukti bahwa kita sudah punya kebutuhan bahasa.

Ada banyak cara agar kita memiliki dan merasakan kebutuhan berbahasa Arab. Ada yang personal, misalnya dengan rutin membuat catatan harian. Ada yang publik, misalnya dengan membuat postingan berbahasa Arab di medsos. Saya sendiri menjadikan postingan NAMBAH USLUB di FB dan USLUB BARAB di Telegram untuk menjaga kebutuhan berbahasa Arab saya. Tanpa itu, saya tidak yakin akan terus terdorong untuk selalu mencari kosakata dan uslub-uslub baru yang belum saya ketahui.

Selanjutnya, setelah kebutuhan berbahasa Arab sudah kita miliki dan acap kali membuat kita bertanya “Bahasa Arabnya apa ya?,” kita kemudian butuh aksi lain yaitu “Pengembaraan Bahasa”. Ini bentuknya adalah membaca dan mendengar apa saja yang berbahasa Arab. Pengalaman saya, pengembaraan semacam ini tak akan pernah sia-sia. Kita mungkin tak langsung menemukan kata atau ungkapan yang kita cari, tapi kita akan bersua kata atau ungkapan lain yang tak kalah menarik. Artinya, saat gagal pun pengembaraan ini tetap berhasil. Yang penting, selama pengembaraan itu, “Radar Bahasa” kita harus selalu di posisi “on”. Radar bahasa inilah yang membuat kita sensitif terhadap kata dan kalimat yang kita baca dan dengar untuk kita ambil dan olah sebagai koleksi linguistik baru kita.

Bagaimana cara menyalakan radar bahasa kita agar selalu on? Gampang. Setiap kali mendengar atau membaca bahasa Arab, bertanyalah dalam hati “Apa kata atau uslub baru yang bisa saya ambil”? Kalau sudah ketemu, amati, tiru, dan modifikasi agar bisa digunakan dalam kalimat lain yang kita inginkan. Kalau ini sukses, berarti kita sudah menambah koleksi bahasa Arab kita. Dan karena kata dan uslub itu kita ambil dari ujaran dan tulisan, bukan dari kamus, kita jadi tahu makna dan cara pemakaiannya sekaligus secara tepat. Dan itu akan jadi koleksi bahasa Arab yang aktif buat kita, bukan koleksi pasif seperti yang selama ini kita tumpuk dalam memori kita.

Dua hal itulah yang menurut hemat saya sangat vital kalau kita mau mengembangkan secara mandiri kemampuan berbahasa Arab komunikatif kita. Biar tidak lupa, saya sebutkan lagi dua hal itu adalah kebutuhan bahasa dan pengembaraan bahasa. Pengembaraan bahasa hanya akan dilakukan oleh mereka yang memiliki kebutuhan bahasa, dan kebutuahan bahasa tak akan pernah dirasakan dan dimiliki kecuali oleh mereka yang mempraktikkan dan menggunakan bahasa, dalam hal ini bahasa Arab.

Ketika kita tidak memiliki dan melakukan dua hal ini, lemah dan jumud (statis)lah bahasa Arab kita. Kita tidak akan tahu bagaimana membahasaarabkan kata atau ungkapan yang sebenarnya sangat sederhana dan populer. Yaitu kata atau ungkapan yang seandainya kita rajin praktik berbahasa Arab pasti kita merasa membutuhkannya dan kemudian mencari tahu tentangnya.

Inilah yang saya amati belum banyak disadari oleh kita ketika belajar bahasa Arab. Karenanya, saya sering mengingatkan mahasiswa saya tentang hal ini pada setiap awal perkuliahan. Biasanya, saya menggiring mereka untuk menyadari hal ini melalui pertanyaan berikut:
“Apa bahasa Arabnya cantik?” Biasanya, mereka dengan enteng menjawabnya. Bahkan mungkin dalam hati mereka mbathin, “Soal mudah kayak gini kok di tanyakan sama kita sih?! Jangan-jangan, Ustaz ini lupa kalau kita mahasiswa jurusan Bahasa Arab.”

Tapi saya punya pertanyaan susulan yang sudah saya lumuri dengan racun pembunuh massal,
“Kalau agak cantik, apa bahasa Arabnya?” Di sini biasanya mereka mulai diam sambil senyum-senyum tanpa makna.

Saya kemudian naik lagi ke pertanyaan berikutnya yang racunnya lebih mematikan, “Kalau lumayan cantik, apa bahasa Arabnya?” Biasanya, di level ini, game over-lah mereka semua.
Dari sinilah saya masuk menjelaskan problem bahasa Arab mereka. Kenapa mereka sampai tidak tahu kata-kata sepele seperti itu. Dari sini pulalah saya memperkenalkan kepada mereka apa yang saya sebut “Kebutuhan bahasa” dan “Pengembaraan bahasa” yang sejak tadi saya bicarakan di sini. Pesan utama saya kepada mereka adalah: Belajar bahasa Arab itu adalah belajar berbahasa Arab. Wallahu A’lam.

Bagikan tulisan ke: