IN MEMORIAM K. Ng. H. AGUS SUNYOTO SEJARAWAN YANG UNIK, BERANI DAN “NGEMONG”

Oleh: Wasid Mansyur * Kabar duka menyelimuti kita semua, khususnya kalangan Nahdliyin dan pemerhati Sejarah Indonesia, di tengah pelaksana…

Oleh: Wasid Mansyur*

Kabar
duka menyelimuti kita semua, khususnya kalangan Nahdliyin dan pemerhati Sejarah
Indonesia, di tengah pelaksanaan puasa bulan suci Ramadhan 1442 H. Pasalnya,
secara berantai melalui pesan whatsapp dikabarkan bahwa K. Ng. H. Agus Sunyoto
meninggal dunia, selanjutnya penulis menyebut Kiai Agus Sunyoto. Tercatat
beliau masih menjabat sebagai Pengasuh Pesantren Global Tarbiyatul Arifin,
Malang, Jawa Timur, dan Ketua Umum Lesbumi PBNU.

Memang,
kematian adalah misteri yang sangat rumit. Tidak ada yang tahu detail
keberadaannya, kecuali Gusti Allah SWT. Tapi terkadang, ketika banyak orang baik
meninggal, kita terasa betul kehilangannya mengingat kontribusi baik yang
dilakukan masih dibutuhkan oleh kalangan masyarakat di tengah kerumitan cara
pandang manusia kekinian yang terus cenderung terjebak hidup materialistik.
Tidak terkecuali meninggalnya Kiai Agus Sunyoto, guru, aktivis, dan penulis
yang sangat banyak memberikan pencerahan bagi umat.

Bagi
penulis, melalui interaksi secara fisik dalam beberapa forum, sekaligus interaksi
dengan pokok-pokok pikiran beliau yang termaktub dalam beragam karyanya, dapat
disimpulkan bahwa Kiai Agus Sunyoto adalah salah satu sejarawan yang unik,
berani dan “ngemong”. Bicaranya tidak begitu banyak, tapi konstruksi pikirannya
selalu hadir dengan semangat pencerahan, walau dengan caranya yang berbeda
dengan kebanyakan penulis.

________

Pertama,
sejarawan unik dan berani. Unik karena gayanya yang serius dalam mencari data.
Tidak jarang data yang dikuasai Kiai Agus Sunyoto, tidak ditemukan dalam
literatur tulisan lain sebab paradigmanya yang unik dalam mengkonstruksi data
dan fakta sejarah, sekaligus memiliki cara yang khas dan berani menyimpulkan,
walau harus berlawanan dengan pandangan lain yang lama berkembang. Kita harus
banyak belajar dari keunikan Kiai Agus Sunyoto, dan gayanya santai, tapi tetap
serius dalam soal data-data sejarah.

Sebagai
sejarawan pemberani, Kiai Agus Sunyoto selalu berbicara berdasar fakta pada
data-data lama. Karenanya, ketika ada pihak yang mengatakan bahwa sejarah Wali
Songo adalah mitos. Kiai Agus Sunyoto langsung pasang badan, dan melakukan
penelitian berbulan-bulan kaitan dengan ini. Jangan kemudian, bila sebagian
cerita Wali Songo tidak lepas dari cerita mitos karena ada tambahan sebab
terlalu lama jaraknya dengan kondisi kekinian, lantas kemudian menyimpulkan dengan
sembrono bahwa sejarah Wali Songo itu tidak ada dalam rangka mengaburkan
sejarahnya dalam kolektif pengetahuan Muslim Indonesia, khususnya santri dan
pesantren.

Kaitan
dengan ini baca warisan intelektual Kiai Agus Sunyoto dalam bukunya “Atlas Wali
Songo”, yang dalam pengantarnya dengan tegas mengatakan bahwa buku ini sebagai counter
narasi sejarah atas buku Eksiklopedia Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve;
salah satu buku –menurut Kiai Agus Sunyoto dianggap—yang secara sistematis
telah berusaha menyingkirkan tokoh-tokoh penyebar Islam abad ke-15 dan abad
ke-16 yang berjasa dalam proses pengislaman Nusantara, lih. viii.  

Bukan
itu saja, soal keterlibatan santri yang tidak ditulis oleh para penulis sejarah
dan para peneliti asing —baik sengaja atau tidak—dalam konteks heroik perang
di Surabaya juga menjadi perhatian serius Kiai Agus Sunyoto. Bukunya “Fatwa dan
Resolusi Jihad” terbitan LTN Pustaka, Kiai Agus Sunyoto sangat tegas mengatakan
bahwa Fatwa dan Resolusi Jihad menjadi salah satu pemantik serius sehingga
santri dan masyakat lain semakin berani dan tidak takut mati untuk melawan
penjajah, khususnya di Surabaya dan sekitarnya. Karenanya, sungguh naif, jika
kemudian fakta sejarah Fatwa dan Resolusi Jihad sengaja dihilangkan sebagai
bukti keterlibatan santri dalam sejarah perang di Surabaya.

Di
samping itu, kedua, Kiai Agus Sunyoto adalah sejarawan yang “ngemong” dalam
arti menjaga dan membimbing. Kiai Agus Sunyoto selalu siap diundang siapapun,
tidak pernah pilih-pilih asal tidak berhalangan. Kesederhanaannya, walau
sebagai tokoh nasional, layak ditiru oleh kita semua sehingga memudahkan banyak
pihak. Bahkan, tidak jarang Kiai Agus Sunyoto dijemput di terminal Bungurasih
Surabaya dengan menggunakan sepeda motor, tanpa ada gengsi sedikitpun. Sederhana
dan santai, walau sangat seirus menjadi satu dalam keperibadian Kiai Agus
Sunyoto.

Akhirnya,
selamat jalan Kiai Agus Sunyoto. Semoga perjalanan “panjenengan” dimudahkan.
Penulis yakin, dan semua pasti yakin, bahwa pencerahan ilmu yang selalu disampaikan
dalam berbagai forum, serta pembelaannya pada komunitas santri dan pesantren
dalam konteks penulisan sejarah menjadi amal jariyah yang tidak terhingga.
Sekali lagi selamat jalan “Sang Guru Sejarah”.

__________________

*Wakil Ketua PW LTN NU Jatim, Alumni Alkhozini Sidoarjo

https://www.halaqoh.net/2021/04/in-memoriam-k-ng-h-agus-sunyoto.html