Hormati Kemuliaan Bulan Suci Ramadan

Oleh Ahmad Rusdiana, Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Seluruh bangsa Indonesia, apa pun agamanya, diharapkan menghormati kemuliaan bulan suci Ramadan. Setiap memasuki bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan berpuasa selama satu bulan dengan tujuan mencapai ketakwaan yang sempurna (QS. Al-Baqarah [2]: 183). Sebulan penuh umat Islam mengendalikan hawa nafsu dan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau merusak nilai puasa.

Melalui ibadah puasa seorang muslim dilatih agar memiliki karakter kejujuran dan menghayati bahwa keberadaan seseorang diukur dari berapa banyak ia bermanfaat bagi orang lain. Ibadah Ramadan melatih setiap muslim menjadi manusia yang pemurah dan dermawan. Ramadan mendekatkan umat Islam dengan Al Quran melalui kegiatan tadarus, mendekatkan dengan masjid dan jamaah melalui salat tarawih dan iktikaf, serta mendekatkan dengan saudara-saudaranya yang bernasib kurang beruntung, secara ekonomi melalui pemberian zakat fitrah. Kehadiran Ramadhan membawa berkah bagi kehidupan bangsa dan menggerakkan perekonomian.

Lantas kalau demikian, bagaimana sikap yang harus dilakukan untuk menghormati bulan Ramadan tiba? Dikarenakan semua ibadah yang terkait dengan Ramadan mengandung hikmah untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya. Ibadah Ramadan dimaknai senagai pendidikan keshalehan ritual dan kesalehan sosial bagi setiap muslim. Mengutip buku Prof. KH. Saifuddin Zuhri berjudul Secercah Da’wah (1983), Nabi Yusuf alaihi salam yang bertahun-tahun mengendalikan pemerintahan Mesir sebagai Perdana Menteri, selama hidupnya melakukan puasa berselang-seling hari, sehingga praktis dalam separuh hidupnya berpuasa. Salah seorang menterinya bertanya, kenapa Perdana Menteri rajin melakukan puasa? Jawab Nabi Yusuf, “Agar tidak melupakan nasib orang-orang yang lapar!”

Ada beberapa sikap terpuji yang perlu dilakukan ketika memasuki bulan Ramadhan tiba, di antaranya:

Pertama, semarakan kegiatan ibadah dan kajian keislaman di masjid-masjid dan di perkantoran selama bulan suci Ramadan. Ini merupakan fenomena kontemporer yang patut disyukuri dan diapresiasi. Hal itu diharapkan semakin meningkatkan pemahaman terhadap ajaran Islam yang sumber utamanya ialah Al Quran dan Sunnah. Seseorang yang tidak memahami ajaran agamanya tidak akan mungkin menjadi manusia yang beragama dengan baik. Oleh karena itu para khatib dan mubalig selama Ramadan diharapkan menyampaikan substansi pesan-pesan Islam yang relevan dengan perkembangan zaman, serta mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang haus akan nilai-nilai agama dan pimpinan moral.

Kedua, diyakini bahwa Islam adalah way of life yang harus memandu kemurnian akidah, kesempurnaan ibadah dan muamalah menjadi suatu keniscayaan. Menjalankan ajaran Islam dalam hal ini ibadah puasa, haruslah memiliki ilmu, bukan hanya berdasar pemahaman sebagai masyarakat awam. Untuk itu pada da’i hendaknya semakin meningkatkan bobot dan kualitas dakwahnya, tidak hanya ditentukan oleh sarana dan metode yang digunakan, tapi juga kepribadian para da’i sebagai kunci keberhasilan dakwah.
Ketiga: Keshalehan beragama tidak cukup hanya di masjid dan selama Ramadhan, tetapi haruslah menjadi budaya di masyarakat. Menjadi pribadi yang shaleh dan takwa tidak cukup hanya di atas sajadah salat dan selama Ramadaan, tetapi juga di pasar, di kantor, di jalan raya, di gedung parlemen dan sebagai penyelenggara negara, kapan dan di mana pun.

Keempat, selain itu, ibadah puasa seharusnya bisa mengikis gejala materialisme dan individualisme yang menodai fitrah manusia serta merusak idealisme menyangkut kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Merebaknya pengaruh materialisme dan individualisme secara perlahan akan menghancurkan nilai-nilai pergaulan dan harmoni dalam masyarakat.

Melalui tulisan ini, penulis mengajak semua kalangan untuk menghormati kemuliaan bulan suci Ramadhan. Bagi yang karena satu dan lain hal tidak berpuasa atau memang tidak menjalankan puasa diharapkan toleransinya untuk menghormati kaum muslimin yang sedang menjalankan ibadah puasa. Suasana puasa Ramadan bukan sesuatu yang baru, tapi sudah berabad-abad menyatu dengan kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa muslim terbesar di dunia. Keagungan bulan suci Ramadan yang menghadirkan kesyahduan beribadah juga perlu dijaga oleh seluruh umat Islam. Ramadhan tidak boleh dinodai dengan hal-hal yang dapat mengurangi kemuliaan Islam. Wallahu A’lam Bishowab.