Dusta Atau Bohong, Dosa Besar yang Dianggap Biasa

LADUNI.ID, Jakarta – Di antara sikap yang harus diperjuangkan oleh seorang Muslim adalah menjauhi dusta atau bohong. Hal ini harus dilakukan oleh seluruh umat Islam, terutama ketika mendapat amanah memegang tampuk kepemimpinan. Sebab beban yang dipikul tidak ringan dan sekali menyimpang, berat memperbaikinya.

Dan Seorang Muslim yang menginginkan keselamatan harus menjaga lidahnya dari berbicara yang membawa kepada kecelakaan. Sesungguhnya diam dari perkataan yang buruk merupakan keselamatan, dan keselamatan itu tidak ada bandingannya. Tahukah anda jaminan bagi orang yang menjaga lidahnya dengan baik? Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya. (HR. Al-Bukhari, Tirmidzi, no. 2408; lafazh ini dari Shahih Al-Bukhari).

Dalam Islam, bohong bukanlah perkara ringan. Konsekuensi yang sangat jelas dan dimensi hukumannya tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Kondisi ini sudah semestinya membuat kita memilih untuk menjauhi berperilaku bohong. Hal itu menunjukkan bahwa bohong di dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan apapun alasannya. Oleh karena itu seseorang dibimbing untuk tidak banyak berjanji, terlebih jika tidak didasari oleh kalkulasi bahwa apa yang dijanjikan itu dapat diwujudkan atau dibuktikan.

Jika tidak, maka janji-janji itu akan menjadi hutang dan selama tidak dapat dipenuhi kebohongan akan melekat di dalam diri kita. Dalam konteks keseharian Rasulullah memberikan panduan bahwa akan sangat baik jika seorang Muslim yang memilih berdagang untuk tidak banyak bersumpah di dalam bertransaksi.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;

إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ

“Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan karena Ia memang melariskan dagangan namun malah menghapuskan keberkahan.” (HR. Muslim).

Lebih jauh dari itu, Al-Qur’an memberikan pedoman kepada kita:

وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.” (QS. Al-Qalam 68:10).

Ayat di atas memberikan arahan kepada kita agar benar-benar mengenal dengan siapa kita bergaul. Jangan sampai orang yang sudah terbukti kebohongannya, dan dilakukan berulang-ulang, masih juga menjadi sahabat dekat kita. Jika itu terjadi, bukan tidak mungkin, tanpa sadar kita pun akan tertular sikap yang mengundang murka Allah SWT tersebut.

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan umatnya untuk berkata yang baik, di antara bentuk berkata yang baik adalah jujur, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga melarang dusta, yaitu memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya. Dusta adalah dosa besar ke-30 (Sering berdusta), penjelasan dalam (Kitab Al-Kaba’ir Dzahabi). 

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan dosa berdusta mengiringi dosa syirik  dan durhaka kepada orang tua. Ini menunjukkan bahwa berdusta termasuk dosa-dosa besar yang paling besar.

Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallahu anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para Sahabat mengatakan, “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.”  Sebelumnya Beliau bersandar, lalu Beliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta)”, Beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya Beliau berhenti”. (HR. Al-Bukhari, dan Muslim, no. 143/87).

Bahaya dusta banyak sekali, antara lain bahwa orang yang berdusta akan terhalang dari hidayah.
 Allah SWT berfirman:

وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌۖ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ اِيْمَانَهٗٓ اَتَقْتُلُوْنَ رَجُلًا اَنْ يَّقُوْلَ رَبِّيَ اللّٰهُ وَقَدْ جَاۤءَكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗوَاِنْ يَّكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهٗ ۚوَاِنْ يَّكُ صَادِقًا يُّصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِيْ يَعِدُكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Firaun yang menyembunyikan imannya berkata: Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. [QS. Al-Mukmin 40: 28]

Demikian juga orang yang suka dusta pasti akan mendapatkan celaka! Sebagaimana firman-Nya:

قُتِلَ الْخَرَّاصُوْنَۙ

الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ غَمْرَةٍ سَاهُوْنَۙ

Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai. [QS. Az-zariyat 51: 10-11].

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga menjelaskan keutamaan jujur dan bahaya dusta, sebagaimana diriwayatkan di dalam hadis di bawah ini:

عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari ‘Abdullah, dia berkata: Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Kalian wajib jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Jika seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta. (HR. Muslim, no. 105/2607)

Hadis ini menjelaskan bahwa dusta akan menyeret pelakunya ke neraka, maka hendaklah kita waspada.

Demikian juga dusta merupakan sifat menonjol orang munafik, bukan sifat orang Mukmin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga: Jika dia bercerita, dia berdusta; jika dia berjanji, dia menyelisihi; dan jika dia diberi amanah, dia berkhianat”. (HR. Al-Bukhari, dan Muslim, no. 107/59, 108/59)

Selain berbagai keburukan di dunia, maka orang yang berdusta juga diancam dengan berbagai siksaan di akhirat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisahkan kepada para Sahabat tentang mimpi yang Beliau alami, dan mimpi Nabi adalah haq. Beliau mengisahkan bahwa Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam didatangi oleh dua orang laki-laki yang membawanya melihat berbagai siksaan yang dialami oleh orang-orang yang berbuat dosa. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

قَالاَ لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ ” قَالَ: ” فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوبٍ مِنْ حَدِيدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ

Kedua laki-laki itu berkata, “Ayo berangkat, ayo berangkat!”. Kemudian kami berangkat, lalu kami mendatangi seorang laki-laki yang berbaring terlentang. Dan ada laki-laki lain yang sedang berdiri di dekatnya membawa gancu besi. Lalu laki-laki itu mendatangi satu sisi wajahnya lalu merobek ujung mulutnya sampai ke tengkuknya, dan merobek hidungnya sampai ke tengkuknya, dan merobek matanya sampai ke tengkuknya”.  

Kemudian dua orang laki-laki itu menjelaskan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , tentang orang yang mendapatkan siksaan di atas:

وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ، يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ، فَيَكْذِبُ الكَذْبَةَ تَبْلُغُ الآفَاقَ

Adapun laki-laki yang engkau datangi,  ujung mulutnya disobek sampai ke tengkuknya, dan hidungnya dirobek sampai ke tengkuknya, dan matanya dirobek sampai ke tengkuknya, dia adalah orang yang keluar dari rumahnya, lalu dia berdusta dengan kedustaan yang mencapai segala penjuru. (HR. Bukhari)

Imam an-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata,  “Ketahuilah, seyogyanya setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas ada mashlahat padanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama mashlahatnya, maka menurut Sunnah adalah menahan diri darinya (tidak mengucapkannya-red), karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Dan dalam kebiasaan (manusia-red) ini banyak sekali atau mendominasi, padahal keselamatan itu tiada bandingannya. Telah diriwayatkan kepada kami dalam dua kitab Shahih yaitu Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim (no. 47) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam 

Dan Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah telah berkata, “Jika seseorang mau berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir, jika tampak jelas mashlahatnya (maka) dia berbicara,  dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahatnya. (Kitab Al-Adzkar Min Kalami Sayyidil Abror)

Demikian Penjelasan tentang  bahaya dusta sebagaimana di atas, maka kita harus berusaha selalu jujur dan menjauhi kedustaan dengan semua jenisnya. Semoga Allah menjauhkan kita dari seluruh kemaksiatan dan membimbing kita dalam perkara yang Di Ridhoi dan cintai, sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

Sumber : Kitab dan hadis
___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada  Selasa, 1 Januari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo

https://www.laduni.id/post/read/46945/dusta-atau-bohong-dosa-besar-yang-dianggap-biasa.html