Biografi Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi

Daftar isi Biografi Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi

1.    Riwayat Hidup
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Pendidikan
2.1  Masa Menuntut Ilmu
2.2  Guru

3.    Pertemuan dengan Al Syadzili

4.    Karomah

5.    Chart Silsilah
5.1  Chart Silsilah Sanad

6.    Referensi

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir

Abu Al-Abbas Al-Mursi lahir pada tahun 616 hijriyah atau sekitar 1219 masehi di kota Marsiyyah, salah satu kota di Andalus Spanyol.

1.2       Wafat

Abu Al-Abbas Al-Mursi wafat pada tahun

2.        Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1      Perjalanan Menuntut Ilmu

Al-Mursi melewatkan masa kecilnya yang penuh berkah di tanah kelahirannya itu. Lazimnya seorang alim dan pendidik, ayahnya mengirim al-Mursi kecil kepada salah satu waliyullah untuk membimbing menghapal Al Qur’an dan mengajarinya ilmu-ilmu agama. Secepat kilat beliau terlihat kehebatan dan kecerdasannya. Lebih dari itu beliau yang masih sekecil itu telah memperoleh anugrah Allah berupa cahaya ilahi yang merasuk dalam kalbunya. Suatu ketika al-Mursi bercerita : “Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru. Aku menorehkan coretan pada papan. Lalu guru tadi mengatakan :” seorang sufi tidak pantas menghitamkan yang putih”. Seketika aku menjawab : “permasalahannya bukan seperti yang Tuan sangka. Tapi yang benar adalah seorang sufi tidak pantas menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa”.

Al-Mursi kecil juga mengatakan: “ketika aku masih kanak-kanak, di sebelah rumahku ada tukang penguak rahasia (peramal) lalu aku mendekatinya. Besoknya aku datang ke guruku yang termasuk waliyullah. Maka guruku itu mengatakan padaku satu syair: “Wahai orang yang melihat peramal sembari terkesima. Dia sendiri sebetulnya peramal, kalau dia merasa.

Al-Mursi meneruskan hidupnya pada jalan cahaya ilahi sampai menginjak dewasa. Semakin hari semakin tambah ketakwaan dan keimanannya. Ayahnya melihatnya sebagai kebanggaan tersendiri. Maka dia dipercaya oleh ayahnya untuk mengelola perdagangannya bersama saudaranya Muhammad Jalaluddin. Dengan begitu, beliau telah mengikuti jejak orang-orang shaleh dalam hal menggabungkan antara ibadah dan mencari rizqi. Demi menjaga amanat ini beliau rela berpindah-pindah tempat dari kota Marsiyah ke kota lainnya untuk berniaga, sambil hatinya berdetak mengingat Allah SWT.

Pada tahun 640 H kedua orang tuanya bersama seluruh keluarga berkeinginan menunaikan ibadah haji. Tapi sayang, takdir berbicara lain. Sesampainya di pesisir Barnih, kapal mereka terkena gelombang. Banyak penumpang kapal yang meninggal termasuk kedua orang tuanya. Singkat cerita al-Mursi muda dan saudaranya melanjutkan perjalannya ke Tunis untuk berdagang, meneruskan usaha ayahya.

2.2       Guru

  1. Ayah,
  2. Imam Abul Hasan Syadzili

3.         Pertemuan dengan Al Syadzili

Al-Mursi menceritakan perjumpaannya dengan Syekh Abu al-Hasan as-Syadzili sebagai berikut: “Ketika aku tiba di Tunis, waktu itu aku masih muda, aku mendengar akan kebesaran Syekh Abu al-Hasan. Lalu ada seseorang yang mengajakku menghadap beliau. Maka aku jawab : “aku mau beristikharah dulu”! Setelah itu aku tertidur dan bermimpi melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah (Burnus) hijau sambil duduk bersila. Di samping kanannya ada seorang laki-laki begitu juga di samping kirinya. Aku memandangi lelaki nan berwibawa itu. sejurus kemudian lelaki itu berkata : “aku telah menemukan penggantiku sekarang”! Di saat itulah aku terbangun.

Selesai menunaikan shalat subuh, seseorang yang mengajakku mengunjungi Syekh Abu al-Hasan datang lagi. Maka kami berdua pergi ke kediaman Syekh Abu al-Hasan as-Syadzili. Aku heran begitu melihatnya. Syekh yang ada di hadapanku inilah yang aku lihat dalam mimpi. Dan keherananku semakin menjadi ketika Syekh Abul Hasan berkata padaku: “Telah aku temukan penggantiku sekarang”. Persis seperti dalam mimpiku. Selanjutnya beliau bilang : “siapa namamu ?” Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : “Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!”.

Semenjak kejadian itu al-Mursi terus mendapatkan wejangan-wejangan dari gurunya Syekh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana as-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan profesinya. Ada dari kalangan ulama’, pedagang juga orang awam.

Syekh al-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunis. Beliau pergi ke Iskandariyah kemudian ke Mekkah. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini dia menjawab : “Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul ‘Abbas al-Mursi)”. Setelah itu Al-Syadzili kembali lagi ke Iskandariah, karena ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya.

Ada cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : “Ketika aku menemani Syekh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syekh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: “Hai Ahmad…!”, aku menjawab: “Iya tuanku”, Beliau berkata: “Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam surga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah… Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya. Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.. (QS. 2:30). Allah tidak mengatakan di langit atau di surga. Maka turunnya Adam ke bumi adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di surga dengan di beri tahu (Ta’rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka pantaslah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di surga pemberitahuan (Ta’rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)”.

Begitulah Syekh Al-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana Al-Syadzili sendiri pernah mengatakan : “Wahai Abu al-Abbas… demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya”.

Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho’illah al-Askandari: “Suatu ketika Syekh al-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: “Kemana Abu al-Abbas?” Ketika Syekh al-Mursi datang, beliau berkata: “Wahai anakku… bicaralah! Semoga Allah memberkahimu… bicaralah ! jangan diam”, maka Syekh Abu al-Abbas mengatakan: “Lalu aku di beri lidah Syekh mulai saat itu”.

Pada banyak kesempatan Syekh al-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syekh al-Mursi, beliau mengatakan: “Inilah Abu al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma’rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.

Ketika ada perselisihan antara Syekh al-Mursi dengan Syekh Zakiyyuddin al-Aswani, Syaikh al-Syadzili bekata: “Wahai Zaki… berpeganglah pada Abu al-Abbas, karena demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu al-Abbas ini. Hai Zaki… Abu al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna”.

Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syekh al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syekh al-Syadzily mengatakan: “Wahai Nadli… tetaplah bersopan santun pada Abu al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah”! As-Syadzili juga mengatakan: “Kalau aku mati, maka ambillah al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah”.

4.         Karomah

Al-Mursi  memiliki banyak sekali karomah karena kedekatannya dengan yang Maha Kuasa menyebabkan beliau banyak mempunyai karomah, di antaranya:

1. Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syekh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. 

2. Suatu ketika beliau meminta murid-muridnya agar membuat A’sidah (sejenis makanan). Iskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : “Bukankah A’sidah itu untuk musim dingin ?”. Dengan tenang al-Mursi menjawab : ” A’sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah. Dia akan datang kesini “.

Ada seseorang yang datang menghadap al-Mursi dengan membawa makanan syubhah (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya. Begitu 

melihat makanan itu al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: “Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhah otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar” .

3. Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syekh al-Mursi mengatakan: ” Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk”. Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-al Abbas al-Mursi meninggal dunia.

5.         Chart Silsilah
5.1       Chart Silsilah Sanad

Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi banyak belajar kepara para ulama-ulama pada masanya seperti dengan Al Syadzilii. Berikut chart silsilah beliau dapat dilihat DI SINI

6.         Referensi

Dikumpulkan dari berbagai sumber.

https://www.laduni.id/post/read/81027/biografi-syekh-abu-al-abbas-al-mursi.html