Biografi Malik bin Dinar

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Guru-Guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.1       Murid-murid Beliau

4          Kepribadian Beliau

5          Untaian Nasehat   

6          Referensi

1.1       Lahir

Malik bin Dinar julukan beliau adalah Abu Yahya, beliau lahir di Basrah, Irak tanggal lahirnya tidak didokumentasikan. 

1.2       Wafat

Beliau wafat tahun 123H tapi ada yang mengatakan tahun129 H.

2.1       Guru-Guru Beliau

Guru-guru beliau saat mencari ilmu adalah:

  1. Malik bin Annas
  2. Al Hasan al Basri
  3. Muhammad bin Sirrin
  4. Qasim bin Muhammad
  5. Salim bin Abdullah
  6. Said bin Zubair

3.2       Murid-murid Beliau

  1. Utsman bin Dinar
  2. Imam Nasa’i

Beliau terkenal dengan zuhud dan kehati-hatiannya (wara’). Dalam setahun beliau tidak memakan sepotong dagingpun kecuali di hari idul Adha beliau makan dari hasil binatang kurbannya, lauk pauk selama setahun hanya sesendok garam, pekerjaan beliau menuliskan mushaf-mushaf, setiap hari beliau memperoleh dua dirham, satu dirham beliau gunakan untuk membeli tepung dan yang satu dirham lagi untuk membeli kertas.

5        Kisah-kisah

5.1       Taubatnya Malik bin Dinar

Kehadiran buah hati perlahan menyadarkan dan membangkitkan keimanan di hati Malik. Setiap kali bertambah besar, imannya pun meningkat dan maksiat di kalbunya berkurang. Fatimah memberikan perubahan besar dalam hidupnya. Malik kian dekat dengan Tuhan.

Suatu saat, Fatimah pernah melihatnya memegang segelas khamar maka anaknya tersebut mendekat kemudian menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajunya. Padahal, usianya belum genap dua tahun. “Allah SWT telah mengatur segalanya,” katanya.

Namun malang, Allah berkehendak lain. Satu tahun kemudian, tepat di usia tiga tahun, Fatimah diambil kembali oleh Sang Khaliq. Kematian buah hatinya itu menjadi pukulan telak bagi Malik.

Kepergian anak beliau menjadi duka mendalam dan goncangan dahsyat. Beliau kembali ke dunia hitam, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Beliau mengaku belum memiliki kesabaran sebagaimana idealnya seorang mukmin. “Setan pun mempermainkanku,” ujarnya.

Datanglah masa ketika setan membujuk tokoh yang pernah berguru ke Anas bin Malik itu untuk menenggak minuman haram sepanjang malam. Minuman itu membuat dirinya tertidur lelap dan bermimpi mengerikan. “Aku melihat hari kiamat,” katanya mengungkapkan.

IBeliau pun mengisahkan bunga tidurnya tersebut. Matahari gelap, lautan menjelma menjadi api. Bumi bergoncang. Segenap anak Adam berkumpul ketika itu secara berkelompok. Malik berada di tengah-tengah kelompok itu.

Suara misterius memanggil satu per satu segerombolan orang tersebut. Beliau melihat wajah seseorang yang dipanggil menuju Sang Khaliq, begitu kelam. Tiba-tiba, giliran suara itu memanggil namanya agar menghadap Tuhan. Padang Mahsyar yang semula penuh sesak, tak satu pun terlihat. Semua lenyap, menyisakan dirinya seorang.

Dalam mimpi itu, beliau melihat seekor ular besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar dan membuka mulutnya, seolah ingin menerkam. Beliau berlari ketakutan. Di tengah pelariannya, Malik melihat seorang laki-laki tua yang lemah dan meminta tolong kepadanya. “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!”

Si tua itu menolak lantaran tak kuasa, dirinya sangat lemah. Ia hanya menyarankan agar Malik berlari ke suatu arah dengan harapan selamat. Saran itu beliau ambil dan tak disangka justru di depannya terdapat jurang api yang membara.

Sementara, ular itu masih berada di belakangnya. Malik bin Dinar bingung bukan kepalang. Malik harus melarikan diri dari ular dan menghindar dari api. Ia lantas memutuskan berlari cepat kembali ke orang tua untuk meminta bantuan.

Si tua renta itu kembali menolak sambil menangis menunjukkan ketidakmampuannya. Ia menyarankan Malik agar berlari menuju gunung. “Aku lemah seperti yang engkau lihat,” katanya.  

Malik berlari sekencang mungkin ke arah gunung agar terhindar dari ular yang hendak memangsanya. Di atas gunung, Malik melihat anak-anak kecil dan mendengar teriakan. “Wahai Fatimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Sosok kelahiran Basrah, Irak, itu kaget bercampur bahagia. Fatimah yang meninggal di usia tiga tahun berada di tengah-tengah anak-anak itu dan akan menyelamatkan dirinya dari situasi mengerikan ini. Fatimah memegang tangan sang ayah dan mengusir ular dengan tangan kirinya. Sang Ayah tak berkutik, beliau laksana seonggok mayat yang ketakutan.

Fatimah lantas duduk di pangkuan sang ayah, sebagaimana di dunia dulu kemudian berkata, “Wahai Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (QS al-Hadid [15]: 16).

Sang Ayah meminta penjelasan buah hatinya perihal ular dan kakek tua renta. Fatimah menjelaskan, ular merupakan amal keburukan yang dilakukan sang ayah yang dibesarkan dan tumbuh hingga nyaris menerkamnya.

Sedangkan lelaki lemah, merupakan wujud dari amal saleh yang tidak pernah dipelihara hingga ia sendiri menangis. Fatimah pun bergumam, seandainya saja ia tidak terlahir di dunia dan meninggal di usia balita, tentu tidak akan bisa memberikan manfaat kepadanya. “Tahukah engkau Ayah, amal-amal di dunia akan berwujud kelak di akhirat,” kata Fatimah.   

Malik bangun dari mimpinya dan berteriak, “Wahai Tuhanku, sudah saatnya wahai Rabbku. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas, Malik mandi dan keluar untuk shalat Subuh dan ingin segera bertaubat.

Beliau kaget ketika memasuki masjid sang imam tengah membaca ayat yang sama seperti yang dibaca oleh Fatimah. Sejak itulah, Malik memutuskan untuk tetap istiqamah berada di jalan-Nya. Keteguhannya beribadah dan mengabdikan diri untuk agama dan Sang Khaliq menjadi teladan abadi.

5.2       Burung Pembawa Roti

Ketika di perjalanan, beliau melihat seekor burung yang di paruhnya terdapat sepotong roti. Melihat itu, dengan takjubnya beliau bergumam, “Demi Allah, saya akan memperhatikan apa yang akan dikerjakan burung itu dengan sepotong rotinya.”

Malik bin Dinar mengikuti burung itu dan sampailah saat burung hinggap di depan kakek yang terikat. Lalu, burung itu segera menyuapi kakek dengan roti sedikit demi sedikit.

Setelah menyuapi, burung itu terbang untuk mengambil air yang dia taruh di paruhnya. Kemudian burung itu menuangkannya ke mulut kakek. Malik bin Dinar mendekati kakek itu dan bertanya, “Hai orang tua, apa yang terjadi denganmu?”

Kakek pun menjawab, “Seluruh hartaku dirampas oleh perampok. Kemudian aku diikat di sini sampai lima hari aku harus menahan lapar. Tapi, dengan sabar dengan cobaan ini, aku selalu berdoa kepada Allah. ‘Ya Allah yang selalu mengabulkan doa orang yang sedang kesusahan, aku sedang kesusahan ya Allah, kasihilah diriku.’ Maka Allah mengutus burung ini.

Setelah itu, Malik bin Dinar membuka ikatan kakek dan mereka berjalan bersama untuk pergi haji. Dalam cerita tersebut, dapat diketahui, Allah mengabulkan doa orang yang bertakwa dan orang yang kesusahan. Sebagaimana Allah menyebut dalam firman-Nya surat An-Naml ayat 62 : 

أَمَّن يَهْدِيكُمْ فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَمَن يُرْسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشْرًۢا بَيْنَ يَدَىْ رَحْمَتِهِۦٓ ۗ أَءِلَٰهٌ مَّعَ ٱللَّهِ ۚ تَعَٰلَى ٱللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Am may yahdīkum fī ẓulumātil-barri wal-baḥri wa may yursilur-riyāḥa busyram baina yadai raḥmatih, a ilāhum ma’allāh, ta’ālallāhu ‘ammā yusyrikụn.”

Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).”

Pada ayat ini dijelaskan jika manusia berada dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, Dia Yang Kuasa akan menghilangkan kesusahan yang menimpa siapa pun. Yang Kuasa menjadikan kamu wahai manusia sebagai khalifah, penerus generasi sebelum di bumi. Tidak ada yang mampu melakukan hal serupa selain Allah.

Allah menjadikan setiap makhluk hidup pengganti bagi makhluk sebelumnya dan menjadikan setiap umat pengganti bagi umat yang hidup sebelumnya.Tidak ada Tuhan selain Allah yang dapat memberi kalian kenikmatan-kenikmatan ini. Dia telah menetapkan bagi manusia untuk hidup di muka bumi. Sesungguhnya, orang-orang musyrik, sungguh sedikit sekali kalian mengingat bukti-bukti dan mengambil pelajaran yang dapat mengantarkan kepada keimanan.

Berikut adalah untaian nasehat beliau:

  1.  Tidaklah orang-orang bisa merasakan kenikmatanseperti nikmatnya berdzikir kepada Allah
  2. Aku pernah membaca dalam kitab Taurat : “Walaupunpara siddiqin (orang-orang yang teguh)! Nikmatilah kelezatan berdzikir kepada Allah di dunia sesungguhnya ia akan menjadi nikmat bagi kalian di dunia ini dan menjadi imbalan pahala di akhirat.
  3. Para ahli ibadah dan orang-orang zuhud telah mengeluarkan semuanya kecuali materi dunia yang sedikit, tetapi tidak diberi sesuatu yang lebih baik dari itu di dalamnya orang-orang bertanya:”Apakah itu wahai Abu Yahya?”
    Beliau menjawab : “Ma’rifat kepada Allah, sesungguhnya para siddiqin bila dibacakan Al-Qur’an di hadapan mereka niscaya hati mereka merindukan akhirat, wahai para pengemban Al-Qur’an! Apa yang Al-Qr’an tanamkan dalam hati kalian, sesungguhnya Al-Qur’an di dunia ini adalah penyubur hati seorang mukmin sebagaimana hujan adalah penyubur bumi.”
  4. Seseorang tidak akan mencapai derajat para siddiqin hinggga ia mau membiarkan isterinya seperti janda, bernaung di tempat-tempat anjing.
  5. Bila hati dikuasai cinta dunia, maka nasehatpun tidak bermanfaat baginya.
  6. Setiap teman duduk yang tidak bisa kamu ambil kebaikan darinya, jauhilah dia.
  7. Bila seorang hamba belajar ilmu untuk mengamalkannya maka ilmunya bertambah banyak tetapi bila ia belajar bukan untuk diamalkan, maka bertambah sombong.
  8. Para Abdal saling mewasiatkan tiga perkara : Memenjarakan lisan, memperbanyak istighfar dan Uzlah (menyendiri).

“Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin”

Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

https://www.laduni.id/post/read/73321/biografi-malik-bin-dinar.html