Biografi KH. Hasan Thuba

Daftar Isi KH. Hasan Thuba

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Keluarga
  4. Pendidikan
  5. Menjadi Pengasuh
  6. Kiprah di Nahdlatul Ulama
  7. Chart Silsilah Sanad

 

Kelahiran

KH. Hasan Thuba Muhammad lahir pada hari Sabtu Pahing jam 11.30 siang tanggal 4 Dzulhijjah 1369 bertepatan dengan tanggal 9 Agustus 1950 di desa Arjawinangun (tepatnya di blok pesantren) kabupaten Cirebon Jawa Barat.

Beliau merupakan putra dari pasangan Muhammad dengan Ummu Salmah, putri KH. Syathori pengasuh Pondok Pesantren Arjawinanngun Cirebon Jawa Barat.

Sementara ayahnya, KH. Muhammad adalah putra H. Asyrofuddin dan Zainab, menurut keterangan bahwa Asyrofuddin adalah seorang keturunan Gujarat India yang hijrah ke Semarang.

KH. Hasan Thuba adalah putra pertama dari delapan bersaudara, diantaranya:

  1. KH. Hasan Thuba Muhammad, pengasuh PP. Raudlah at Thalibin Tanggir Jawa Timur.
  2. KH. Husein Muhammad, pengasuh Pesantren Dar el Salma Arjawinangun Cirebon.
  3. KH. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, pengasuh Pesantren Dar al Qur`an Kebon baru Arjawinangun Cirebon.
  4. Ny. Hj. Ubaidah Muhammad, pengasuh Pesantren Lasem Jawa Tengah.
  5. KH. Mahsun Muhammad M.A, pengasuh Pesantren Dar al Tauhid Cirebon.
  6. Ny. Hj. Azzah Nur Laila, pengasuh pesantren HMQ Lirboyo Kediri.
  7. KH. Salman Muhammad, pengasuh Pesantren Tambak Beras Jombang Jawa Timur.
  8. Ny. Hj. Faiqoh, pengasuh pesantren Langitan Tuban Jawa Timur.

Semua saudara beliau yang menjadi pengasuh di banyak pesantren menunjukkan bahwa mereka merupakan keturunan keluarga yang peduli terhadap pendidikan agama dan Pesantren. Hal ini bisa dilihat dari figur kakek mereka KH. Syathori yang giat memperjuangkan pendidikan dengan menggunakan sistem pendidikan madrasah, padahal pada waktu itu sistem pendidikan madrasah belum banyak digunakan oleh pesantren.

Hidup di lingkungan dan keluarga pesantren yang penuh dengan nuansa religious, membuat Hasan kecil merasa berkepentingan untuk tekun mengaji dan cenderung meniru sifat dan kepribadian kakek, ayah dan paman pamannya terjun dalam dunia pendidikan,sehingga jiwa agamis dan keilmuan mulai terbentuk dalam jiwa Hasan kecil dengan sendirinya.

Wafat

KH. Hasan Thuba wafat pada jam 8.45 WIB, hari senin 14 Desember 2009 di rumahnya.
Menjelang wafatnya, KH. Hasan Thuba lebih sering terlihat membaca istighfar dan nadzam Jaliyatul kadar (nadzam yang memuat nama nama sahabat Rasul yang ikut perang Badar). Nampaknya beliau rindu berkumpul dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Keluarga

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu di Mekkah, Hasan mengabdikan diri di pesantren kakeknya di kampung halamannya, Arjawinangun Cirebon selama beberapa bulan sebelum akhirnya menikah dengan putri Gurunya, KH. Muslih (mbah Shoim) yang bernama Dra. Hj. Khodijah. Pada hari kamis malam Jum’at tanggal 19 September 1986 M, bertepatan dengan tanggal 14 muharram 1406 H.

Setelah menikah, beliau hidup di Tanggir untuk meneruskan perjuangan mertuanya KH. Mushlih, mengajar dan mengelola madrasah sekaligus pondok puteri bersama istri tercinta.

Pendidikan

Sebelum memasuki usia SD, orang tuanya diam diam telah memperkenalkan dunia pesantren, kehidupan santri dengan sentuhan kisah kisah para rasul dan para salaf sholih (Ayahnya, KH. Muhammad seringkali menjadi pusat kerumunan anak anak karena keahliannya dalam berkisah dan ketekunannya membuat nadzam)sehingga seringkali Hasan kecil mulai merespon dan tertarik dengan dunia ini (pesantren).

Seringkali Hasan kecil minta mesantren jika besar nanti.Semangat ini semakin menyala dengan seringnya dia berkumpul dan berbaur dengan para santri kakeknya,diam di bilik bilik santri,tidur bersama dan kadang kadang makan satu nampan bersama mereka.

Dengan kasih sayang, ketelatenan dan kesabaran, orang tuanya memperkenalkan huruf huruf arab, membunyikan, mengeja huruf demi huruf, memperkenalkan methode baca al-qur’an al-Baghdady (semacam iqro’ sekarang ) menyuruhnya mengaji Juz ‘Amma (turutan) kepada KH. Mahfudz Thoha, menantu KH. Syathori (paman).

Tercatat dalam buku harian ayahnya, Hasan kecil mengkhatamkan juz ‘amma pada usia 13 tahun dan diwisuda pada tanggal 2 Agustus 1963 M/12-3-1383 H. bersama pamannya, Ibnu Ubaidillah misanannya, Dahlan Baidhawi dan adiknya, Husein Muhammad.

Hasan memulai pendidikan formalnya di SR (sekarang SD.AWN 1) di pagi hari dan Madrasah Ibtidaiyyah wathoniyah pada sore hari. Dua lembaga itu dia ikuti dalam tahun yang bersamaan,sehingga pada tahun yang sama pula dia telah tamat dari dua lembaga.Tercatat, Hasan tamat SR pada 17 Juli 1963. Satu bulan sebelum wisuda juz ‘amma.

Setamat SD dan MI, Hasan melanjutkan pendidikannya ke SMPN Arjawinangun selama 3 tahun. Disinilah dia mengenal banyak ilmu ilmu umum, lebih banyak lagi mengenal warna kehidupan dan watak orang lain karena di sekolah ini, disamping menampung anak anak dari kalangan muslim juga dari komunitas tionghoa.

Sebagaimana umumnya teman teman seusia, dia terlihat senang jika berkumpul dan bermain. Terutama jika main sepak bola, termasuk di dalamnya pamannya, Ibnu Ubaidillah.

Dia juga aktif dalam kegiatan IPNU dan sering muncul dalam gabungan Drumband dengan KH. Ibnu sebagai Mayoret dan bahkan sempat menjadi sekretaris IPNU Ranting Arjawinangun dari tahun 1965-1967.

Setamat SMP tahun 1967 Hasan pergi ke berbagai pondok di Jawa Timur. Pondok pertama yang disinggahi adalah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dibawah asuhan KH. Yusuf Hasyim, namun nampaknya karena hanya mengaji sehingga hanya beberapa bulan saja dia disana. Selanjutnya dia pergi ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Di Pesantren Lirboyo, Hasan memulai belajar dengan memasuki kelas 1 Tsanawiyah (setingkat Aliyah sekarang) selama tiga tahun. Tidak puas dengan ilmu yang didapat di kelas, pada jam jam tertentu Hasan menyempatkan diri mengaji kepada KH. Makhrus Aly. Jika saat saat libur (bulan Ramadhan), ketika teman temannya pulang kampung, Hasan bersama Ibnu justru memanfaatkan waktu untuk mengikuti ngaji pasaran sampai khatam dan baru pulang ke rumah ketika beberapa hari menjelang lebaran.

Diantara pondok yang pernah dia kunjungi sebagai kegiatan extrakurikuler adalah sebuah Pondok Pesantren Ngunut Tulung Agung untuk ngaji pasaran Kitab Mahalli kepada KH. Ali Shodiq. Setelah tiga tahun di Pondok Lirboyo (1967-1969), perjalanannya dilanjutkan ke Pondok Kaliwungu mengaji kepada banyak kiai, diantaranya KH. Ahmad Badawi, KH. Dimyathi mengaji kitab Fathul Wahab. Kepada KH. Humed mengaji kitab Mahalli, KH. Abu Khoir mengaji Jawahirul Maknun.

Perjalanan selanjutnya adalah ke Pondok Poncol Salatigo Jawa Tengah untuk mengaji kitab Shohih Muslim dan Sunan Abi Daud. Setelah khatam, pada kesempatan selanjutnya, selama dua kali ramadhan, Hasan pergi ke Mranggen untuk pasaran kitab kitab Mahalli, Jam’ul Jawami dan ’Bidayatul Mujtahid.

Setelah ke beberapa pondok di Jawa Timur dan Jawa Tengah, Hasan dengan restu orang tuanya memutuskan mesantren di Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Tanggir, Singahan, Tuban, Jawa Timur, yang kemudian menjadi tempat tinggalnya.

Tercatat, Hasan pergi ke Pondok Tanggir bersama pamannya, Ibnu Ubaidillah pada bulan Maulid th.1391 H. bertepatan dengan hari senin tanggal 20-5-1971 M. Di pondok ini, selain menimba ilmu dari KH. Mushlih (yang nantinya menjadi mertua beliau), pada tahun 1974, disamping menjadi sekretaris pondok, Hasan diangkat menjadi dewan guru Tsanawiyah dan aliyah Madrasah Miftahul huda atas mandat dari KH. Muslih setelah melihat potensi keilmuan yang dimilikinya.

Pada tahun yang sama, Hasan diangkat menjadi sekretaris pondok sampai 1976. Selanjutnya tugas Hasan adalah menyelesaikan tugas mengajar sampai tahun 1978.

Diantara kitab yang sempat beliau ikuti dari KH. Mushlih antara lain: kitab F. Wahab, Jamul Jawami’, Mughni al Labib, Tafsir Munir, Uqudul juman (yang menarik, Hasan dan Ibnu sama sama hapal Nadzam ‘Uqudul Juman diluar kepala), Manhaj Dzawinnadzor.

Tahun 1978, masih bersama pamannya, Ibnu Ubaidillah, Hasan melanjutkan pendidikannya ke Mekkah al Mukarromah, tepatnya kepada Sayyid Muhammad al-Maliki. Seorang ulama besar yang teguh memegang prinsip prinsip Ahlussunnah Waljama’ah. Di sini Hasan mengaji kitab kitab baru yang tidak sempat dijumpai ketika mondok di dalam negeri,sehingga tentu saja Dia terlihat semakin serius menekuni ilmu agama.

Seringkali dalam waktu waktu yang diizinkan pengasuh, dia pergi ke Masjidil Haram untuk sekedar mendengarkan pengajian (halaqah ilmiyah) yang digelar para ulama setempat, I’tikaf, membaca al-Qur’an termasuk juga untuk umroh, dan pada bulan bulan haji diapun bergabung bersama teman temannya dan jama’ah haji yang lain untuk menunaikan rukun islam yang ke lima, ibadah haji.

Selama di Mekkah (di pesantren Sayyid) dia bertemu banyak pelajar Indonesia yang juga berburu ilmu dari Sayyid. Dengan ilmu yang didapat dari pondok pesantren selama di tanah air, Hasan dipercaya gurunya mengajar santri santri baru disamping menulis kitab kitab karya sayid yang telah diedit sebelumnya. Tahun 1982 Dia terpilih menjadi ketua Pelajar Indonesia di Mekkah sampai tahun 1986.

Di tengah perjalanan menimba ilmu di Mekkah, baru satu tahun menikmati kehidupan kota Mekkah, Hasan harus tabah menerima kenyataan meskipun sangat pahit. Pada bulan Oktober 1979 Ayahnya dipanggil ke hadirat Allah SWT,empat bulan berikutnya tepatnya pada hari kamis bulan Februari 1980 Allah mengujinya kembali dengan memanggil ibunya.

Hanya dengan bekal tekad, Hasan harus membekali dirinya dengan kemandirian untuk bisa bertahan menjalani hari harinya di Mekkah, karena sudah tentu tak ada lagi support dari orang tuanya. Surat-surat dari orang tuanyapun tak akan lagi diterimanya,Teman akrabnya yang juga pamannya telah terlebih dulu pulang ke tanah air pada tahun 1980, hanya kemudian adiknya, Ahsin Sakho yang saat itu kuliah di Madinah University sering datang berkunjung ke Mekkah untuk sekedar berbagi pengalaman sebagai dua manusia yang senasib.

Tahun 1986 Dia pulang ke tanah air dengan membawa banyak pengalaman hidup selama di Mekkah dan tentu saja bekal keilmuan yang Dia dapat selama lebih kurang 9 tahun (1978 – 1986).

Menjadi Pengasuh

KH. Hasan Thuba termasuk orang yang istiqomah dan telaten membimbing santri-santrinya. Setiap hari, menjelang subuh misalnya, beliau mengajak para santri bersama sama taqarrub kepada Allah, dengan membaca Jaliyatul kadar, surat al-waqi’ah, Subhaanalloh walhamdulillah 100 x, Hasbunalloh wani’mal wakiil 450 x ditutup dengan surat al-waqi’ah.

Setiap kali bacaan-bacaan itu selesai, dilanjutkan dengan shalat shubuh berjama’ah, selesai shalat shubuh, membaca wirdullatif, surat yasin. dan rotib al haddad bersama sama.

Di pagi hari beliau membaca kitab kuning kepada santri sampai menjelang siang, dilanjutkan dengan mengajar di sekolah di sela-sela waktunya mengajar tidak jarang beliau harus menemui tamu.

Di sore hari jam 4, beliau kembali membaca kitab sampai menjelang maghrib. Istirahat sebentar dan melanjutkan dengan berjamaah.setelah jama’ah maghrib,dilanjutkan dengan membaca kitab kuning kepada para santri di ndalem KH. Mushlih.

Selain mengaji untuk santri, setiap hari Ahad beliau menyempatkan diri melayani masyarakat lewat majlis ta’lim yang dirintisnya.

Demikian berlangsung setiap hari sampai akhirnya Allah memangilnya. Begitu banyak kegiatan yang dilakukannya, sehingga ketika beliau sakit, aktifitas mengaji diwakilkan kepada lebih dari sepuluh santri senior. Masing masing memegang satu kegiatan. Ini menunjukkan bahwa aktifitas KH. Hasan cukup banyak.

Selain itu, beliau juga menjabat sebagai kepala Madrasah Aliyah Miftahul huda.

Kiprah di Nahdlatul Ulama

Kiprah KH. Hasan Thuba di Nahdlatul Ulama sudah dimulai ketika beliau masih duduk menjadi siswa (IPNU) hingga menjadi A’wan Suriyah, kiprah tersebut diantaranya:

  1. 1965-1967 Sekretaris IPNU ranting Arjawinangun
  2. 1974-1976 Sekretaris PP.Tanggir
  3. 1982-1986 ketua Pelajar Indonesia di Mekkah
  4. 1989 Anggota Dewan Syuro Alumni Sayyid Maliki
  5. 1990 Ketua LDNU cabang Tuban
  6. 1995 A’wan Suriyah NU cabang Tuban98 Katib 1 dewan syuro PKB Tuban
  7. 1999-2002 Wakil ketua Dewan Syuro
  8. 2002-2007 Dewan Syuro PKB
  9. 2007-2009 A’wan Suriyah NU cabang Tuban

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Hasan Thuba dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 13 Oktober 2020, dan terakhir diedit tanggal 01 September 2022.

https://www.laduni.id/post/read/66793/biografi-kh-hasan-thuba.html