Biografi Imam an-Nasa’i

Daftar Isi Profil Imam an-Nasa’i

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Guru-Guru
  5. Murid-Murid
  6. Meriwayatkan Hadits
  7. Pujian para ulama terhadap Imam an-Nasa’i
  8. Karya-Karya
  9. Chart Silsilah Sanad
  10. Referensi

Nama lengkap Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani. Dia merupakan ulama hadis pengikut mazhab Syafi’i. Sering dipanggil dengan nama Abu Abdurrahman.

1. Kelahiran

Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr atau yang kerap disapa dengan panggilan Imam an-Nasa`i lahir pada tahun pada tahun 215 H, di Khurasan.

Baca Juga:   Biograf Imam Syafi’i

2. Wafat

Setahun menjelang wafatnya, Imam an-Nasa`i pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal Imam an-Nasa`i. Al-Daruqutni mengatakan, Imam an-Nasa`i di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina.

3. Pendidikan

Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i berkeliling ke negeri-negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-Nasa`i dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh. Di antara negeri yang Imam an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut; Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.

4. Guru-Guru

Diantara guru-guru Imam an-Nasa`i:

  1. Muhammad bin Syafi’i
  2. Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi
  3. Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman At Tujibi
  4. Abdullah bin Zubair bin Isa Abu Bakar Al Humaidi
  5. Imam Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al Muzani
  6. Ahmad bin Sayyar
  7. Rabi’ bin Sulaiman
  8. Abu Daud
  9. Abu Hatim
  10. Al Hafidh Ad Darimi
  11. Ibnu Abid Dunya
  12. Abu Abdillah Al Marwazi
  13. Imam Abu Ja’far At-Tirmidzi
  14. Junaid Al Baghdadi
  15. Imam Al Hasan bin Muhammad As Shabah Azza’ Farani
  16. Qutaibah bin Sa’id
  17. Ishaq bin Ibrahim
  18. Hisyam bin ‘Ammar
  19. Abu Tsur Alkalbi Al Baghdadi
  20. Suwaid bin Nashr
  21. Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi
  22. Imam Abu Ali Husein bin Ali Alkarabisi
  23. Abu Thahir bin as Sarh
  24. Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri
  25. Ishaq bin Rahawaih
  26. Ishaq bin Rohaweh
  27. Al Harits bin Miskin
  28. Ali bin Kasyram
  29. Abu Ya’qub bin Yusuf bin Yahya Albuwaiti
  30. Imam Abu Isa at Tirmidzi, dan yang lainnya.

Baca Juga:    Biografi Abu Hanifah

5. Murid-Murid

  1. Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij
  2. Ibnu Mundzir
  3. Ibnul Qoshi
  4. Abu Ishaq Al Marwazi
  5. Al Mas’udi
  6. Abu Ali At-Thabari
  7. Al Qaffal Al Kabir Asy-Syasyi
  8. Ibnu Abi Hatim
  9. Abu al Qasim al Thabarani
  10. Imam Ad-Daruquthni
  11. Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
  12. Hamzah bin Muhammad Al Kinani
  13. Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’I
  14. Al Hasan bin Rasyiq
  15. Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
  16. Abu Ja’far al Thahawi
  17. Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
  18. Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
  19. Abu Basyar ad Dulabi
  20. Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang lainnya.

6. Meriwayatkan Hadits

Pada saat itu Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negerinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.

Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`i pun telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang digambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang dha’if.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan untuk memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).

Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’

Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat melihatnya. Para ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i” sebagai kitab kelima dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.

Baca Juga:    Biografi Imam Malik bin Anas

7. Pujian para ulama terhadap Imam an-Nasa’i

Dari kalangan ulama seperiode Imam an-Nasa`i dan murid-muridnya banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada Imam an-Nasa`i, di antara mereka yang memberikan pujian kepada Imam an-Nasa`i adalah;

Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; Imam an-Nasa`i adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.’

Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.’

Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah salah seorang imam kaum muslimin.’

Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.’

Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.’

Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’

Al Khalili menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’

Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’

Al Mizzi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’

Imam An-Nasa’i merupakan seorang ulama yang sangat ketat terhadap persyaratan terhadap perawi. Hal ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadist yang diterima atau tertolak. Dalam hal ini, Al- Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam An-Nasa’i bagi para perawi sangat ketat jika dibandingkan dangan persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Muslim.

Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama bahwa An-Nasa’i lebih ketat dibandingkan dengan Imam Muslim. Sehingga ulama Magrib lebih memilih Imam An-Nasa’i dibandingkan dengan Imam Bukhari.

8. Karya-Karya

Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab adalah dengan menggunakan metode sunan. Hal ini terlihat jelas dari penamaan kitabnya, yaitu Sunan An-Nasa’i. Kata sunan merupakan bentuk jamak dari sunnah yang pengertiannya sama dengan hadist.

Sementara yang dimaksud dengan metode sunan disini adalah metode penyusunan kitab hadist berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) dan hanya mencantumkan hadist-hadist yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja.

Apabila terdapat hadist selain dari Nabi, maka jumlahnya relatif sangat sedikit. Berbeda dengan kitab hadist Al-Muwatha’ dan Mushannif yang banyak memuat hadist-hadist mauquf dan maqtu’, walaupun metode penyusunannya sama dengan Sunan An-Nasa’i.

Selain kitab Sunan An-Nasa’i masih banyak kitab hadist sunan yang populer. Antara lain kitab Sunan Abu Dawud Al-Sijistani (w. 275 H) dan Sunan Ibnu Majah Al-Qazwini (w. 275 H).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa kitab Sunan An-Nasa’i (Kitab Mujtaba) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqh dengan kajian sanad. 

Hadist-hadistnya disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana yang telah dijelaskan diatas dan untuk setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai keunikan tersendiri. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadist di suatu tempat.

Dari sistematika yang dipaparkan di atas, ada beberapa catatan dan komentar yang dapat diberikan mengenai susunan sistematika kitab al-Sunan al-Nasa’i di atas yaitu:

Dari kitab (bab) pertama sampai dengan ke 21, membahas tentang masalah thaharah dan salat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai shalat.

Kitab (bab) puasa didahulukan daripada zakat.

Kitab (bab) qism al-fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad.

Kitab al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.

Melakukan pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf), wasiat-wasiat, alnahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian), al-ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai fara’id tidak ada.

Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said (perburuan), al-zaba’ih (sembelihan hewan qurban), al-dahaya (kurban Idul Adha). Kitab Iman diletakkan di bagian akhir. Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab Iman dan kitab al-‘isti’azah.

Kitab-kitab Hasil karya Imam an-Nasa`i di antaranya adalah;

  1. As Sunan Ash Shughra
  2. As Sunan Al Kubra
  3. Al Kuna
  4. Khasha`isu ‘Ali
  5. ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
  6. At Tafsir
  7. Adl Dlu’afa wa al Matrukin
  8. Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
  9. Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
  10. Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
  11. Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
  12. Musnad Hadits Malik
  13. Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
  14. Al Ikhwah                       
  15. Al Ighrab
  16. Musnad Manshur bin Zadzan
  17. Al Jarhu wa ta’dil

9. Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Imam an-Nasa’i dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

10. Referensi

Dikumpulkan dari berbagai sumber


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 08 Mei 2021, dan terakhir diedit tanggal 27 Agustus 2022.

https://www.laduni.id/post/read/44939/biografi-imam-an-nasai.html