Biografi Habib Hasan bin Thoha bin Yahya (Syaikhul Akbar di Tanah Jawa)

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Habib Hasan bin Thoha bin Yahya
1.3  Nasab Habib Hasan bin Thoha bin Yahya
1.4  Wafat

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

2.1  Guru-guru Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

3.  Penerus Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

3.1  Anak-anak Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

4.1  Sekilas Tentang Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya
4.2  Perjalanan Menuntut Ilmu Habib Hasan bin Thoha bin Yahya
4.3  Awal Perjalanan Dakwah Habib Hasan bin Thoha bin Yahya
4.4  Perjalanan Hijrah Ke Jawa Tengah
4.5  Hubungan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya Dengan Kraton Yogyakarta
4.6  Masa Tinggal di Semarang

5.  Keteladanan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

6.  Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

1.1 Lahir

Habib Hasan bin Thoha bin Yahya yang lebih terkenal dengan nama Syekh Kramat Jati,  Raden Tumenggung Sumodiningrat, Wedono Lebet Kerajaan dan me­nantu Sultan HB II, Habib Luthfi bin Yahya menyebutkan bahwa beliau mendapat gelar Singo Barong karena sebagai Pimpinan Perang Hamengku Buwono II.lahir di kota Betawi/cirebon, dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus.

1.2 Riwayat Keluarga Habib Hasan binThoha bin Yahya

Istri Habib Hasan bernama Gusti Kanjeng Ratu Bendoro atau sering disebut Kanjeng Ratu Kedaton dari Garwo Patmi Hamengkubuwoo II yang bernama Bendoro Mas Ayu Rantam Sari. Keturunan Beliau antara lain:

  1. Sayyid Thoha, Ciledug
  2. Sayyid Muhammad
  3. Mbah Surgi Jatikusumo Batang
  4. Sayyid Ali, Mufti Besar di Yaman
  5. Sayyid Yahya
  6. Sayyid Hamid
  7. Sayyid Alwi
  8. Sayyid Umar
  9. Dewi Aisyah (Raden Mas Ayu)
  10. Raden Ayu Fatimah
  11. Sayyid Abu Bakar

1.3 Nasab Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

Beliau adalah keturunan dari Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘Alihi Wassalam, dengan Silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘Alihi Wassalam 
  2. Sayidatuna Fathimah az-Zahrah al-Batul Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in wa Sayyidina al-Imam Ali bin Abi Thalib
  3. Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein
  4. Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq
  7. Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi 
  8. Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib
  9. Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad
  11. Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh
  12. Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml
  13. Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah
  14. Sayyidina Alwi
  15. Sayyidina Al-Imam Khali’ Qatsam  
  16. Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat
  17. Sayyidina Ali
  18. Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad
  19. Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur
  20. Syaikh Ali Shohibud Dark  
  21. Syaikh Muhammad Maula Ad-Dawilah
  22. al-Quthb Imam Alwy
  23. al-Quthb Ali an-Naas
  24. al-Quthb Hasan al-Akmar
  25. al-Quthb Sulthanul Awliya al-Imam Yahya (leluhur Al bin Yahya)
  26. al-Quthb Ahmad
  27. al-Quthb Kabiir Syekh
  28. al-Quthb Muhammad
  29. al-Quthb Thaha
  30. al-Quthb ‘ulum Muhammad al-Qadhi
  31. al-Quthb Thoha
  32. al-Arifbillah al-Quthb al-Habib Hasan

1.4 Wafat

Habib Hasan bin Thoha bin Yahya wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah Taman duku Lamper Kidul Semarang. Hingga saat ini, banyak peziarah yang yang datang berziarah, berdoa dan bertawassul dimakamnya.  

2. Sanad dan Pendidikan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

Beliau mendapat pendidikan langsung dari kedua orang tuanya sampai hafal Al Qur’an sebelum usia tujuh tahun. Kecerdasan dan kejernihan hati yang dimiliki, menjadikannya sebelum menginjak dewasa, telah banyak hafal kitab-kitab hadist, fiqh dan lain sebagainya.

2.1 Guru-guru Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

  1. Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya
  2. al-Habib Umar bin Aqil bin Yahya (Madinah)
  3. Habib Umar bin Smith
  4. Quthbil Ghouts Al Habib Alwi bin Abdullah Bafaqih

3. Penerus Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

3.1 Anak-anak Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

  1. Sayyid Thoha, Ciledug
  2. Sayyid Muhammad
  3. Mbah Surgi Jatikusumo Batang
  4. Sayyid Ali, Mufti Besar di Yaman
  5. Sayyid Yahya
  6. Sayyid Hamid
  7. Sayyid Alwi
  8. Sayyid Umar
  9. Dewi Aisyah (Raden Mas Ayu)
  10. Raden Ayu Fatimah
  11. Sayyid Abu Bakar

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

4.1 Sekilas Tentang Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya

Habib Hasan bin Thoha bin Yahya yang lebih terkenal dengan nama Syekh Kramat Jati atau Raden Tumenggung Sumodiningrat, Wedono Lebet Kerajaan dan me­nantu Sultan Hamengku Buwono II. Habib Luthfi bin Yahya menyebutkan bahwa beliau mendapat gelar Singo Barong karena sebagai Pimpinan Perang Hamengku Buwono II.

Lahir di kota Betawi/cirebon, dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus. Beliau mendapat pendidikan langsung dari kedua orang tuanya sampai hafal Al Qur’an sebelum usia tujuh tahun. Kecerdasan dan kejernihan hati yang dimiliki, menjadikannya sebelum menginjak dewasa, telah banyak hafal kitab-kitab hadist, fiqh dan lain sebagainya.

Ayah beliau Habib Thoha Bin Muhammad Qodli bin Thoha bin Muhammad bin Syeh bin Ahmad bin Yahya. Seorang ulama yang allamah dan sekaligus seorang pejuang yang gigih melawan penjajah Portugis. Dulu ketika beliau baru pulang dari tanah suci Mekah dan singgah di Malaka. Saat itu Malaka sedang melakukan pertempuran melawan Portugis. Oleh Sultan Malaka, Habib Thoha di minta untuk membantu mengusir penjajah Portugis.

Beliau langsung bergegas menuju tepi pantai untuk memberi peringatan kepada kapten kapal perang Portugis agar tidak mendaratkan kapal perangnya ke pelabuhan, namun mereka mengabaikan peringatan dari beliau. Akhirnya dengan keramatnya Habib Thoha. Air laut yang sebelumnya tenang tiba-tiba berubah menjadi badai. Ombak besar setinggi pohon kelapa menggulung dan menghantam kapal perang Portugis dan membuatnya hancur berkeping-keping. Tapi anehnya tidak ada satu awak dan penumpang kapal yang tewas. Semuanya selamat mereka hanya pingsan dan terdampar di tepi pantai.

Salah satu kebiasaan Habib Thoha adalah mengenakan cadar, konon Wajah beliau kerap kali memancarkan cahaya yang sangat terang dan terangnya pancaran cahaya wajah beliau tidak ada orang yang sanggup memandang wajah beliau. Habib Thoha wafat di Penang Malaysia dan di makamkan di sana.

Beliau secara nasab masih keturunan Al-Quthb Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya, seorang wali quthb dan terkenal ahli menghentikan segala macam bentuk pertikaian dan perpecahan.

4.2 Perjalanan Menuntut Ilmu Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

Setelah menimba ilmu dari ayahnya Habib Thoha dan beberapa ulama di jawa, Beliau berangkat menuju ke Tarim, Hadhramaut setelah berziarah Baitullah al-haram dan kubur Datuknya Baginda Nabi SAW. Di haromain beliau mengambil dari beberapa ulama-ulama Haromain tersebut. Termasuk mengambil dari al-Habib Umar bin Aqil bin Yahya (Madinah), dan tokoh-tokoh ulama besar haromain di zamannya. Semuanya guru-guru dari haromain mendapat ijazah yang sempurna dalam ilmu dhohir wal bathin, artinya kitab-kitab Fiqh ala Madzhab al- arbi’ah dan kutubul hadist, kitab tafsir dan mendapat ijazah mengajar dan berdakwah.

Beliau selanjutnya melanjutkan perjalanannya menuju hadhramaut, Tarim. Setelah ziarah kepada Sayidina  al-Faqih al-Muqaddam dan ulama dan awliya di zambal serta salafuna sadatuna sholihin sadatuna alawiyyin, beliau berziarah ke Ghorot, di mana kubah besar disitu kuburnya datuknya yang bernama al-Imam A’imatul Ulama Quthbil Ghauts al-Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya. Dan beberapa kubur ulama-ulama awliya keluarga bin Yahya, termasuk kubur kakek dari jiddahnya al-Habib Syaikh bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Ibu dari al-Habib Muhammad al-Qadhi, kakek dari al-Habib Hasan bin Thoha tersebut. Bernama seorang waliyah Sayyidah Ruqayah binti Syaikh bin Abdurrahman al-Faqih bin Aqil bin Ahmad bin Yahya.

 Kubah itu besar sekali, al Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya, datuk dari ayahnya al-habib Hasan adalah murid dari Sayyidi Al-Imam Syaikh Abu bakar bin Salim. Ibu dari al-Imam Ahmad bin Yahya tersebut, adalah Sayidah Mufadhol binti al-Habib Syaikh bin Abdullah al-Akbar al-Aydrus, yang terkenal dengan Sulthanul Mala’ atau Quthbil Mala’. Maka setelah beliau berziarah baru mulai mengambil ilmu kepada para ulama-ulama di hadhromiyah dari para sadah itu sendiri dan lainnya.

Disamping belajar ilmu syariat, Habib Hasan juga belajar ilmu Thoriqoh dan hakikat kepada para ulama’ dan Auliya’ waktu itu. Diantara guru beliau adalah Habib Umar bin Smith seorang wali Qutub pada zaman itu, Quthbil Ghouts Al Habib Alwi bin Abdullah Bafaqih dan masih banyak guru yang lain. Habib Hasan selalu mendapat ijazah dari setiap ilmu yang di dapatinya baik ijazah khusus maupun umum. Ilmu yang beliau miliki baik syariat, Thoriqoh maupun hakikat sangat luas bagaikan lautan sehingga di kalangan kaum khos (khusus) maupun awam dakwah beliau bisa diterima dengan mudah.

Maka tidak heran bila fatwa-fatwa beliau banyak didengar oleh pembesar kerajaan waktu itu. Beliau selanjutnya dari Tarim setelah mendapatkan ijazah sebagaimana beliau dapatkan di haromain, beliau keliling ketempat-tempat sumber ilmu seperti ke Mesir sampai Maghrobi dan kota-kota yang banyak ulamanya, disitu beliau banyak mengambil pengalaman penjajah Inggris maupun Perancis. Pengalaman itu dijadikan bekal untuk mengetahui bagaimana politik penjajahan sampai dalam segi bidang ekonomi.

4.3 Awal Perjalanan Dakwah Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

Pada waktu muda, setelah mendapat ijin dari gurunya untuk berdakwah dan mengajar, beliau masuk dulu ke Afrika di Tonja, Maroko dan sekitarnya, kemudian ke daerah Habsyah, Somalia terus ke India dan Penang Malaysia untuk menemui ayahnya. Setelah tinggal beberapa waktu di Penang, beliau mendapat ijin dari ayahnya untuk ke Indonesia guna meneruskan dakwahnya.

Beliau pertama kali masuk ke Palembang kemudian ke Banten. Pada saat tinggal di Banten, beliau diangkat oleh Sultan Rofiudin, atau Sultan Banten yang terakhir waktu itu menjadi Mufti Besar. Di Banten beliau bukan hanya mengajar dan berdakwah, tetapi juga bersama-sama dengan pejuang Banten dan Cirebon mengusir penjajah Belanda.

Walaupun Sultan Rofi’udin telah ditangkap dan dibuang ke Surabaya oleh Belanda, tetapi Habib Hasan yang telah menyatukan kekuatan pasukan Banten dan Pasukan Cirebon tetap gigih mengadakan perlawanan.

4.4 Perjalanan Hijrah Ke Jawa Tengah

Setelah itu beliau meneruskan dakwahnya lagi ke Pekalongan-Jawa Tengah. Di Pekalongan beliau mendirikan Pesantren dan Masjid di desa Keputran dan beliau tinggal di desa Ngledok. Pondok Pesantren itu terletak di pinggir sungai, dulu arah sungai mengalir dari arah selatan Kuripan mengalir ke tengah kota menikung sebelum tutupan Kereta Api. Tetapi dengan Karomah yang dimiliki Habib Hasan, aliran sungai itu dipindah ke barat yang keberadaanya seperti sampai sekarang.

Pengaruh Habib Hasan mulai dari Banten sampai Semarang memang sangat luar biasa, tidak mengherankan bila penjajah selalu mengincar dan mengawasinya. Pada tahun 1206 H/1785 M terjadilah sebuah pertempuran sengit di Pekalongan. Dengan kegigihan dan semangat yang dimiliki Habib Hasan dengan santri dan pasukannya, selalu membuat pasukan penjajah kewalahan. Tetapi sebelum meletusnya Perang Paderi, Pesantren Habib Hasan sempat dibumi hanguskan oleh penjajah.

Beliau hijrah ke wilayah masuk ke wilayah Yogyakarta. Sejak sekitar tahun 1790-an Beliau berjuang melawan penjajah dan mengamankan daerah sekitar perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta (sekarang), yang dulu adalah wilayah Kerajaan Mataram. Oleh sebab itu, Beliau di kenal dan disegani para perampok, dan semakin ditakuti oleh penjajah. Sehingga melalui beberapa kejadian, Beliau akhirnya menjadi Wedono Lebet, kemudian meningkat menjadi Patih Lebet sebagai kepala pasukan yang menjaga keselamatan keluarga besar Hamengkubuwono II sampai akhirnya Beliau di amanahi menjadi Panglima Besar yang membawahi seluruh pasukan Mataram dibantu wakilnya Raden Ronggo Prawirodirjo III.

Selain keahliannya berperang, Beliau dikenal juga sebagai ahli strategi, ahli intelejen, sehingga sempat dikenal sebagai Komandan Pasukan Burghoth. Selain untuk menutupi keagungan wajah Beliau, juga untuk menyamar agar tidak mudah dikenali. Sehingga Beliau menjadi target utama oleh Jendral Deandless dan Gubernur Timur Laut Jawa Pieter Gerald van Overstrotem.

Selaku panglima perang, Habib Hasan memimpin pasukan yang jumlahnya mencapai  15 ribu prajurit. yang terbagi menjadi 3 bagian. Lima ribu prajurit untuk pasukan darat. Dan lima ribunya lagi untuk pasukan laut. Dan sisanya untuk pasukan cadangan. Habib Hasan bersama sahabatnya yaitu Raden Ronggo Prawirodirjo (ayah Raden Sentot Prawirodirjo) saling bahu membahu mempertahankan wilayah Yogyakarta dari agresi militer Belanda.

Berkat kecerdikan beliau dalam mengatur strategi perang. Belanda seringkali mengalami kegagalan utk menguasai wilayah Yogyakarta. Karena merasa kesal dengan Habib Hasan yang selalu menghalangi Belanda untuk menguasai wilayah Yogyakarta akhirnya Belanda menggunakan siasat licik mereka menyuruh orang-orang bayaran untuk menyamar sebagai Raden Tumenggung Sumodiningrat atau Habib Hasan. Orang-orang bayaran ini di tugaskan untuk gemar mabuk-mabukan dan main judi. Tujuannya adalah untuk menghancurkan reputasi dan nama baik beliau.dan supaya rakyat Mataram membenci sosok Raden Tumenggung Sumodiningrat atau Habib Hasan. Namun berkat kesigapan beliau dalam mengatasi masalah semua siasat licik Belanda untuk menghancurkan nama baiknya berhasil di gagalkan.

Semenjak Habib Hasan menetap di Mataram beliau mendirikan perguruan Pencak Silat.perguruan Pencak Silat ini di beri nama oleh beliau dengan nama Pencak Silat Capit Ular. Sebelum wafat, Habib Hasan menyerahkan perguruan pencak silatnya kepada putranya yaitu Habib Thoha Ciledug Cirebon (Penyusun Rotibul Kubro). Di bawah kepemimpinan Habib Thoha perguruan pencak silatnya di ganti namanya menjadi Sipedi.

4.5 Hubungan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya Dengan Kraton Yogyakarta

Perjuangan, kearifan, serta keluasan ilmu yang dimiliki Habib Hasan terdengar oleh Sultan Hamengkubuwono ke II, membuatnya menjadi kagum kepada Habib Hasan. Karena kekaguman tersebut akhirnya Habib Hasan diangkat menjadi menantu Sultan Hamengkubuwono ke II dan daerah yang ditempati mendapat perlindungan Kraton Yogyakarta.

Istri Habib Hasan bernama Gusti Kanjeng Ratu Bendoro atau sering disebut Kanjeng Ratu Kedaton dari Garwo Patmi Hamengkubuwoo II yang bernama Bendoro Mas Ayu Rantam Sari. Beliau adalah menantu ke-3 setelah menantu ke-2 Raden Ronggo Prawirodirjo III, adalah Ayah dari Sentot Prawirodirjo.

Dengan demikian jika ditinjau dari hubungan kekerabatan, Raden Tumenggung Sumodiningrat atau Habib Hasan adalah paman dari Pangeran Diponegoro dan Sentot Prawirodirjo. Beliau adalah ipar dari Sultan Hamengkubuwono III (ayah Pangeran Diponegoro).

Beberapa tugas Habib Hasan yang berkaitan dengan keselamatan Sultan Hamengkubuwono II beserta kejayaan Kraton Yogyakarta adalah;

  1. Pembebasan Hamengkubuwono II sekaligus pengawalan dari masa pembuangan ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
  2. Sebagai utusan khusus Hamengkubuwono II bertemu dengan perwakilan dari Pakubuwono V tentang rencana perlawanan terhadap Inggris pada tahun 1810 di daerah Wedi-Klaten
  3. Sebagai Panglima Besar dalam mempertahankan Plengkung Gading atau pintu utama Kraton Yogyakarta dari sisi selatan, dari serangan Inggris
  4. Pengamanan pantai utara dari serangan kerajaan Inggris dan penjajah dengan mengerahkan pasukan-pasukan Beliau yang selalu disebut Bajak Laut oleh penjajah. Padahal paasukan tersebut dikomandoi Tumenggung Sumodiningrat dengan nama kesatuan Singobarong.
  5. Penemu strategi perang Capit Urang bersama Sri Sultan Hamengkubuwono II diterapkan di laut maupun darat.
  6. Pembangunan masjid-masjid disetiap daerah dimana Beliau ditugaskan, antara lain Masjid Peninggalan Dalem Ngadinegaran, Masjid Bagelen-Purworejo, Masjid Wedi-Klaten, Masjid di Wonosari, Masjid di Kaliwungu-Semarang bersama Kyai As’ari.

Selain sebagai ahli strategi perang, Beliau terkenal sebagai Syaikhul Akbar di Tanah Jawa. Selama mengabdi dan berjuang di wilayah Mataram, Beliau beberapa kali pindah tempat tinggal, dari Purworejo, Wedi-Klaten, Magelang, dan tinggal di wilayah Kaliwungu, tinggal di suatu daerah yang sekarang di kenal dengan desa Kramat.

Di Kaliwungu beliau tinggal bersama sahabatnya bernama Kyai Asy’ari seorang ulama besar yang menjadi cikal bakal pendiri Pesantren di wilayah Kaliwungu (Kendal ), guna bahu membahu mensyiarkan Islam. Masa tua hingga wafatnya Habib Hasan tinggal di Semarang tepatnya di daerah Perdikan atau Jomblang yang merupakan pemberian dari Sultan Hamengku Buwono II.
 

4.6 Masa Tinggal di Semarang

Setelah mendapat tugas dari Hamengku Buwono II untuk menyelesaikan kekacauan di wilayah Semarang, dimana Adipati Semarang pada waktu itu kewalahan menghadapinya. Habib Hasan mendirikan benteng pertahanan di daerah Jomblang. Perjuangan Beliau tidak pernah berhenti sampai akhir hayatnya. Hasil pertanian dari tanah yang dimilikinya, tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi selalu dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga Beliau sangat dicintai oleh anak-anak, kawulo cilik, menengah sampai atas. Bahkan para prajuritnya sangat tunduk dan patuh pada Beliau. Meskipun begitu penjajah selalu memfitnah untuk menghancurkan citra Beliau, namun tidak pernah berhasil. Bahkan rakyat semakin mencintai Beliau.

Thoriqoh yang dipegang oleh Habib Hasan adalah Thoriqoh Saadatul Alawiyyin (Alawiyyah), Satoriyyah, Qodiriyah, dan Sadziliah Naqsabandi. Itulah yang diterapkan untuk mendidik keluarga dan anak muridnya, seperti membaca aurad Wirdul Latif, dan istiqhfar menjelang Maghrib. Setelah berjamaah maghrib dilanjutkan salat sunah rowatib, tadarus Al-Qur’an, membaca Rotib dari Rotibul Hadad, Rotibul Athos, Rotibul Idrus dan wirid Sadatil bin Yahya serta Rotibnya. dilanjutkan sholat Isya’ berjamaah, selanjutnya membaca aurad dan makan bersama.

Di antara kebiasaan Beliau yang tidak pernah ditinggalkan adalah berziarah kepada para auliya’ atau orang-orang sholeh, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. (ziaratul Ulama wal auliya ahyaan wa amwatan). Rumah Beliau terbuka 24 jam dan dijadikan tumpuan umat untuk memecahkan segala permasalahan yang mereka hadapi. Semasa Beliau berdakwah dalam rangka meningkatkan umat dalam ketaqwan dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, berikut ini nasehat yang serng dsampaikan oeh Habib Hasan bin Thoha bin Yahya kepada Keluarga dan murid-murid beliau :

  1. Sangat menekankan pentingnya cinta kepada baginda Nabi Muhammmad SAW. beserta keluarganya yang dijadikan pintu kecintaan kepada Allah swt.
  2. Kecintaan kepada kedua orang tua dan guru, yang menjadi sebab untuk mengerti cara taqorrub, taqwa dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
  3. Sangat menekankan rasa Cinta Tanah Air.

Habib Hasan adalah seorang yang lemah lembut dan berakhlak mulia tetapi sangat keras dalam berpegang teguh kepada Syari’atillah dan Sunnah Rasul. Beliau tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.

Banyak amalan sirri (rahasia) yang dilakukan oleh Beliau setiap malamnya. Sehabis qiyamullail, Habib Hasan berkeliling membagikan beras, jagung dan juga uang ke rumah-rumah fuqara’ wal masakin, anak-anak yatim dan janda-janda tua. Beliau sangat menghargai generasi muda dan menghormati orang yang lebih dituakan.

Pada waktu hidup, Beliau dikenal sebagai seorang yang ahli menghentikan segala perpecahan dan fitnah antar golongan dan suku. Sehingga cara adu domba yang dilakukan pihak penjajah tidak mampu menembusnya. Di samping sebagai ulama’ besar juga menguasai beberapa bahasa dengan fasih dan benar.

Habib Hasan wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah Taman duku Lamper Kidul Semarang. Hingga saat ini, banyak peziarah yang yang datang berziarah, berdoa dan bertawassul dimakamnya. 

5. Keteladanan Habib Hasan bin Thoha bin Yahya

Habib Hasan adalah seorang yang lemah lembut dan berakhlak mulia tetapi sangat keras dalam berpegang teguh kepada Syari’atillah dan Sunnah Rasul. Beliau tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.

Beliau salah satu Ulama yang melakukan perjuangan menentang penjajahan Bumi Nusantara ini di mulai dari Banten, Cirebon kemudian dilanjutkan di Pekalongan sampai ke Yogyakarta, bahkan diangkat menjadi menantu dan Panglima Perang oleh Hamengku Buwono II.

Pada waktu hidup, Beliau dikenal sebagai seorang yang ahli menghentikan segala perpecahan dan fitnah antar golongan dan suku. Sehingga cara adu domba yang dilakukan pihak penjajah tidak mampu menembusnya. Di samping sebagai ulama’ besar juga menguasai beberapa bahasa dengan fasih dan benar.

Semoga apa yang dilakukan oleh Habib Hasan bin Thoha bin Yahya dapat kita jadikan contoh dan teladan dan Semoga kita semua mendapatkan keberkahan dari beliau dan para Auliya-auliya lainnya.

6. Referensi

Artikel ini diambil dari beberapa sumber

https://www.laduni.id/post/read/517167/biografi-habib-hasan-bin-thoha-bin-yahya-syaikhul-akbar-di-tanah-jawa.html