Antara Gus Dur dan Ratu Elizabeth II

Dunia tengah berduka. Duka itu berasal dari meninggalnya Ratu Elizabeth II pada 8 September 2022. Sang Ratu menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 96 tahun di Kastil Balmoral, Skotlandia, Inggris. Deretan upacara maupun ritual diadakan dalam rangka melepas kepergian Ratu yang bertahta selama 70 tahun itu. Sejak kepergiannya, Kerajaan Inggris menetapkan sepuluh hari masa berkabung nasional.

Dalam prosesi pemakaman, mungkin kita memusatkan perhatian kepada mahkota Ratu Elizabeth II. Kita membaca Harian Jawa Pos edisi Selasa Wage, 20 September 2022. Di halaman pertama, kita fokuskan diri kepada gambar manakala pengawal Kerajaan Inggris menyunggi peti Ratu Elizabeth II yang dikenakan mahkota dan tongkatnya yang diiringi kerabat kerajaan di belakangnya.

Di samping kiri, kita mendapati infografis yang juga membahas kematian Sang Ratu. Nah, mahkota itu, dibalut 2.868 berlian, 17 safir, 11 zamrud, 269 mutiara, dan 4 ruby yang menghiasi dan mempermewah mahkota kerajaan yang diletakkan di atas peti mendiang Ratu Elizabeth II. Selain mahkota yang fantastis, pengamanan prosesi pemakaman Sang Ratu juga super-duper ketat.

5.949 personel militer dikerahkan sejak pengumuman kematian di Kastil Balmoral. Mereka terdiri atas 4.416 personel angkatan darat, 847 angkatan laut, dan 686 angkatan udara. Selain itu, sekitar 175 personel angkatan bersenjata dari negara-negara persemakmuran ikut terlibat. Khusus untuk pemakaman dari Westminster Abbey hingga Wellington Arch kemarin, dikerahkan 1.650 personel militer. Juga, satu juta orang diperkirakan mengunjungi London pada hari pemakamannya.

Orang-orang sipil yang memberi penghormatan terakhir kepada Ratu, rela mengantre hingga lebih dari 24 jam untuk memberikan penghormatan terakhir kepada jenazah mendiang Ratu Elizabeth II. Khalayak dapat membaca Harian Kompas edisi Minggu, 18 September 2022. Warga rela mengatre selama lebih dari 24 jam untuk bisa memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Ratu Inggris di kawasan Tower Bridge, London yang berjarak sekitar 5 kilometer dari tempat persemayaman Ratu Elizabeth II di Westminster Hall, Sabtu (17/9/2022).

Baca juga:  Ulama Banjar (123): H. Asranuddin Gadu

Jelas, warga seantero dunia—utamanya dari pejabat-pejabat negara dan orang-orang tersohor—merasakan duka mendalam dan kehilangan. Salah satunya, adalah David Beckham. Mega bintang sepakbola pada masanya itu, saat diwawancarai wartawan mengucapkan terima kasih atas kepemimpinannya. “Kami semua di sana mengucapkan terima kasih kepada Yang Mulia karena beliau telah bersikap baik, peduli, dan telah memerintah dengan meyakinkan selama bertahun-tahun.”

Nah, dari padatnya prosesi dan antusias masyarakat internasional kepada kepergian Ratu Elizabeth II, kita—utamanya saya—jadi menyorot balik manakala Gus Dur telah “pulang” meninggalkan kita pada 31 Desember 2009 silam. Bangsa Indonesia merasakan kehilangan cukup dalam atas kepergian mendiang cucu K.H. Hasyim Asyari itu. Untain kata bahkan tulisan mewarnai media-media waktu itu, sebagai ucapan terima kasih yang tiada tara kepada Gus Dur atas dedikasinya kepada bangsa ini.

Salah satu buku untuk mengenang ucapan-ucapan duka kepulangan Gus Dur adalah buku berjudul Gus Dur Santri Par Excellence terbitan Kompas Media Nusantara (2010). Bunga rampai yang berisi lukisan kesedihan atas kepergian Gus Dur yang terdiri dari banyak tulisan buat mengenang pemikirannya, sosoknya, dan hal lain yang ada pada diri Gus Dur.

Disitu kita membaca esai gubahan Runi Sri Astuti bertajuk Rakyat Jelata Kehilangan “Opo Jare”. Mula-mula kita diajak merasakan perjuangan Mukminatin dalam rangka memberikan perpisahannya kepada Gus Dur. Perempuan berusia 65 tahun itu, tiba di halaman Masjid Ulul Albab kompleks Pondok Pesantren, Kabupaten Jombang, Jawa Timur jam 7 pagi. Perempuan yang berangkat dari Kediri tersebut nampak kelelahan setelah berjalan kaki sejauh satu setengah kilometre untuk sampai ke masjid.

Baca juga:  Ngalap Berkah Haul KH. Sholeh Darat Semarang

“Saya minta minum,” ujarnya kepada santri yang berjaga didepan ratusan gelas air minum gelasan.

Setelah habis menegaknya, Tin langsung merapikan kerudung dan kain panjang yang dikenakannya. Tin menceritakan bahwa, ia berangkat selepas subuh untuk menghandiri acara pemakaman K.H. Abdurrahman Wahid. Tin menggunkan bus angkutan umum. Namun, sayangnya bus itu tidak bisa mengantarnya hingga ke lokasi. Sehingga, ia harus berjalan kaki untuk sampai ke lokasi pemakaman Gus Dur.

Di samping Tin, ada Nurmunawaroh. Perempuan berusia 48 tahun itu, datang bersama suaminya yang menempuh perjalanan dengan menunggangi sepeda motor dari Probolinggo, Jawa Timur sejauh lebih dari 130 km. Nur merasa sangat kehilangan dengan kepergian idolanya yang menghadap Sang Khalik. Perempuan yang baru menunaikan ibadah haji itu mengatakan selalu menuruti perintah Gus Dur. “Saya ndak pernah nglanggar opo jare (apa kata) Gus Dur. Ndak tau kalau setelah ini,” ujarnya.

Ia masih ingat saat Pemilu Presiden 2004. Yang mana, Nur kecewa karena Gus Dur gagal menjadi capres. Ia pun menunggu opo jare Gus Dur untuk memilih calon yang maju. “Buat saya, Gus Dur bukan hanya kiayi atau guru agama, melainkan pemimpin bangsa Indonesia,” ujar Nur yang tidak pernah membaca karya atau tulisan Gus Dur. Namun, ia tak pernah absen manakala ada pengajian yang didatangi Gus Dur.

Baca juga:  Murid-Murid Imam Syafi’i (3): Abu Ibrahim al-Muzanni, Sang Pembela Mazhab Syafi’i

Dari kedua kisah kematian di atas—antara Ratu Elizabeth II dengan Gus Dur—memberi kita pelajaran bahwa, yang jelas kematian akan menjemput kita entah kapan itu. Di balik itu, yang tidak kalah pentingnya buat kita adalah perihal dedikasi mereka kepada banyak orang dan mencita-citakan perdamaian.

Namun, agaknya kita lebih melihat peti jenazah Gus Dur—ketimbang peti jenazah Ratu Elizabeth II yang bermahkota gemerlap emas-berlian. Petinya diselubungi bendera merah putih. Tentunya kita paham demikian itu. Mengingat, Gus Dur adalah pahlawan bangsa Indonesia yang membela seorang tanpa peduli dia siapa, agamanya apa, dan perbedaan lain. Begitupun para pelayat, Gus Dur lebih menyatu dengan rakyat kecil dibuktikan para pelayat yang notabenenya adalah rakyat biasa yang rela datang dari jauh demi Gus Dur.

Begitulah, perihal dedikasi, kita tiada boleh membandingkan antara Ratu Elizabeth II dengan Gus Dur. Karena, keduanya adalah penyeru perdamaian bagi bangsa mereka dan dunia. Demikian.

https://alif.id/read/fanam/antara-gus-dur-dan-ratu-elizabeth-ii-b245465p/