Allah Ada di Mana? Penting Gak Sih Debatin tentang Sifat Allah?

Oleh Masyhari

RumahBaca.id – Menurut saya, tidak terlalu penting bahas hakikat Allah subhanahu wata’ala bertempat atau tidak, ada di langit, Arasy, atau bagaimana. Yang terpenting dalam keyakina yang mendasar itu, ada Tuhan yang bernama Allah Yang Maha Pencipta, dan kita sembah bersama. Itu saja.

Soal bagaimana tafsir sifat Tuhan secara detail, itu soal interpretasi pemahaman manusia saja. Setiap tafsiran yang ada tentang ayat mutasyabihat dari sifat Allah, selain bertotensi benar, juga bisa berpotensi salah. Santai saja. So, jangan terlalu ribut soal itu.

Sebab, yang paling tahu soal hakikat Allah subhanahu wata’ala, ya Allah sendiri, bukan yang lain. Apa lagi manusia biasa semacam kita. Hasil usaha manusia dalam memahami hakikat Tuhan bukan sebuah kebenaran mutlak, tapi nisbi.

Kita sebagai manusia gak bagus debat dengan otot-ototan hal yang bukan esensial. Memang, ini soal akidah atau kepercayaan. Tapi bukan hal mendasar (ushul), hanya soal furu’ (cabang) akidah.

Entah yang paling benar itu kalangan Wahabi, Aswaja Asy’ariyah yang benar? Entah versi Muslim atau penganut agama lain. Gak penting menurut saya. Karena masing-masing pastilah mengakui kebenaran ada pada keyakinan masing-masing.

Kita toleransi saja. Biarlah masing-masing meyakini apa yang dianggap sebagai sebuah kebenaran, menurut masing-masing dari ulama atau ahlj yang diikuti masing-masing. Fokus manusia itu ngibadah kepada Tuhan, dan beramal salih, berbuat baik kepada sesama manusia saja.

Soal ini, saya teringat satu ungkapan, sepertinya itu hadis Nabi yang lafalnya kurang lebih:

تفكروا في مخلوقات الله، ولا تفكروا في ذات الله

Renungkan makhluk ciptaan allah. Jangan pikirin zat Allah.

Jangankan soal zat Allah Sang Pencipta, mikirin hakikat ruh saja manusia terbatas kemampuannya.

ويسئلونك عن الروح، قل الروح من أمر ربي، وما أوتيتم من العلم إلا قليلا

Mereka bertanya kepadamu tentanf hakikat ruh. Katakan saja kepada mereka, “Hakikat ruh itu urusan Tuhanku! Tidaklah kalian diberikan pengetahuan kecuali amat sedikit.”

Nah, kan. Ilmu manusia itu sedikit, dan amat sangat terbatas. Mending keterbatasan itu digunakan merenungi keindahan ciptaan Allah daripada mikirin Dzat Allah.

Jelas akal pikiran manusia itu terbatas. Bagusnya janganlah manusia maksain diri.

Kalau kita fokus mikirin betapa indah maha karya ciptaan-Nya (baca: makhluk-Nya), maka itu tak akan cukup waktu hingga usia habis pun.

Lagi pula sudah jelas juga di berbagai kitab bidang Ushul Fiqih, bahwa dalil tekstual itu, selain ada yang qath’iy ada pula yang zhanniy dilalah.

Ayat mutasyabihat kan termasuk ظني الدلالة.. Ribet amat hidup ngurusin detail dari sifat Allah yang masih mutasyabihat (samar-samar).

Jadi, bahas yang begituan gak bakal ada habisnya. Wallahu a’lam.

Lantas, tertarikkah kita untuk menyudahi perdebatan soal ayat mutasyabihat, termasuk ayat tentang sifat Allah?